"Tumben lo ngajakin gue lari pagi, No? Biasanya hari Minggu jam segini lo masih ngorok." Tanya Pram sambil menyelonjorkan kakinya diatas rerumputan. Napasnya ngos-ngosan.
Rino meneguk air dingin yang tadi dibelinya dari seorang anak kecil yang berjualan keliling di taman kota, sebelum menjawab pertanyaan sahabatnya. "Kebetulan hari ini gue bangun pagi, makanya gue ajak lo karena gue yakin lo pasti udah bangun." Rino menyiramkan air dingin ke wajahnya sebelum melanjutkan kembali kata-katanya. "Dan bener kan dugaan gue, lo udah bangun." Lanjut Rino.
Pram tidak membalas. Ia mengedarkan pandangannya dan terkunci pada gadis yang disukainya sedang duduk di sebuah kursi sambil memainkan ponselnya.
"Coba lo lihat itu." Katanya pada Rino yang kemudian dibalas cibiran. "Elok lagi." Rino berdecak sebal.
"Gue nyamperin kesana deh, mumpung dia sendirian." Pram bangkit berdiri dan bergerak menuju kearah Elok.
"Mending gue pulang orang disini cuma ada doinya Pram." Gumam Rino sebelum bangkit berdiri meninggalkan taman.
Elok menoleh ketika menyadari ada seseorang yang duduk disebelahnya. Ia mengerutkan kening memastikan yang dilihatnya tidak salah.
"Hai.""H-hai." Elok gugup.
"Tumben nggak sama temen lo yang pecicilan itu."
"Jihan maksud lo? Dia asik tau."
"Pecicilan gitu."
Hening. Elok tidak tau harus menjawab apa.
"Gue minta nomor hp lo dong." Pram menyerahkan ponselnya ke hadapan Elok. Tidak dapat dipungkiri bahwa ia gugup kali ini. Namun, ia sudah memikirkan matang-matang untuk melangkah maju mendekati Elok. Meski pelan seperti jalannya siput, setidaknya pelan tapi pasti.
Elok bingung. Ia teringat dengan Pram yang sampai saat ini belum menghubunginya atau hanya sekedar mengirim pesan padanya. "Emang lo belum punya nomor hp gue?" Elok bertanya dan dibalas gelengan kepala oleh Pram.
"Gue kan belum pernah minta ke lo." Lanjut Pram yang membuat Elok membeku ditempat.
"Bukannya lo nyuruh Rino buat minta nomor hp gue ke Jihan, ya?."
"Gue? Nyuruh Rino? Nggak pernah gue."
"Berarti gue dibohongin dong sama Jihan." Elok kesal dengan Jihan.
"Yaudah ini dikasih nggak nih, pegel tangan gue." Pram menggoyang-goyangkan tangannya yang belum berpindah dari hadapan Elok.
Elok menerima meski ragu-ragu. Ia gugup. Ia mengetikkan nomor handphonenya dan mengembalikan kepada pemiliknya.
"Thanks. Gue duluan, nanti gue chat." Pram beranjak dari duduknya tidak lupa menunjukkan senyumnya.
"Oke." Elok bingung. Antara kesal karena merasa dibohongi Jihan, atau malah senang karena Pram meminta nomornya secara langsung pada dirinya. Ia melebarkan senyumnya.
"Awas lo, Jihan."
Elok bangkit berdiri. Ia akan menemui Jihan kerumahnya saat ini juga untuk menuntut penjelasan kepadanya.
Elok menghampiri Jihan saat dilihatnya sedang menyelonjorkan kaki diruang tamu tidak lupa dengan ponsel ditangannya. Ia langsung duduk didepan Jihan.
Jihan menyadari kedatangan sahabatnya.
"Kusut banget muka lo?""Emang!" Elok menjawab ketus.
"Kenapa sih lo?"
"Kepo!"
"Ketus banget sama gue." Jihan menyilangkan kakinya diatas kursi.
"Lo bohongin gue kan?!"
"Bohongin apaan?" Jihan bingung, ia menaikkan sebelah alisnya.
"Itu, soal Pram yang nyuruh Rino buat minta nomor gue!"
"Apaan sih lo. Beneran kali."
"Nggak, orang gue baru aja nanya sama Pram!" Elok melirik Jihan malas.
"Lo ketemu Pram dimana? Lagian bisa aja kan kalo Pram malu buat ngakuin."
"Orang dia tadi minta nomor gue!"
"Maksud lo gimana sih? Lo jelasin deh, nggak usah ketus gitu sama gue." Jihan memutar bola matanya.
"Gue ketemu Pram ditaman kota. Dia nyamperin gue dan minta nomor gue. Pas gue tanya soal itu, dia bilang nggak pernah nyuruh Rino buat minta nomor gue ke lo." Elok menjelaskan kepada Jihan. Nada ketusnya perlahan-lahan hilang.
"Kali ini gue nggak bohong. Dia itu nyamperin gue minta nomor lo. Kan lo juga lihat sendiri kalo dia nyamperin gue."
"Tapi Pram bilangnya nggak nyuruh si Rino, Han." Elok bingung, tatapan Jihan tidak menunjukkan kalo dia sedang berbohong. Sepertinya.
"Gini aja, besok pas mereka di kantin kita samperin. Kita tanyain biar semuanya jelas dan lo nggak nuduh gue bohong."
"Biasanya lo juga suka bohong."
"Kali ini gue nggak bohong." Jihan geram.
"Dasar Pram. Nggak gentle banget pake nggak mau ngaku." Jihan mendadak gondok.Elok hanya mengendikkan bahunya pertanda tidak tahu.
"Jihan ngotot banget nggak mau disalahin. Apa jangan-jangan emang Pram yang nggak mau ngaku?"
.
.
.****
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer√
Cerita PendekBagaimana rasanya pura-pura tidak suka padahal dalam hati cinta? © 2019 by Murwaningsih