[18] : Mahesa atau Pramoedya?

11 0 0
                                    

"Lo gila?" Jihan menatap Elok tidak percaya. Elok sudah menceritakan semuanya kepada Jihan.

"Biarin. Daripada gue nungguin doi yang nggak peka." Elok memutar bola matanya.

Jihan geleng-geleng kepala. Tidak menyangka dengan apa yang diceritakan sahabatnya barusan.

"Eh tapi dia asik tauk." Elok tersenyum.

"Gantengan mana sama Pram?"

"Alah dia nggak kalah ganteng kok. Malah asikan dia daripada Pram."

"Jadi kapan nih mau dikenalin ke gue?"

Elok berpikir. "Nanti malem gue mau makan malem sih sama dia. Lo mau ikut?"

"Ah ntar ganggu lagi."

"Serius. Nanti gue bilang ke dia kalo gue ajak temen."

"Nggak usah deh. Lain kali aja. Nggak enak gue."

Elok terkekeh. "Lo kaya sama siapa aja."

Jihan ikut terkekeh. "Sahabat gue udah punya pacar. Move on nih dari Pram?" Menggoda Elok merupakan rutinitasnya. Tidak pernah terlewatkan sehari saja tidak menggoda Elok. Seolah itu sudah menjadi kebiasaannya.

"Iya nih. Gue mau move on." Elok pura-pura sedih.

Jihan sudah selesai membereskan buku-bukunya. Ia lantas menggendong tas ranselnya.

"Semoga berhasil. Have fun buat nanti malem. Gue duluan ya?"

"Buru-buru amat, Han. Udah ditungguin sama Rino ya?"

Jihan tersipu malu. "Apasih."

"Nggak usah malu-malu lah." Elok menggoda Jihan. Mungkin akan menjadi kebiasaannya juga untuk menggoda Jihan. Balas dendam? Bisa jadi.

Elok melangkahkan kakinya keluar dari area sekolah. Ia mendudukkan bokongnya dihalte depan sekolah. Ia membuka ponselnya sekedar menghilangkan jenuh sambil menunggu angkutan umum.

Motor ninja merah berhenti tepat dihadapannya. Sang pemilik membuka helm full facenya. "Bareng gue yuk?"

"Hahh?" Elok melongo. Tidak menyangka sosok itu adalah Pram, Mahesa Pramoedya.

"Kaya ketemu setan aja." Pram terkekeh.

"Gue nunggu angkutan umum aja deh, Pram." Elok ditempatnya grusah-grusuh. Antara malu, canggung, senang, campur menjadi satu.

"Ayolah. Gue mau ajak lo mampir ke suatu tempat. Bentar aja kok." Pram menampilkan pupy eyesnya.

Elok menahan senyum. Gagal sudah untuk move-on dari Pramoedya. Lelaki yang disukainya sejak awal mengikuti masa orientasi siswa.
"Kemana?"

"Ke suatu tempat."

"Iya. Tapi kemana?"

"Kalo dikasih tau bukan surprise dong." Pram tersenyum lebar.

Elok berdiri. Ia bingung. Disatu sisi ia mau, tapi disisi lain ia memikirkan Mahesa. Biar bagaimanapun sekarang ia punya hati yang harus ia jaga.

Setelah memikirkannya. Ia memutuskan untuk mengiyakan ajakan Pram.

Pram tersenyum lebar. "Hati-hati naiknya."

"Iya." Elok mati-matian untuk tidak tersenyum.

Pram melajukan motornya membelah ibukota.
Dibalik helm full facenya, ia tersenyum. Tipis, sangat tipis.

Selama perjalanan tidak ada percakapan diantara keduanya. Mereka saling diam. Pram mengurangi kecepatannya dan berhenti dipinggir sebuah danau.

Elok duduk beralaskan rerumputan hijau.

"Ini tempat favorit gue, kalo gue sedih gue pasti kesini." Pram mendudukkan bokongnya disamping Elok.

Elok menatap Pram. "Lo lagi sedih?"

"Enggak. Malah gue lagi bahagia."

"Kenapa?"

"Karena disamping gue ada bidadari."

Elok speechless. Sosok Pramoedya yang terlihat cuek bisa se-alay ini dihadapannya. Ia tidak bisa menahan senyumnya.

"Tau nggak? Lo cewek pertama yang gue ajak kesini."

Elok tersenyum tipis. "Masa sih? Temen cewek lo, atau mungkin pacar lo?"

Pram tertawa. "Gue belum pernah punya pacar sebelumnya."

"Belum pernah pacaran? Padahal kan lo gant-- ehh." Elok menutup mulut dengan telapak tangannya.

"Kenapa? Gue emang ganteng kali." Pram terbahak.

"Percaya diri banget lo." Elok terkekeh pelan.

"Lo juga cantik kok."

"Ih apaan sih, Pram?" Bisa dipastikan kalau saat ini pasti pipi Elok sudah bersemu merah.

"Gantian dong. Kan tadi lo udah muji gue ganteng."

"Enggak ihh.." Elok malu.

"Iya."

"Enggak."

"Yaudah anggep aja hadiah dari gue karena lo udah mau temenin gue kesini."

Elok tersenyum lebar. "Lo cantik kalo senyum." Ia bahagia. Namun, ia teringat akan kekasihnya.
Mahesa atau Pramoedya?
.
.
.

****

Secret Admirer√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang