Chapter 7 (Avora)

36 11 0
                                    

Pagi ini mama membangunkanku dengan tergesa-gesa karena harus pergi ke luar negeri, dan berjanji akan pulang tepat pada hari ulang tahunku yang tinggal beberapa hari lagi. Saat aku bertanya mengapa mendadak, mama hanya memberikan jawaban jika ada hal penting yang harus diseleseikan. Aku agak kecewa dengan jawaban mama, dan bertambah bingung dengan pernyataan mama bahwa selama mama pergi akan ada seorang gadis yang usianya beberapa tahun lebih tua dariku datang untuk menjagaku.

"Namanya Avora, dia gadis yang sangat baik Daria, mama yakin kalian akan bisa cepat akrab"

ujar mama sambil mencium keningku. Sebelum aku bertanya lebih jauh mama sudah menarik handle koper diiringi suara sepatu high heel yang cukup tinggi menuju ke arah pintu apartemen.

"hati – hati maaa, aku selalu menunggu mama disini", kupeluk mama sebelum masuk lift.

"Mama tahu, banyak pertanyaan dalam benakmu dan mama yakin waktu adalah sahabat yang sangat bijaksana dalam membantu manusia untuk belajar tentang teka-teki kehidupan, Daria Sayang".

Kata-kata mama sangat menyejukkan hatiku, kemudian dia melangkah masuk kedalam lift dan memberikan kecupan jauh kepadaku sebelum pintu lif itu tertutup.

Tap..tap ..tap

Aku segera berlari ke arah beranda untuk melihat mama sekali lagi, hingga keluar dari gedung apartemen dan lenyap bersama taxi yang ditumpanginya. Mamaku Dia selalu tampil cantik dan menawan, berbadan tegap, ramping dan penuh pesona. Lalu pertanyaan demi pertanyaan mulai mampir ke kepalaku, dan mulai membayangkan sosok papaku yang beruntung mendapatkannya.

"Aku yakin papaku pasti sangat tampan dan tangguh"

aku bicara sendiri dengan hati bahagia bila ingat sosok laki-laki yang tak pernah ku temui. Tapi mama jarang membicarakan tentang papa, dan keluarga yang lain. Dia selalu menghindar dan mengganti topik pembicaraan jika aku mulai membuka pertanyaan seputar keluarga, namun dia pernah menggambarkan bahwa papa tampan seperti pangeran, berkulit putih dan berambut hitam legam panjang, dengan wajah berbentuk hati dan bermata dalam.

Air mataku menetes jika aku membayangkan sosok itu, kupandangi langit pagi yang cerah dari beranda apartemen, sambil membayangkan sosok papa sedang memelukku.

Ting tong....

Ting tong..

Suara bel pintu menyadarkanku dari lamunan, ku putar tubuhku dan siap melangkah menuju pintu apartemen,

Namun...

Sebelum aku beranjak aku merasakan beranda ini seolah- olah penuh dengan bunga dan terasa seperti sebuah balkon besar. Lalu tiba-tiba tubuhku kaku dan kulihat aku berdiri ditengah-tengah balkon besar dengan kerumunan orang-orang dibawah bergemuruh riuh sambil bertepuk tangan. Kemudian kulihat sosok sepasang pengantin berjalan menembus tubuhku ketika aku membalikan badan, mereka melangkah berjalan menuju bibir balkon dan melambai bahagia dan menyapa kerumunan orang-orang dibawah balkon.

Aku melangkah lebih dekat kearah pengantin itu, namun tubuhku hanya menembus bayangan kosong, lalu kurasakan tubuhku serasa melayang,

tiba-tiba ...

Kurasakan sepasang tangan menarik tubuhku dengan keras dan kusadari tubuhku sudah tergantung dengan posisi kepala menghadap kebawah. Jantungku berdegup kencang, dan kepanikan mulai menyerangku, ingin rasanya berteriak minta tolong namun kutekan rasa itu, jika teringat nasehat mama untuk tidak boleh berteriak. Kulihat seorang gadis yang sangat cantik memegang kakiku ketika aku mendongakkan kepala keatas, kemudian berusaha menarikku dengan susah payah.

"bagaimana mungkin aku bisa tergantung seperti tadi, dan jika tidak ada dia aku pasti sudah jatuh dan entahlah..." , ucapku dalam hati sambil berusaha mengatur nafas dan mengembalikan keseimbangan diriku sendiri.

"Jangan membiarkan pintu apartemen tidak terkunci dan pintu kamar terbuka, kenalkan namaku Avora aku ditugaskan untuk menjagamu selama mamamu bepergian", bibirnya tersenyum sambil menyodorkan tangannya untuk berkenalan.

"Daria, senang berkenalan denganmu", jawabku dengan agak ragu, sekilas aku melihat pergelangan tangannya memiliki tato yang sama seperti yang dimiliki mama, sebuah gambar pedang dengan sebuah bintang diatas mata pedangnya.

Lalu kami sama-sama melangkah masuk ke dalam apartemen setelah aku tutup pintu beranda. Pagi itu kami bercakap-cakap cukup lama dan Avora adalah gadis yang sangat ramah dan cantik. Rambutnya pendek sebahu dengan warna hitam legam, dan matanya yang sebiru laut terlihat berkilau dengan kulitnya yang putih merahmuda.

Usianya 21 tahun, itu berarti 3 tahun lebih tua dariku dan dia membawa sebuah pedang berbentuk mirip samurai yang terbungkus kain hitam. Aku mulai mengoreksi ucapan mama yang menyebut Avora "gadis ", karena sebutan wanita muda lebih sesuai untuknya, meskipun wajahnya terlihat seperti seorang gadis.

Aku memutuskan untuk keluar menemui Leon siang ini dan Avora memaksa untuk tetap bersamaku kemanapun aku pergi, karena dia sudah berjanji kepada mama akan melindungiku setiap saat. Sejujurnya aku agak keberatan jika bersama dia, itu artinya aku tidak bisa memiliki kebebasan untuk bercengkerama dengan Leon.

Ketika sampai di lobi aku melangkah perlahan menuju Pot tua dekat meja lobi, untuk melihat tempat terakhir kali aku meninggalkan kunci kamarku yaitu di atas rumah lebah. Jantungku berdegup dan tanganku gemetar saat mengambil rumah lebah yang sudah kering hitam dengan semua lebah yang juga mati kering. Mataku berkaca-kaca penuh rasa iba melihat pemandangan itu, sekarang aku memahami mengapa kunci itu kunci kehidupan. Kupegang erat kunci kamarku kemudian membungkusnya dengan kain berwarna putih. Avora hanya menatapku dengan penuh simpati dari belakang kemudian tertunduk saat aku mulai menatap matanya lebih dalam.

Avora mengikutiku seperti seorang bodyguard yang membuatku agak risih karena semua orang melihat kami seperti orang-orang aneh. Beberapa saat kemudian dia mulai berjalan disampingku setelah aku memohon dengan halus untuk tidak berjalan dibelakangku .

Hatiku berbunga-bunga saat aku lihat sosok maskulin diseberang jalan duduk dibangku panjang dan melambaikan tangannya kepadaku. Seperti biasa dia terlihat segar dan ramah dengan senyum yang membuat hatiku selalu meleleh seperti lilin yang terkena api. Setengah mati aku ingin menertawakan diriku sendiri, melihat sikapku setiap bertemu dengan Leon.

Sekilas aku melihat Leon menatap Avora begitupun sebaliknya, lalu aku memperkenalkan Leon kepada Avora diikuti dengan tangan mereka yang saling berjabat tangan. Rasa tidak nyaman sangat tampak di wajah Avora, kemudian dia memilih untuk berdiri agak jauh dari kami, bahkan dia enggan berjalan disebelahku saat kami memutuskan untuk pergi ke taman terdekat.

Saat melewati sebuah gedung tua tiba-tiba sebuah pot besar jatuh dari atas menuju kearahku, kemudian kejadian yang sangat cepat itu membuatku semakin merasa bahwa aku adalah orang yang penuh dengan misteri besar, dan kejadian demi kejadian seperti teka-teki yang akan membawaku kepada peristiwa besar.

tiba-tiba....

Trangggggggggggggg

Brrrruuukkkkk

Suara pedang Avora memecah pot dan membuat isinya bertebaran diatas paving jalan, lalu beberapa saat kemudian aku menyadari aku sudah berada dalam gendongan Leon. Seolah menyatakan kelegaanya melihatku selamat kemudian dia memelukku dengan erat usai menatapku, Darahku berdesir ketika tubuh kami sangat dekat dengan aroma tubuhnya memenuhi hidungku, entah mengapa aku merasa sangat aman saat didekatnya.

Lima puluh meter dari tempat kami, Avora berdiri sambil menatap aku dan Leon cukup lama lalu beberapa saat kemudian berpaling sambil menyarungkan pedangnnya, Sekilas aku bisa membaca kesedihan diwajahnya.

"Ada apa dengan Avora, dan bagaimana cara Leon membawaku sejauh 50 meter dari tempat terakhir kami berjalan tanpa aku sadari"?, hatiku dipenuhi segudang pertanyaan.

"Siapakah Leon, apakah dia memiliki hubungan dengan Avora"?

Keningku berkerut dan entah mengapa hatiku terluka dan terasa pilu ketika memikirkan hal itu.

Beranda Apartemen 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang