Rumah

226 8 0
                                    

     Setelahnya, Mobil terus bergerak tanpa ada tempat lagi yang harus disinggahi, membelah pematang yang mulai menguning. Mulutku tak berhenti menguyah. Alunan-alunan musik pop Minang setia menemani perjalanan ini, sesekali Mandeh ikut bernyanyi mengikuti lirik lagu. Ketika rindu pada kampung mulai melandaku saat tinggal di Sydney, musik Minang inilah yang kembali membawakku merasakan suasana Padang.

    Setelah berjam-jam menempuh perjalanan dari bandara, akhirnya kami sampai juga. Kampungku memang sedikit terpelosok dari kota. Bocah-bocah dekil bermain bola di tanah lapang, yang perempuan sibuk menggiling dedaunan, berpura-pura menjadi seorang koki atau ibu rumah tangga. Bapak-bapaknya tertawa-tawa disebuah kedai kopi. Tak kulihat teman-teman masa kecilku,mungkin mereka telah disibukkan dengan pekerjaan.

       Aku turun dari mobil, seketika udara sejuk dan segar sudah mulai memelukku. Mungkin, karena aku sampainya sesudah shalat ashar, banyak ibu-ibu bermukena pulang dari masjid. Gerombolan ibu-ibu itu menengok kearah kami. Kulontarkan senyum kepada mereka sebagai rasa sopan seerti yang selalu diajarkan Mandeh padaku.

       " Ondeh Ros, alah pulang anak kau dari Inggris yo? Ondeh lah lupo den jo anak kau ko ha, sia namonyo yo? Yuri? " Salah satu dari mereka memekik sambil berjalan tergopoh-gopoh kearah kami.
( Ondeh Ros, sudah pulang anak mu dari Inggris ternyata ya ? Ondeh sudah lupa aku sama anakmu ini, siapa yah namanya? Yuri ? )

      Ibu itu mencubit-cubit gemas badanku, riang sekali. Ibu itu disusul oleh ibu-ibu lain. Mereka tertawa-tawa bahagia melihatku.

        " Oi Minar, jan lah dipuji-puji Yuri tu. Bekko kambang lo lubuang iduang nyo bekko " Mandeh mencolek pergelangan atas Bu Minar yang sedang mencubit-cubitku ini. Aku cemberut mendengar  penuturan Mandeh.
( Oi Minar, jangan dipuji-puji Yurinya, nanti kembang pula lubang hidungnya ) *kalau di daerahku sih, kambng lubang hidung tu maksudnya sombong

       " Caliak lah ha, lah bantuak urang bule anak kau Ros. Kalau mode iko ndak baa nyo sombong saketek do " Ibu lainnya menyahut
( Lihatlah, udah seperti bule anak mu Ros. Kalau begini tak apa-apa kalau sombong sedikit )

       Karena Bu Minar sudah melepaskanku dari cubitannya, aku menyalami ibu-ibu itu satu persatu. Ketika itu Bu Minar bertanya
" Yuri alah punyo pacar alun di Inggris? "

        " Alun lai tek, Yuri tingganyo di Sydney bukan Inggris "
( Belum tek, Yuri tingganyo di Sydney bukan Inggris ) aku mengoreksi kesalahan Bu Minar yang terus bilang bahwa aku tinggalnya di Inggris

        " Ohhh... Kalau baitu nyo, buliahlah Yuri samo anak etek. Nio? "
( Ohhh... Kalau begitu, boleh dong Yuri sama anaknya etek. Mau? )

       Mendengar penuturan Bu Minar, Ibu-ibu lainnya memprotes " Ndak bisa do Minar, Anak ambo nan ka duluan maambiak si Yuri ko " katanya. ( Tidak bisa Minar, anak aku yang nanti duluan mengambil Yuri ini ). Kalian tahu akhirnya? Dua ibu-ibu ini berdebat untuk menjadikan aku menantu. Ihh.. Ngeri yah kalau nanti aku punya mertua yang kaya gini.

      Aku sontak menengok kearah Mandeh, meminta pertolongan agar tak lagi diganggu oleh ibu-ibu ini.

        " Alah tu Minar, Uni. Si Yuri kayaknyo alah panek. Bialah Yuri istirahat lai, Kok ka bilo-bilo lah uni-uni sadonyo ka kamari liak. Kok kadibaok lo anak jantannyo gai atau kok lakinyo bagai " ( sudah Minar, Uni. Si Yuri sepertinya sudah lelah. Biarlah Yuri istirahat dulu, nanti Uni-Uni boleh kesini lagi kapan-kapan. Boleh bawa anak laki-lakinya atau suaminya juga )

        " Laki ambo mah jaan Ros. Masih baguno dek ambo dirumah "

         " Oi Minar, aa jo guno laki kau tu lai? Alah tuo bantuak itu. Masih kuaik nyo di ateh kasua dek ndak nio kau malapehan "
( Oi Minar, apa lagi gunanya suamimu itu? Sudah tua macam itu. Masih kuat dia diatas kasur sehingga tak mau kamu melepaskannya ). Salah satu ibu-ibu lain mencolek Bu Minar, bermaksud bercanda.

       " Jaan salah-salah Uni lai. Tuo-tuo macam itu, bisa bikin ramuak sakali main" ( Uni jangan salah. Tua-tua kayak gitu bisa bikin remuk dengan sekali main )

       Karena pembahasan mulai vulgar Mandeh segera memotong topik " Alah yo Uni sadonyo , ko kami ka istirahat ". Mandeh memberikan tas-tas berisi bajuku padaku, mendorong-dorongku agar segara kedalam rumah, padahal perdebatan vulgar ibu-ibu itu menarik juga buatku. 

Hei heii.. Tinggalkan vote dan komen yah. Okey? 👍
      

      

        

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang