Darah Perjanjian

1.7K 138 12
                                    

               By : Dokapon



Manusia adalah makhluk sosial. Dimana kita pasti bertemu dengan seseorang dimanapun kita berada. Tak terkecuali jika manusia itu menutup diri pada dunia. Pasti dia akan bertemu, secara langsung maupun tidak dengan manusia yang lain.

Manusia juga diberi batas waktu untuk hidup di dunia. Rentang waktu kehidupan manusia di dunia tidaklah banyak. Kehidupan yang kekal dan lama adalah kehidupan setelah kematian. Maka, akan lebih baik jika hidup yang singkat ini kita manfaatkan dengan hal baik dan mengisinya bersama dengan keluarga, sahabat, dan orang yang kau sayang.

Namun, bagaimana jika kita tidak dapat menghabiskannya dengan orang terdekat kita? Misalnya akibat jarak yang memisahkan raga ini dengan raganya. Hei, ayolah. Kalian hidup di abad berapa? Telekomunikasi sudah sangat mudah di zaman globalisasi ini. Semua orang dapat saling terhubung dengan mudahnya.

Jadi, jangan cepat bersedih. Karena, setiap masalah akan ada jalan keluarnya.

"Shani!!!" teriak seorang perempuan dari arah belakang.

Aku berhenti melangkah di koridor sekolah yang masih sepi ini. Belum sempat aku berbalik, perempuan kecil, bandel, ngeselin, dan genit itu menabrakkan tubuhnya ke punggungku.

"Aduh, Gre! Jangan ditabrak juga dong," protesku.

"Haha! Kamunya sih jalan lemes begitu," balas Gre.

Gre, atau Gracia memiliki nama lengkap Shania Gracia. Dia sahabatku sejak awal masuk SMA. Aku sudah mengetahui kesukaannya, dia pun begitu. Kami sudah sering bertukar cerita mengenai masalah kami. Dan kami saling bergantian memberikan solusi untuk masalah kami. Ya, walaupun terkadang, solusi itu malah membuat kami bertengkar. Tapi itu hal yang wajar. Karena sebenarnya kami bertengkar akibat kesalah pahaman. Hal tersebut wajar dalam kehidupan ini. Dan kami, selalu berbaikan setelahnya.

Kami sendiri sekarang sudah berada di penghujung tahun kelulusan. Kami sudah selesai melaksanakan UN. Dan sekarang kami tinggal berleha-leha sambil menunggu hasil itu datang. Tapi, meskipun begitu. Kami tidak bisa bersantai seenaknya. Masih ada ujian masuk universitas yang akan kami tempuh.

"Ini kita ngapain masih masuk sih," ucap Gracia sembari berjalan seiringan denganku.

"Aku sendiri juga gak tau," balasku.

"Kita udah gak ada kegiatan lagi kan? Buktinya, kita gak ditegur padahal ini udah jam masuk pelajaran. Terus ngapain masih masuk?" ucap Gracia lalu berjalan mundur dan mendahuluiku.

"Gak tau. Tapi mendingan masuk deh, soalnya bisa dapet uang jajan," ucapku.

"Nah! Aku setuju sama kamu kalo alasannya masih masuk karena uang jajan, hahaha!" tawa Gracia pecah.

"Hei, jangan kenceng-kenceng, kasian yang lagi belajar," ucapku.

"Biarin. Biar mereka tau kalo kakak kelasnya yang terbadai, terkece, tercantik lagi ada di sekolahan. Hahaha!" dia tertawa setelah memuji dirinya sendiri.

Lihat? Ngeselin kan?

Kami berhenti di taman sekolah yang rimbun oleh pohon. Kami duduk di bangku taman yang ada di sini. Lalu, kami saling diam memandangi danau yang terhampar luas di hadapan kami.

Aku beruntung bersekolah di sini. Sekolah ini memiliki sesuatu yang jarang dimiliki oleh sekolah lain. Salah satunya, taman dengan pemandangan danau ini. Tempat ini merupakan tempatku dan Gracia untuk membuang penat. Karena tempat ini begitu tenang. Suara air danau yang bergerak tenang, suara desahan pohon dan ranting yang terhempas angin, serta semilir angin lembut yang selalu menerpa kami mampu membuat kami melupakan beban kami berdua.

Bitter Sweet StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang