BAGIAN 4

70 5 0
                                    

ketika cuaca semakin memanas, matahari sudah berada diposisi 80° dan akan tidak nyaman lagi untuk tetap di tempat yang sama.

satu persatu mereka berpindahan mencari tempat berteduh dan jumlahnya semakin berkurang, mungkin sebentar lagi, satu atau dua jam isi lapangan akan kosong terusir oleh sengatan sinar panasnya matahari yang selalu datang tepat Waktu di jam 12 siang.

"kalau begitu, abang mau ngider dulu ya ke kampus sebelah" kampus sebelah adalah kampus ikip, jaraknya tidak terlampau jauh dari lapangan rektorat, hanya beberapa puluh meter.

sambil merapikan kursi plastiknya, di letakkan di samping rombong. saat berdiri ia mengerang kesakitan,

"aaahhkk", 'abang auf nggak kenapa?" sedikit kawatir saat mendengar dia berteriak lirih

"nggak kenapa, biasa kalau kelamaan duduk kayak gini", ujarnya sambil tersenyum tipis melihat jumlah bakpaunya yang sudah lumayan berkurang,

"oia 5.000 ya bang", ucap hasan

"enggih" disautnya dengan kata sopan ala lombok. diambilnya uang dalam tas selempang yang berada di pinggang kiri,

"astaga uangku" berucapnya dengan pelan, sambil menepuk kepala dengan kedua tangan, segera ditaruh tas di kedua pahanya lalu duduk di tepian terotoar lapangan yang berwarna putih hitam seperti corak warna ular weling.

di cek Kembali semuanya, dikeluarkan beberapa buku kecil, lalu di sela-sela dipastikan semuanya tidak ada yang terselip, kemudian uang di hitung kembali satu persatu.

dari 46.500 hanya tersisa 26.500, terpintas di ingatannya kembali di saat dia menghitung uang di belakang truk, lepas di tangannya selembaran uang terbawa angin yang dikira hanya pecahan 2000 tapi jumlah satuan terbanyak diantara samua uang yang dihitungnya, 20.000 itulah yang di cari.

mata bang auf yang sedikit penasaran berhasil menembus dinding kaca rombongnya, ia pura-pura pelan-pelan mengelap kaca yang sudah bersih sambil menunggu bayaran bakpaunya.

matanya tertuju padanya hasan, pria yang baru di kenal dan tiba-tiba raut mukanya kebingungan yang mulai gelisah, dalam hati berujar

"Aneh"

"bang ini saya bayar" disodorkan uang 5000

"nggak usah, simpan sudah uangnya", sambil mendorong pelan tangan hasan

"jangan bang, abangkan jualan"

"uang 5000 nggak akan buat saya miskin koq" sambil tersenyum tipis dan mulai melanjutkan jalannya,

"Assalamualaikum" ujar Bang Auf itu,

Hasan Takjub, biasanya kalimat ini hanya terdengar saat keluar dan masuk rumah,

"sudah lama sekali tidak mendengar kata Assalamualaikum ini di jalan" ujarnya dalam hati.

arah mata hasan terus tertuju pada bang auf,
langkah kakinya terlihat sangat berat, sepeda ontel dengan rombong kecil tidak diayuh dengan kaki ternyata, hanya di dorong setapak demi setapak saja.

hatinya tersentuh oleh kaki yang pincang saat mendorong ontel dan kenikmatan kalimat tuhan "assalamualaikum" yang baru di ucap olehnya.

hanya berjarak sekitar 100m sudah terengos-engos lalu diturunkan lagi kursi dan duduk kembali beberapa saat, sambil menjadi penyanggah, menopang ontelnya, menarik nafas yang panjang lalu pergi lagi. hasan menundukkan pandangannya lalu berkata dalam hati

"Banyak juga yang lebih susah dariku, Waalaikumsallam warahmatullahi wabarakatu", jawabnya.

semuanya di mulai dengan tiba-tiba sejak dari keberangkatan terminal arjosia bertemu dengan pak Rasulung, bang halid dan pak mahfud sampai abang auf si penjual bakipau yang pincang dengan sepeda ontelnya.

seperti sudah tersetting sempurna oleh sutradara dalam merangkai film drama, penuh dengan pelajaran dan makna hidup, ia termenung di teras mushollah kampus, sambil menikmati bakpau yang disisakan satu buah di dalam tasnya dan sebotoI air mineral brand lombok merk narmada berukuran 1500ml, yang banyak di Jual diwarung pinggir jalan dengan sejumlah uang perjalanan yang hanya tinggal 22 ,500 dan sejumlah uang persiapan kuliah yang masih tersegel utuh di amplop berwarna putih dibaringkan badannya, menengadah dan berfikir lebih keras dari biasanya,' 2.2 500 ini akan segera habis, sukur perlengkapan sudah ku persiapkan Jauh hari, tinggal menyerahkan berkas lni besok pagi.

kalaupun tidak akan di terima di undram mungkin aku akan bekerja disini dan menunggu tahun depan, tapi masalahnya! aku harus tinggal dimana,? tidak mungkin aku terus-terusan tidur di pinggir jalan." ujarnya dalam hati merasa bimbang di ambilnya di dalam tasnya
amplop berwarna putih yang masih tersegel utuh,
uang persiapan kuliah yang sudah lama di kumpulkan dan akan menjadi moment bahagia jika sudah terpakai sebagaimana rencana awalnya. di pegangnya di tangan kanan sambil menepuk-nepuk ketangan kirinya lalu diletakkan di dada dan menindih kedua tangan di atasnya,

"mungkin ini akan ku pakai sedikit untuk biaya kos disini." tiba-tiba bayangan bang Auf muncul di pikirannya, langsung duduk seketika, di ubah posisi terlentangnya di keramik teras mushollah yang dingin,

"ohh iya ya bang auf,? kenapa tadi nggak sekalian saja, aku tanyain dia ngekos Sama siapa, barang kali saja dia mau mengekos berdua denganku? nahh, besok saja aku cari di tempat tadi." ujarnya dalam hati sambil berharap penuh.

(Klik ☆ untuk suka)

Next..

JADIKAN MAHAR KITAB KUNING KUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang