Semalam Uda Angga tidur di sofa ruang tamu, sedangkan teman-temannya disuruh tidur di lantai. Hari dilanjutkan dengan pagi seperti biasanya yang dimana aku harus bekerja hanya saja lebih ribut dengan kehadiran Uda Angga dan teman-temannya. Ya, mereka 3-4 tahun lebih tua daripada diriku, tapi bergaul dengan mereka cukup menyenangkan, mereka berjiwa muda soalnya.
Rasanya enggan untuk pergi bekerja hari ini, maunya dirumah saja, bermain dan bercanda dengan Uda Angga dan teman-temannya atau ikut dengan mereka berkeliling kota. Aku bisa saja mengambil cuti hari ini, tapi Uda Angga gak ngajak aku, kan malu kalau minta duluan.
" Uda, adek pergi dulu, jangan lupa kunci pintu kalau udah mau pergi yah " Kataku pada Uda Angga yang menikmati sarapannya di depan tv.
" Oh ya, hati-hati " Balas Uda Angga sama cueknya dengan diriku yang melenggang pergi.
...
Lihatlah, aku tak ikhlas bekerja hari ini. Aku ingin segera pulang. Tapi apalah daya masih ada waktu setengah menit lagi untuk bekerja. Hari ini aku memiliki beberapa dokumen yang harus kukerjakan dan mengatur 3 janji pertemuan penting tuan William bersama beberapa kolega perusahaannya.
Berkali-kali aku melirik pada jam berharap hari ini segera berjalan lebih cepat. Setidaknya dering telfon menghabiskan waktu beberapa menitku ini
" Halo "
" Dek, Uda ada didepan kantor mu nih, masih lama kerjanya? "
" Gak kok Da, bentar lagi pulang "
" Ya udah, Uda tungguin aja, kita pulang sama-sama, soalnya Rosmarie ngerengek buat jemput kamu nih "
" Nanti Mas Rava marah lagi lho Da "
" Iya, ini udah mukul-mukul. Uda tunggu di cafe depan kantor ini yah "
Telfon dari Uda semakin membuatku tak sabar untuk segera hengkang dari kantor ini. Kuberi tahu yah tapi jangan bilangin sama orangnya, sepertinya aku tertarik pada Mas Rava.
Biasanya sebelum pulang aku berbincang-bincang sebentar dengan beberapa partner kantorku. Atau menerima beberapa tumpangan sukarela dari mereka ataupun ikut dinner dengan mereka. Tapi kali ini, aku menolak semuanya. Langsung aku berlari ke arah Cafe yang diberi tahu Uda Angga.
Pintu cafe berdering ketika ku dorong. Uda Angga dan dua temannya itu duduk di dekat kaca, sehingga dari luarpun aku bisa melihat mereka dengan jelas. Sontak pandangan tiga pria tua itu menatapku. Aku merasa tak ' PeDe ' (benar gak penulisannya?) dengan hal itu, toh bentukku awut-awutan selesai bekerja.
" Hai " Sapa Mas Rava. Aduhh... Aduh... Disapa doang aku udah senang alang kepalang. Luar biasa yah kalau lagi dimabuk asmara
" Lama amat sih dek, mau habis tiga piring ini " Keluh Uda Angga.
" Ya udah tambah aja lagi Ngga, lagian kamunya suka " Mas Malvin mewakiliku menoyor kepala Uda Angga. Aku duduk disamping Mas Malvin segera, hanya bagian itu yang kosong, maunya sih dekat Mas Rava.
" Udah makan Ri? " Tanya Mas Malvin berbasa-basi
" Belum Mas, kayanya dirumah aja " Tolakku halus, penolakan yang munafik, pengennya makan disini ditraktir sama Uda Angga
" Makan aja disini, habis ini kita mau keliling lagi, sama kamu " Ucap Mas Malvin lagi. Bisa sekali dia menebak keinginanku. Tentu, aku segera memesan makanan yang sesuai dengan seleraku.
Ketika pesananku datang, Uda Angga sedikit ikut mencomot-comot makanan ku itu, padahal sudah tiga piring yang ia habiskan.
" Udah Ngga, Yurinya laper, kamu udah makan banyak barusan " Tegur Mas Rava menghentikan pergerakan tangan Uda Angga yang kesekian kalinya menelusuk ke dalam piringku. Uda Angga malah tersenyum, ketika melihat senyum jahil Uda Angga aku tahu bahwa Abangku itu hanya mengusiliku, mengalirkan tanda sayangnya lewat sikapnya yang menjengkelkan.
" Abisin cepat dek, ga tahan liat makanannya " Kata Uda Angga. Tapi perutku tak mampu lagi menampung makanan lebih
" Gak mau lagi ah Da, udah kenyang " Rintihku.
" Untung Uda bantuin abisinnya tadi. Ya udah yuk, kita pergi " Uda Angga bangkit dari duduknya, segera membayar makanannya. Aku senang sendiri karena uangku tak jadi keluar dari dompet.
Matahari setengah tenggelam, menimbulkan semburat jingga keungu-unguan di langit Australia dengan suhu yang tetap dingin. Andaikan ini musim semi, pasti akan menyenangkan sekali jalan-jalan dikala senja seperti ini.
" Uda ini kita mau kemana? "
" Ke Hyde Park Kamu tau kan? "
" Oh iya tahu, ada Pavlova enak disana "
" Kok makanan sih? Kan udah kenyang "
" ruang lambungku untuk cemilan masih tersedia " Jawabku asal yang dihadiahi toyolan oleh Uda Angga. Aku cemberut menerima hadiah itu, dan Uda Angga merasa puas sekali melihat ekspresiku yang digambarkannya dengan kikikan halus. Tapi, karena merasa sayang Uda Angga malah merangkulku setelahnya. Kami adik dan kakak tapi senja ini kami seperti orang pacaran lho.
Kepengen Punya kakak kayak uda Angga juga... Tapi apalah daya, Mama Papa bilang udah ga bisa😞
Eisstt... Ikutin terus kisahnya yahh
Psstt... Vote dn komen jangan lupa, biar aku semangat nulisnya
KAMU SEDANG MEMBACA
A Guy
RomanceRava Gio Rosmarie namanya. Pria tampan berkulit eksotis khas Indonesia itu mampu membuat Yuri terjatuh dalam pesonanya. Waktu sedikit demi sedikit membuat Yuri menaruh harapan kepada Mas Rava. Tapi, waktu jugalah yang sedikit demi sedikit memaparka...