Pulang Kampuang

96 6 0
                                    

          Mobil terus melaju membelah jalanan. Mandeh dan Papa terus nyinyir menanyakan banyak hal padaku. Seperti bagaimana pekerjaanku di Australia, masalah yang kuhadapi disana dan menanyakan apakah aku sudah mendapatkan seorang pria yang siap membimbingku. Kalau menemukan sih sudah, hanya saja ia belum memberi tanda-tanda akan meminang. Hufftt... Tinggi sekali haluku

          " Ini kita kemana dulu Da? " Mandeh bertanya pada Papa yang sedang menyetir

          " Ya pulanglah "

         " Iiihhhh... Jalan-jalan dulu lah. Iko denai lah rancak-rancak cuma untuak jampuik paja ketek ko? "
( Ini aku sudah cantik-cantik cuma buat jemput anak kecil ini? )

         " Tu kamaa wak lai? " Papa mengurut pelipisnya, pusing mikirin uang yang bakal keluar hari ini ( Trus kita mau kemana lagi?)

          Mandeh itu orangnya ' paraun ' alias suka jalan-jalan. Kalau aja dikurung papa dua hari di rumah, bakal gatel tuh kakinya. Ditambah lagi Mandeh bergabung dengan sebuah organisasi emak-emak sosialita, kalau gak sslah nama forumnya itu 'KOMIMU',  Komisi maMI-mami Muda. Aduhhh... Bikin dompet Papa makin tipis aja.

        " ke bukit tinggi, ka payakumbuah, ka puncak lawang " Mandeh menyerocos menyebutkan semua tempat wisata yang ada di Sumatra Barat

         " Yang, Yuri masih lama disini, jadi kalau mau jalan-jalan kapan-kapan aja yah. Gak harus sekarang " Wah jurus andalan Papa keluar, bikin Mandeh anget-anget dingin disebelahnya

        " Ya. Tapi, nanti lewat padang panjang kan? Singgah sabanta di pasar kulinernyo " Mandeh kembali merajuk. Setidaknya berkurang dari keinginan awalnya

        Saatnya aku beraksi " Pasar kuliener? Mandah udah gendut lho Mandeh. Nanti mirip Ummi bongsornya " Tentu perkataan itu memnacing amarah Mandeh mengingat bentuk tubuh nenekku yang lumayan besar.

         " Bialah, nan Papa kau tetap cinto ka denai, baa kato? " Kalau urusan makan mah Mandeh hak mau ngalah
( Biarin, Papa kamu tetap cinta sama Mandeh, mau apa? )

        " Yahh.. Ingetin aja "

...

       Ternyata kami benar-benar berakhir di asar kuliner yang letaknya di Padang Panjang. Sejauh mata memandang pedagang kaki lima terhampar luas. Mereka berteriak-teriak memanggil pelanggan

          " Masuak lah Adiak, Kakak, Uni, Uda, Amak. Cubolah rotinyo, dijamin lamak "

       Sumpah, aku tergiur dengan semua panggilan mereka, semua makanan tampak memikat sekarang. Tapi kayaknya aku tak bisa makan banyak, karena Mandeh sudah menyiapkan makanan juga dirumah. Mandeh celingak-celinguk mencari santapan.

        " Kau nio sate ndak? " Tanya Mandeh padaku didepan gerobak sate. Asapnya mengudara menusuk hidungku, berlanjut mengguncang perutku. Kuanggukan kepalaku
( Mau sate nggak? )

       " Da satenyo ciek, panuah yo "
( Da satenya satu porsi, penuh )

        " Makan siko atau bungkuih Uni? "
( Makan disini atau bungkus Uni? )

        " Bungkuih Da "
( Bungkus Da )

       Jangan kira kami kesini hanya ketempat pedagang sate. Selanjutnya Mandeh keliling 7 putaran mencari makanan bersama Papa. Ber-renteng-renteng kantong plastik ditangan mereka. Ada seafood bakar, bakso, bakso bakar. Palingan nanti yang abisin makanannya aku kok, jadi ga papa beli banyak-banyak.

Pliss dong vote dan komennya. Biar aku juga makin semangat lanjut ceritanya

A GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang