Seulgi sedari tadi mengkerutkan wajahnya dengan kesal. Pasalnya, teman terbaiknya, Son Seungwan dua jam belakangan ini menampakkan wajah bahagia diluar kewajaran. Ia sudah memperhatikan seungwan yang sangat semangat mencoba berbagai macam gaun pernikahan yang akan dilaksanakan sebentar lagi. Seulgi bisa saja turut bahagia untuk Seungwan. Tapi jika calon suami Seungwan itu bernama Min Yoongi, Seulgi akan menepis jauh-jauh kebahagiaan itu.
“Bagaimana???” Seungwan bertanya, berdiri di hadapan Seulgi, memakai gaunnya yang keempat belas. Berupa gaun strapless dengan terusan mengembang dibawahnya, dihiasi brokat putih sederhana.
Seulgi hanya bergumam, menunjukkan jempol tangannya.
Seungwan mengkerucutkan bibirnya. Kesal dengan respon Seulgi yang selalu sama, ia menutup kembali korden ruangan gantinya untuk mengganti gaunnya lagi.
Seulgi mendesah, melihat Seungwan menutup kordennya. Kemudian berpikir bahwa seharusnya Seungwan tidak merasa sebahagia ini. Seharusnya Seungwan bisa menikah dengan orang yang mencintai Seungwan. Seharusnya Seungwan tidak menikah dengan Min Yoongi.
Seungwan keluar dari tempat ganti, masih cemberut seperti tadi, ia melewati Seulgi, akhirnya memilih gaunnya yang kesembilan. Mengobrol dengan seorang officer wedding organizer yang khusus disewa untuk pernikahan Seungwan.
“Ayo.” Ajak Seungwan, tiba-tiba sudah berdiri di hadapan Seulgi. Seulgi beranjak, menggandeng lengan Seungwan kemudian masuk ke Hyundai Kona Electric milik Seungwan. Seulgi mengendarainya menuju sebuah agen catering yang akan Seungwan gunakan untuk pernikahannya nanti.
Seulgi memperhatikan Seungwan, senyum bahagia yang merekah di wajahnya belum menghilang. Bagaimana matanya berbinar ketika memilih jenis alas meja makan yang akan ia gunakan, serbet makan, bahkan berapa sendok yang sesuai dengan seleranya. Pisau kue, garpu steak, tisu makan, gelas tinggi untuk champagne dan lain sebagainya. Seulgi bersandar di ambang pintu, masih memperhatikan Seungwan dengan senyum bahagianya. Sudah sepuluh jam penuh Seungwan berkeliling mengurus pernikahannya, ia belum makan sejak pagi dan bahkan tak ada sama sekali gurat kelahan di wajahnya.
Seulgi mengerucutkan bibirnya, kemudian merasa bersalah.
Bukan pilihan Seungwan kalau ia harus menikah dengan Min Yoongi. Bukan salah Seungwan kalau ia harus mengurus pernikahan ini. Bukan pilihan Seungwan kalau dia harus bahagia dengan pernikahan ini. Bukan pilihan Seungwan kalau ia harus merasa seantusias ini bahkan hanya untuk memilih mana sendok yang akan tamu-tamunya gunakan di acara pernikahannya nanti.
Bukan salah Seungwan.
Seulgi menghela nafasnya, barangkali untuk kesembilanpuluh kalinya hari itu. Ia menepuk dadanya menenangkan diri, berusaha berdamai dengan hatinya. Kemudian kakinya melangkah mendekati Seungwan yang sedang berdiri di sudut ruangan, memperhatikan hiasan kue pernikahan yang terpampang di etalase kaca.
“Yang warna merah itu bagus.” Ujar Seulgi menyenggol lengan Seungwan.
“Oya??” Seungwan melihat Seulgi, matanya berbinar lagi. Tersenyum senang, kemudian ia berkata, “Baiklah aku akan pilih yang itu.”
.
Seungwan pernah bahagia. Kalau ditanya berapa kali ia pernah bahagia seumur hidupnya, Seungwan akan menjawab, banyak kali. Pernikahan dengan Yoongi yang akan dihelat sebentar lagi adalah salah satunya. Atau, bisa Seungwan anggap, adalah satu yang paling membahagiakannya. Bukan sekedar bahagia, titik. Tapi, sangat-bahagia-tak-terlupakan-akan-selalu-di-kenang-dapat-membuat-jantungmu-meledak-karena-kegembiraan.
Seungwan tersenyum. Untuk kesekian kalinya pagi itu. Matanya berbinar memandang foto prewedding yang menghiasi ujung ruangan persiapannya. Buket bunga baby’s breathe telah digenggamnya. Ia sangat bersyukur, meskipun pernikahan ini bukanlah pernikahan yang direncanakan dan mungkin bukan sepenuhnya keinginan keluarga Min, tapi keluarga Min dan keluarganya mempersiapkan dengan sangat baik. Layaknya pernikahan sesungguhnya. Layaknya pernikahan ini bukan karena keterpaksaan. Layaknya pernikahan ini bukan disebabkan karena uang sepuluh juta dollar.
Seungwan memiliki kesempatan untuk merancang semuanya. Memilih siapa bridesmaid yang akan mendampinginya. Menentukan tempat dimana ia akan melakukan pemberkatan. Menunjuk gedung pernikahan yang ia inginkan. Semuanya begitu sempurna.
Kecuali bahwa calon suaminya tidak mempedulikan pernikahan ini sama sekali.
“Apa yang kau lakukan disini???” suara rendah yang sangat familliar terdengar di telinga Seungwan. Ia menoleh dan mendapati Yoongi yang luar biasa tampan berdiri di ambang pintu.
Seungwan sejenak terpana. Seungwan tahu Yoongi selalu tampan. Tapi tuxedo putih dan setelan putih yang melekat di tubuhnya sekarang mampu membuat Seungwan bersusah payah menelan salivanya. Rambutnya di tata rapi, poninya yang sudah panjang menutupi dahi. Sepatu mengkilat yang sangat maskulin. Serta jangan lupakan mata tajamnya yang bagi Seungwan terlihat sangat menarik.
“Dua puluh menit lagi pemberkatan akan dimulai dan yang kau lakukan disini tersenyum pada foto-foto bodoh di dinding.” Ujar Yoongi berdesis. Ia berjalan masuk, melihat pantulan dirinya di cermin, kemudian melonggarkan dasi pitanya yang dirasa mencekik tenggorokkannya.
Seungwan berdehem. Ia berdiri dengan susah payah karena gaun panjangnya, kemudian mendekati Yoongi yang masih berkutat dengan dasinya. “Mau kubantu?”
“Jangan mendekat.” Balas Yoongi cepat. Ia berbalik ke wajah Seungwan dan mendelik garang kepadanya. “Jangan mendekat. Jangan bicara padaku. Aku tidak membutuhkanmu.” Ujar Yoongi tajam.
Seungwan meneguk salivanya. Ia mundur perlahan, kemudian berbalik hanya untuk mendapati Seulgi yang berdiri di ambang pintu. Membunuh punggung Yoongi dengan tatapan matanya.
“Sejak kapan kau ada disana, Kang Seulgi?” bisik Seungwan menggandeng lengan Seulgi.
“Cukup lama untuk mendengar semua yang Yoongi katakan padamu.” Kata Seulgi merotasikan bola matanya. Ia mendongkol dalam hati, bukan sekali ini saja ia melihat Yoongi memperlakukan Seungwan dengan buruk.
Seulgi memakai gaun putih panjang yang dipersiapkan khusus untuk para bridesmaid. Panjang gaunnya sedikit lebih pendek dari milik Seungwan dan ia sama kesusahannya dengan Seungwan ketika harus berjalan. Datang kemari untuk membantu Seungwan berjalan sama saja useless, tidak berguna. Mereka memegang erat tangan satu sama lain supaya tidak terjatuh. Seharusnya sang calon suamilah yang membantu Seungwan berjalan. Seharusnya.
Seulgi sangsi makhluk es itu mau membantu Seungwan berjalan. Sama seperti hal-hal menyebalkan yang ia lakukan saat persiapan pernikahannya dilakukan. Hal yang dilakukan hanyalah mengabaikan Seungwan, mengumpati Seungwan dan menyakiti hatinya.
Tapi meskipun begitu, respon Seungwan selalu sama.
“Aku tidak apa-apa.” Ujar Seungwan.
Persis. Seperti itulah respon Seungwan di hadapan wajah Seulgi. Berharap bisa menenangkan Seulgi yang ingin menerjang Yoongi dengan umpatan atau mungkin pukulan-pukulan yang sama tak bergunanya.
.
Seulgi tak pernah melihat wajah Seungwan sebahagia ini. Tidak pernah. Sungguh. Bahkan ketika Seungwan dulu pertama kali berhasil mengajak bicara Yoongi, ketika Seungwan berhasil menjadi asisten dosen, ketika Seungwan berhasil lulus dengan predikat cumlaude, ketika Seungwan akhirnya mendapatkan posisi yang diinginkannya.
Mata Seungwan berbinar, memancarkan kegembiraan tiada tara yang bahkan berhasil menularkan kepada semua orang yang memenuhi bangku gereja pagi itu. Seungwan sudah menatap Yoongi dengan penuh cinta sejak ia berjalan dari ujung altar. Dan Seulgi cukup terkejut ketika melihat manusia es yang menunggu Seungwan di altar itu tersenyum. Seulgi ulangi. Tersenyum. Seorang Min Yoongi tersenyum.
“Mereka pasti akan bahagia ‘kan?” Bisik Sooyoung yang duduk disampingnya. Matanya sudah berair karena terharu. Seulgi juga dapat melihat Joohyun serta Yerim yang sama terharunya dengan Sooyoung.
Seulgi tersenyum miring. Berpikir bahwa Yoongi pandai berakting di hadapan semua orang.
Seungwan telah sampai di altar, tuan Son meletakkan tangan Seungwan ke lengan Yoongi. Momen itu sangat sakral dan mengharukan. Seulgi bisa melihat air mata Nyonya Son hampir tumpah dan mata Tuan Son yang berkaca-kaca. Dan juga Yoongi melanjutkan aktingnya untuk tersenyum. Seulgi bisa melihat Seungwan berusaha menahan pekikannya ketika melihat Yoongi tersenyum kearahnya.
Keduanya akhirnya naik ke altar. Berdiri di hadapan seorang pendeta yang tersenyum terharu kearah mereka berdua. Ia mengucapkan beberapa kalimat sambutan serta pengalan-penggalan yang diambil dari injil. Kemudian, ia mengangkat tangannya diatas Yoongi dan Seungwan.
“Saudara Yoongi sekarang ucapkan janji nikah saudara dengan sungguh-sungguh. Dengan kebebasan dan tanpa paksaan.”
“Saya menerima engkau, Son Seungwan menjadi satu-satunya istri dalam pernikahan yang sah, untuk dimiliki dan dipertahankan sejak hari ini dan seterusnya dalam suka dan duka, semasa kelimpahan dan kekurangan. Di waktu sakit dan di waktu sehat, untuk dikasihi dan diperhatikan serta dihargai, sampai kematian memisahkan kita.” Yoongi mampu mengucapkan kalimat itu dengan lancar, selayaknya ia pernah mengucapkan kalimat itu puluhan kali. Tak lupa senyum, yang Seulgi anggap palsu tercetak di wajahnya.
“Saya menerima engkau, Min Yoongi menjadi satu-satunya suami dalam pernikahan yang sah, untuk dimiliki dan dipertahankan sejak hari ini dan seterusnya dalam suka dan duka, semasa kelimpahan dan kekurangan. Di waktu sakit dan di waktu sehat, untuk dikasihi dan diperhatikan serta dihargai, sampai kematian memisahkan kita.” Seungwan tersenyum semakin lebar, air matanya sudah tumpah.
Melihat air mata Seungwan membuat Seulgi merasa sedih, entah karena terharu atau kasian pada Seungwan. Dadanya diliputi sesak dan helaan nafas yang berkali-kali ia lakukan tidak berefek apa-apa. Pada akhirnya Seulgi hanya menangis dalam diam. Sampai Seungwan bertukar cincin dengan Yoongi, sampai mereka berciuman di depan altar, sampai semua orang bersorak untuk mereka berdua. Seulgi belum mampu menghilangkan kesedihannya.
.
.
.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ten Million Dollars
FanfictionMin Yoongi itu kejam. Tapi keluarganya kaya raya. "Seungwan? Kamu punya uang?" Seungwan punya feeling. Ketika ibunya bertanya seperti itu, suatu yang besar akan terjadi padanya. "Ibu butuh berapa?" "Sepuluh juta dollar." . . . . Hello this is padfoo...