Yoongi tak mengira ia bisa beradaptasi dengan sangat cepat dengan adanya Seungwan sebagai sekretarisnya. Ia sudah sangat terbiasa dengan keberadaan Seungwan di depan ruangannya. Sudah terbiasa dengan suara lembut Seungwan yang menyahut lewat interkomnya. Sudah terbiasa dengan Seungwan yang keluar masuk ke ruangannya. Sudah terbiasa dengan rasa kopi yang Seungwan buat sendiri untuknya.
Sudah sepuluh hari berlalu sejak Seungwan bekerja menjadi sekretaris Yoongi. Sudah sepuluh hari juga Yoongi merasa terbantu dengan keberadaan Seungwan. Sudah sepuluh hari juga Yoongi tak henti-hentinya berdecak puas akan kelancaran proses event besar yang akan terjadi dalam hitungan bulan, yang tentu saja, itu semua berkat bantuan Seungwan.
Tepat sehari setelah Seungwan menghubungi Jungkook, laki-laki super sibuk itu menghubungi Seungwan lagi soal pertemuannya dengan Yoongi. Mau tak mau Yoongi merasa sangat berterimakasih pada Seungwan. Kalau tidak melalui Seungwan, Yoongi tak tahu harus menunggu beberapa minggu untuk mencocokkan jadwalnya dengan Jungkook.
"Benar disini?" Yoongi berucap pada Seungwan. Ia berpakaian cukup rapi, sedang duduk dan membaca beberapa file dalam ponselnya, sementara Seungwan duduk di sampingnya.
"Benar." jawab Seungwan. Ia melihat lagi ponselnya, dan menunjukkan chat terakhirnya dengan Jungkook. Memang benar hari ini, jam ini, dan di tempat ini mereka rencananya akan bertemu.
Jam baru menunjukkan pukul sebelas siang dan restoran mewah itu tampak lenggang, hanya ada Yoongi dan dua meja lain yang terisi. Di hadapan Yoongi sudah tersedia masing-masing Jus Orange untuknya dan Seungwan. Yoongi dan Seungwan sudah duduk selama lima belas menit, dan meskipun Jungkook berjanji akan datang pukul sebelas lebih, Yoongi sudah tidak sabar.
"Benar jam sebelas lebih?" ulang Yoongi tak yakin. Ia mengecek rolex yang melingkar di pergelangan tangannya.
Seungwan mengangguk lagi. "Dia tidak memberitahu secara pasti, lebih berapa. Tapi itu bisa jadi pukul sebelas lebih lima puluh Sembilan 'kan, boss?"
Yoongi mengangguk setuju. "Ya, paling tidak ini Jungkook." Kata Yoongi tak menyesal sama sekali. Mungkin waktunya menunggu disini tak sebanding dengan perjanjian dengan Jungkook nanti.
Seungwan mengangguk lagi. Ia kemudian menunduk membaca beberapa kertas yang ia bawa. Sesekali mengecek notifikasi dalam ponselnya, atau melihat grafik dalam i-padnya.
"That's why you brought all that stuffs." Yoongi bergumam, merasa dicurangi.
Seungwan nyengir menanggapi perkataan Yoongi. Ia berucap bangga, "Yes boss. I know this will be a long wait."
Yoongi mengangguk kecil, lalu menampakkan seringainya. Merasa geli karena telah dikalahkan Seungwan. Akhir-akhir ini hubungan mereka berdua bukan seperti boss dan sekertarisnya. Tapi lebih mirip seperti dua karyawan yang bersaing untuk jadi yang terbaik. Seungwan dan Yoongi sama-sama menyibukkan diri dan terkadang memamerkan betapa sibuknya mereka, atau saling mendahului untuk mengetahui hal-hal yang harus mereka ketahui.
Tapi kalau dipikir-pikir lagi, Seungwan lebih ambisius dan garang dibandingkan Yoongi. Bukan sekali ini saja Yoongi melihat Seungwan menyibukkan diri di waktu sebenarnya Seungwan bisa bersantai. Menyalin berkas di jam istirahat misalnya. Atau mengecek file presentasi sembari mengaduk kopi Yoongi. Atau mengangkat telpon dari Yoongi sembari mengatur surat-surat.
Yoongi mengamati Seungwan dengan seksama. Kali ini Seungwan berpenampilan lebih santai dari biasanya. Rambutnya digerai dan dihiasi jepit kecil, blousenya yang bercorak ceria, sepatunya juga, bagaimana Yoongi bisa menyebutnya? Beludru? Dengan tinggi heels lima belas senti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ten Million Dollars
Fiksi PenggemarMin Yoongi itu kejam. Tapi keluarganya kaya raya. "Seungwan? Kamu punya uang?" Seungwan punya feeling. Ketika ibunya bertanya seperti itu, suatu yang besar akan terjadi padanya. "Ibu butuh berapa?" "Sepuluh juta dollar." . . . . Hello this is padfoo...