Chapter 19 Unreasonable Reasons

2.1K 340 232
                                    

Min Yoongi biasanya akan buru-buru bersiap, mandi dan membaca email begitu dia terbangun di pagi hari. Tapi pagi ini berbeda. Yoongi terbangun pukul enam pagi, dan butuh beberapa menit baginya untuk menyadarkan diri. Seperti linglung, ia duduk di tempat tidurnya dan melihat berkeliling; tembok putih, TV layar datar, kaca besar, sinar matahari yang menyeruak lewat jendela. Yoongi memang terbangun di kamarnya yang berada di dalam kantornya. Kamar tersembunyinya. Oh, apakah Yoongi belum pernah mengatakan bahwa Yoongi sekarang lebih sering tidur disini dari pada di rumah?

Yoongi kemudian berpikir lagi. Merasa aneh. Merasa telah melakukan sesuatu yang salah, tapi tak tahu apa. Ia kemudian hanya melamun lagi, mengingat kegiatan apa yang telah dia lakukan kemarin.

Suara ponselnya yang bergetar mendistraksi pikiran Yoongi. Matanya otomatis melihat layar ponselnya yang berkedip. Menyipitkan mata, Yoongi melihat nama 'Wendy' tertera disana.

Yoongi mengerjapkan matanya, tiba-tiba tahu kenapa ia bersikap aneh pagi ini. Ia mengetuk-ngetuk kepalanya, langsung ingat apa yang sudah ia lakukan pada sekretarisnya kemarin. Yoongi mengumpat.

Apa yang dipikirkan Yoongi kemarin??? Yoongi membatin. Mengapa ia membantu Seungwan melepas tali sepatunya? Mengapa ia menggandeng lengan Seungwan saat berjalan ke parkiran kemarin? Mengapa ia menyenderkan kepalanya di kepala Seungwan?

Yoongi mengumpat lagi. "SHIT."

Yoongi kemudian melempar ponselnya dengan asal. Tak peduli dengan pop up yang masuk ke ponselnya. Dadanya tiba-tiba bergemuruh. Menyesal. Membodohi diri sendiri yang bertingkah di luar batas. Yoongi menampar pipinya sendiri.

Setelah bermenit-menit menghabiskan waktu untuk mengumpat, Yoongi akhirnya memutuskan untuk beranjak dari tempat tidur. Ia meraih handuk di balkoni dan memutuskan untuk mandi. Air segar mungkin bisa menjernihkan pikirannya. Yoongi pikir begitu.

Yoongi sudah siap satu jam kemudian. Dia turun ke bagian kafetaria untuk sarapan disana. Kantor masih sepi, dan hanya ada tiga orang yang memenuhi kafetaria itu. Yoongi tidak menikmati sarapan paginya. Pikirannya ternyata masih berkelana pada kejadian kemarin. Dimana Yoongi bersikap aneh pada sekretarisnya. Ia mengumpat, setiap kali gambar dirinya dan Seungwan berangkulan di dalam lift berkelebat di kepalanya.

Tak masuk akal. Yoongi mengerenyit. Bodoh. Umpat Yoongi. Idiot. Ulangnya, dalam pikirannya.

Tapi meskipun Yongi mengulanginya sebanyak ribuan kali, tak akan menghapuskan fakta bahwa Yoongi telah berbuat bodoh pada sekretarisnya. Yoongi sudah berbuat tak masuk akal. Yoongi telah bertindak di luar batas. Menyeret Seungwan pada pergelangan tangannya. Membantunya melepaskan tali sepatu. Merangkulnya di dalam lift. Membantunya berjalan ke mobil.

Semua skinship itu. Yoongi ingin menghapusnya.

Idiot benar.

.

.

.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit ketika Yoongi kembali ke ruangannya. Yoongi menghabiskan waktu perjalanannya dari kafetaria sampai ke kantornya dengan membuat janji pada dirinya sendiri. Janji untuk tidak berbuat aneh-aneh lagi pada sekretarisnya. Yoongi membela dirinya sendiri, bahwa apapun yang telah ia lakukan tak boleh mempengaruhi hubungan kerjanya dengan sekretarisnya. Ia dan sekretarisnya tidak boleh bersikap canggung. Bagaimanapun juga Yoongi membutuhkan sekretaris sampai paling tidak bazaar itu terlaksana. Lebih-lebih, sekarang Yoongi benar-benar sudah cocok dengan Seungwan.

Bunyi dentingan lift menyadarkan Yoongi dari pikirannya. Jam besar di seberang lift sudah menunjukkan pukul delapan kurang sepuluh menit. Seharusnya Seungwan sudah berada di ruangannya. Barangkali sedang membaca surat masuk, merapikan file dalam i-padnya atau ketika sudah mendapati keberadaan Yoongi, akan berdiri dan tersenyum di ambang pintu.

Ten Million DollarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang