Ku tutup buku catatanku dan berjalan keluar apartemen setelah berbincang-bincang dengan resepsionis. Namun langkahku terhenti, saat kulihat pot bunga besar di dekat pintu masuk. Tanah dalam pot itu kering tandus dengan tanaman yang tidak jauh beda keadaanya. kemarin tanaman dalam pot itu sangat segar dengan bunga-bunga dan daunnya yang hijau. sekarang tanaman itu kering seperti sudah berbulan- bulan tidak disiram, hanya tersisa beberapa helai daun yang sudah menunggu untuk gugur.
kemudian kulihat mama sedang bercakap-cakap dengan seorang gadis yang cukup cantik. sepertinya mereka terlibat percakapan yang sangat serius.
"sedang apa mama di cafe seberang dan siapa gadis cantik itu". berjuta tanya memenuhi benakku. Aku bersiap-siap untuk menyeberang ketika sebuah mobil dengan kecepatan yang tinggi menuju kearahku, sebelum aku sempat berteriak tiba-tiba sepasang tangan yang sangat kokoh menarikku, dan kepalaku membentur dada orang itu cukup keras.
"Perhatikan langkahmu", Sepertinya aku mengenal suara itu, itu adalah suara Leon. Kuangkat wajahku dan terlihat sosok wajah rupawan sedang menatap seberang jalan.
"Ha ha hai, Le le leon apa kabar, terima kasih sudah menyelamatkanku, aku menarik diri dari pelukannya. Jujur aku sangat senang bertemu dengannya, dan entah mengapa aku merasa aman didekatnya.
Senyumnya melelehkan hatiku, meninggalkan sipu merah dipipi.
"iiiiiihhhhh, ada apa denganku ini aku merasakan darahku berdesir". Aku merasa malu didepan Leon dan tiba-tiba terjangkit penyakit gagap.
"Would you like to have a coffee with me?", Leon menyadarkanku dari lamunan.
"Yyyyyeeees, su su sure", aku merasa sangat malu dengan jawaban yang baru saja kuberikan, saat aku mengingat kata-kata mama jadi cewek harus bisa sedikit jual mahal. Aku tersenyum sendiri menyadari kekonyolanku.
Beberapa menit kemudian kami sudah menikmati kopi bersama, dan tidak membutuhkan waktu lama untuk kami saling mengenal. Leon adalah pribadi yang sangat humble (Rendah hati) dan berkarakter. Sekilas aku merasa wajahnya tidak asing dan mirip dengan seseorang.
Semakin hari aku semakin dekat dengan Leon, dan aku merasa dia menyukaiku. Sering aku mendengar dia mengucapkan kata-kata yang hampir sama seperti mama dan beberapa kali aku mengeluh dengan cara berpakaianya , yang selalu berjaket dan memakai lengan panjang.
Tujuh hari sebelum hari ulang tahunku, mama terlihat sangat sibuk dan jarang dirumah, sesekali dia sibuk menerima dan menelepon seseorang dengan rasa cemas dan penuh keseriusan. Kesepian yang berlebihan sering aku rasakan di tahun-tahun sebelumnya saat mama dalam kondisi seperti itu, namun entah mengapa aku tidak merasakannya setelah kehadiran Leon. Leon selalu ada mengisi celah kosong didalam hatiku hampir setiap waktu dia tidak pernah absen memonitor kondisiku.
"Sepertinya kamu menemukan body guard baru", canda mama suatu pagi.
"Darimana mama tahu?", penasaran menghampiriku dengan pernyataan mama.
"Sayang, I've been young like you", Jawaban mama membuatku tersipu malu, dan akupun berjanji akan memperkenalkan kepada mama pada saatnya nanti.
Sudah menjelang larut malam aku berjalan dengan tergesa-gesa menuju apartemen, waktu selalu berjalan dengan cepat bila aku habiskan diperpustakaan. Langkahku terhenti saat hawa dingin melewatiku, kuberanikan diri melihat keatas ke arah beranda apartemenku dan sebuah bayangan hitam berkelebat lalu berdiri dibelakang teleskop. Matanya putih pucat menatapku tajam, rambutnya hitam panjang samar dan badanya kurus kering telanjang. Jari-jarinya terlihat panjang dan runcing dan bersinar keperakan kemudian dia menunjuk ke arahku dengan senyuman seperti seringai serigala.
lalu tiba-tiba ..
Prankkkkkkkkkkkkkkkk
Bruuuuakkkkkkkkk
Aku berlari menjauh menghindari sesuatu yang jatuh dari atas, dimana aku sudah tahu bahwa sesuatu itu adalah teleskop ku. Aku berusaha menahan mulut untuk tidak berteriak dan mataku berlinang, saat teringat bahwa itu adalah hadiah teleskop pertama dari mama.
"Halooooo, Dariaaaaaa", tiba-tiba sebuah suara berbisik ditelingaku, hawa dingin sedikit demi sedikit mulai mengelilingiku. Aku diam terpaku dan tidak bisa bergerak, rasa takut dan ngeri menggerayangiku perlahan-lahan.
"Kamu tahu, wanita yang kau anggap ibu adalah penipu yang sangat ulung, karena dia bisa membuatmu pecaya bahwa kau adalah anaknnya hingga saat ini", terlihat seringai yang menakutkan saat dia mengakhiri ucapanya. Kututup mataku karena terlalu takut untuk melihat sosoknya.
"Aku tidak percaya kepadamu" jawabku dengan gemetar dan gugup.
"Kau tidak perlu mempercayaiku, yang kamu perlukan hanya meragukan siapa sebenarnya ibumu dan satu lagi aku senang saat kamu ketakukan dan ingin berteriak, hihihi....", suaranya menggema dan memekikkan telinga dengan nafas yang sangat menjijikkan. Gaun kunonya melambai indah namun mencekam saat dia berpaling cepat dan perlahan lahan menjauh.
Blassssttttttttt
Taaaaappppp
Sebuah cahaya putih berkelebat dan kulihat suasana sekeliling kembali normal. Aku hanya terpaku dan menarik nafas panjang setelah dia menghilang, kulihat para security ramai membersihkan serpihan teleskop yang tercecer berserakan.
Aku melangkah masuk menuju apartemen dan melihat rumah lebah yang tidak begitu besar bergantung di belakang pot besar tua dekat meja lobi. Ku letakkan kunci kamarku perlahan-lahan diatasnya lalu aku melangkah mundur perlahan-lahan.
"Mari kita lihat apa yang terjadi" ucapku dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beranda Apartemen 3
Terror"AAAAKHHHH". Tanganku gemetar, jantungku berdegup kencang, sesaat setelah tubuhku terjerembab di pojok beranda, tidak percaya dengan sosok yang baru saja kulihat. Kuberanikan diri menuju teleskop untuk melihat kembali makhluk mengerikan yang beberap...