Hari beranjak magrib. Mas Rava sedang menunggu temannya yang akan menjemputnya. Untuk mempermainkan waktu ia sibuk dengan HPnya.
" Tidur sini aja Ri " Ucap Uda yang ketiga kalinya. Hasilnya tetap sama, Mas Rava akan menolak. Alasannya " Ga bisa Ngga, aku ada kerjaan di kantor "
Deru mobil menghampiri rumah Uda. Mas Rava lngsung berlari kearah pintu. " Lama amat Lo " Teriaknya, berarti itu temannya
" Telat 3 menit kok "
" Setengah jam Juan " Mas Rava lucu kalau merengek seperti ini.
Uda mendengar percakapan dua temannya, lantas nimbrung di tengah percakapan. "Juan ayo masuk dulu " Uda menarwarkan
" Ga bisa Ngga, ini udah telat. Gara-gara Rava nih " Tuduh orang bernama Juan itu. Mas Rava tentu tidak mau disalahkan atas segala ketelatan ini
" Coba kalau kamu datang lebih cepat, ga bakal telat Juan " Pembelaan Mas Rava" Iya Vaa " Juan mengalah.
Setelahnya Mas Rava berbalik badan, menatapku yabg diambang pintu bersama Uni. " Aku pulang dulu yah " Izinnya, Kepada antara Aku dan Uni. Kepada siapapun itu aku membalasnya dengan senyuman malu-malu
" Hati-hati " Ya Tuhan, aku tersipu oleh salah seorang ciptaanmu ini.
Hufftt... Aku tak merelakan kepergiannya. Kuintip ia lewat celah pintu yang masih setengah terbuka. Mobil Juan yang semakin kecil di pelupuk mataku. Kuharap ada hari-hari lain untuk bertemu dengan Mas Rava
" Apo nan dicaliak? Klo jodoh kabatamu juo kau samo inyo " Dalam keadaan sedih begini Uda masih saja sempat menggodaku dengan hal yang menurutku sedikit menganggu.
( Liat apa? Kalau jodoh kamu juga bakal ketemu sama dia)
" Jodoh jodoh apa sih Uda "
" Hahahaha.. Iya nggak jodoh " Wajahku berubah kaku. Kata-kata adalah doa bukan? Maunya siihhh... Jodohku sama Mas Rava aja. Itupun kalau Tuhan mengizinkan
" Tuh kan, ngambek kan " Ketahuan sama Uda kalau aku gak rela sama ucapannya barusan
" Gak kok " Kualihkan pandanganku
" Perasaan sendiri dibohongi " Kikik Uda sambil bergerak duduk disampingku. walau aku membelakangi aku tahu bahwa Uda sedang memperhatikanku sekarang.
" Udah dong marahnya, liat Uda dek " Tangannya menyentuh bahuku. Uda memang menjengkelkan, tapi tak ada sebesitpun dalam hatiku untuk melawan kepadanya. Aku takluk dalam perintah Uda, mungkin karena jasanya yang dulu mati-matian bekerja agar aku bisa ke Australia.
Kubalikkan badanku,melihat kearah Uda. Aihhh... Aku lupa kapan terakhir kali aku menatap wajah tampan ini dengan lamat. " Boleh ditatap, tapi jangan sampai cinta " Sampai cinta? Cintaku sama Mas Rava kok Da. Lagian gak mungkin aku cinta ke saudara sendiri kan. Kupukul pundaknya, lalu kembali ke mode ngambekku
" Yayaya... Maaf, sekarang kita ngomong serius yuk " Uda menenangkanku, dibelainya kepalaku dengan sayang, tentu aku luluh.
" Mau ngomong apa ? " Tanyaku jutek.
" Jadi gini, tadi Mandeh nelfon. Dia nyuruh kamu pulang ke Padang. Lagian juga udah lama kan gak ke Padang? Ummi lagi sakit, jadi Mandehnya gak bisa kesini. Kalau menurut Uda, nginap aja disini seminggu. Baru seminggu sesudahnya kamu balik ke Padang. "
Padang yah? Memang sudah lama sekali aku tak kesana. Aku cuma cuti ketika lebaran tiba, ketika lebaran itu aku nginapnya memang dirumah Uda, Mandeh sama Papa yang nyusul kesini buat lebaran bersama. Wew... Mendengar 'Padang'aja membuatku penasaran bagaimana keadaannya sekarang, masi samakah dengan lingkungan yang dulu.
" Hei, mau gak balik ke Padang? " Tanya Uda. Tanpa ragu kuanggukan kepalaku.
....
Seminggu sudah aku menginap di rumah Uda. Besok adalah hari kepulanganku ke Padang, cukup untuk membuat diri ini nervouse. Semua barang yang dibutuhkan sudah ku-packing. Tak semua kubawa ke Padang, sebagian kutinggalkan di rumah Uda. Toh,aku juga ga lama-lama di Padang, cukup untuk menimalisir rinduku pada Papa dan Mandeh.
" Udah selesai dek? " Uda menghampiriku yang sedang mencatat hal-hal yang dibawa, semua lengkap sudah.
" Iya udah "
" Banyakin istirahat gih, pesawatnya jam 9 yah "
Uda menghilang dari balik bingkai pintu. Berselang berapa saat, hanphone ku berdering, tertera nama ' Mandeh ' disana.
" Oi Upiak, tigo kali den manelpon dari tadi indak kau angkek-angkek " Buset !! ini emak gua kenapa? Baru juga ngomong udah ngeggas, nurun noh ke Uda
( Oi upiak, tiga kali aku nelpon gak diangkat-angkat )
" Assalamualaikum " Ku pijat pangkal hidungku, lalu berujar dengan selembut mungkin. Untunglah sifat keras Mandeh gak ikut turun padaku.
" Waalaikumsalam, jan dipotong jo kecek Mandeh tu " Andaikan dia bukan ibuku, mungkin sudah ku sumpal mulutnya. Untunglah aku masih ingat peranku sebagai anak disini
(*Waalaikumsalam, jangan dipotong omongan Mandeh tu )
" Iyo Mande nelpon langsuang ngareh-ngareh ndak jaleh "
(*Abisnya Mandeh nelfon langsung ngegas gak jelas )" Mangaa ndak jawek telpon mandeh tadi "
(*Kenapa gak jawab telpon Mandeh tadi?)" Hp urang di cas tadi " (*Hpku dicas tadi)
" Salah kau ndak ngecek ka Mande "
(*Salah kamu gak ngomong ke Mandeh)" Kan mandeh yang langsung nyerocos duluan "
(*Kan Mandeh yang langsung nyerocos duluan)" Jam baraa kau pulang suak? " Mandeh mengalihkan pembicaraan. Biasalah, palingan gara-gara gak mau aku salahin
(*Jam berapa kamu pulang besok?)" Pesawat jam 9 "
" Oh "
" Yo " (*Ya)
" yo lah " (*Yaudah)
" Mandeh "
" Aa? " (*Apa?)
" Lah buliah dimatian telponnyo ko? " ( Udah boleh dimatiin telponnya gak? )
" Jan kalamak kau seh, Mandeh yang harus matian duluan "
(*Jangan seenak kamu aja, Mandeh yang harus matiin duluan)" Iyoo Mandeh "
" Titip salam ka si Angga yo, pajaa ndak diangkek-angkeknyo telpon mandeh do "
(*Titip salam ke si Angga, dia gak ngangkat telpon Mandeh)" Iyo "
Belum selesai aku berucap, koneksi telpon sudah dimatikan secara sepihak oleh wanita itu. Aiihh.. Jadi pengen cepat-cepat pulang, biar bisa berantem sama Mandeh di rumah. Dari segi ngomong, Mandeh memang boleh dibilang kasar. Nada bicaranya itu lho, bikin budeg. Tapi, itulah yang membuatku sering bercanda dengan Mandeh. Aku kangen Mandeh
Pliss vote nya jangan lupa, sama komennya sekalian. Biar ada harapan untuk lanjutin cerita ini
KAMU SEDANG MEMBACA
A Guy
RomanceRava Gio Rosmarie namanya. Pria tampan berkulit eksotis khas Indonesia itu mampu membuat Yuri terjatuh dalam pesonanya. Waktu sedikit demi sedikit membuat Yuri menaruh harapan kepada Mas Rava. Tapi, waktu jugalah yang sedikit demi sedikit memaparka...