chapter 9 (Kejadian-kejadian)

22 4 0
                                    


Aku memutuskan untuk kembali ke apartemen dan Leon memohon untuk mengantarkan kami. akupun hanya mengangguk. kamipun pulang bersama menuju apartemen.

diperjalanan aku melihat seorang ibu sedang mendorong kereta bayi, sekilas kulihat sosok mungil yang sangat lucu membuatku tidak dapat menahan ingin menyentuhnya.

Tiba-tiba 

"DUUKKKKKK"

Kakiku terantuk gundukan jalan yang tidak rata

"TIDAKKKKKKKKKK"

Tanganku berusaha untuk meraih kunci yang melayang keluar dari tas kecilku yang siap mendarat diatas kereta bayi yang didorong oleh wanita itu.

namun....

terlambat kunci apartemenku sudah jatuh tepat diatas kereta bayi kemudian tergelincir turun perlahan - lahan setelah berhenti sesaat, menuju kebagian dalam kereta bayi. Aku menjerit histeris..

" AAAAAAAAAAAAAAAAAAA, JANGANNNNNNNNN"

Kemudian...

"pluk" 

dengan sigap sebuah telapak tangan menangkap dan menggenggam kunci itu dengan tangan telanjangnya, lalu wanita yang mendorong kereta bayi itu tersenyum kepadaku, Avora yang melihat hal tersebut segera menebas tangan wanita itu. Aku memejamkan mata sambil memekik ketakutan karena tahu apa yang akan terjadi.

Dan..

"Zrratttttttttt"

Darah segar seketika muncrat diikuti dengan teriakan histeris dari orang-orang, kemudian Avora segera membalut potongan tangan itu dengan kain hitam pedangnya. Dia melakukannya dengan kecepatan yang tidak dapat ditangkap dengan mata telanjang. 

Saat aku membuka mata ternyata aku sudah berada diatas beranda apartemenku dengan Leon dan Avora yang menatapku tanpa berkata-kata. Avora membuka bungkusan kain hitam yang berisi potongan tangan, dan pemandangan itu sungguh mengerikan serta membuatku bergidik ngeri, tiba-tiba aku ingin menjerit namun Leon segera memelukku. Aku menangis terisak dan menyadari bahwa aku tidak boleh berteriak di sekitar arpatemenku.

Potongan tangan wanita itu menghitam seperti arang dengan daging yang hampir terkikis habis, disekitar telapak tangan dan jari-jarinya. Tulang dari jari-jari tangan itu juga mulai kering menghitam.

"kamu harus segera mengambilnya, karena kami tidak bisa bersentuhan langsung dengan kunci ini"

Suara Avora menyadarkanku, perlahan-lahan aku mengambilnya dan membungkusnya dengan kain putih yang biasa aku gunakan agar tidak dapat bersentuhan langsung dengan maklhuk hidup selain aku. Mataku menatap kunci itu dan tiba-tiba kurasakan kebencian yang teramat sangat di dalam hatiku.

"Daria, apakah kamu baik-baik saja?"

Leon memegang telapak tangan kiriku.

"iya, aku baik-baik saja, aku ingin turun karena pintu beranda aku tutup dari dalam"

Lalu Leon menggendongku turun dari beranda, diikuti dengan Avora. Sesampainya di lantai dasar aku menyuruh Leon untuk pulang dan berjanji akan menemuinya 2 hari lagi di perpustakaan.

Aku melangkah kedalam gedung apartemen, kemudian menuju meja resepsionis dan mengambil sebuahkertas catatan dari mereka. Segera aku lipat kertas catatan itu lalu aku masukkan kedalam tas.  Aku menoleh ke arah Avora dan dia hanya tersenyum memperhatikanku, lalu kami melangkah ke lift menuju lantai tiga. 

"Avora terima kasih sudah melindungiku hari ini dan aku lupa untuk berterima kasih juga kepada Leon" 

Ujarku lirih sambil menunduk ketika kami berada didalam lift.

"Tidak perlu berterima kasih Daria dan Leon pun mungkin akan memberikan jawaban yang sama"

Avora mengucapkannya sambil tersenyum manis kepadaku, saat itulah aku merasa dia adalah wanita yang sangat baik. Aku membuka pintu apartemen dan...

Kami sangat  terkejut ketika melihat kondisi didalam apartemen yang sangat kotor dan berantakan. Bangkai burung gagak bertebaran dimana-mana dengan ceceran darah disetiap sudut ruangan.

Bau amis menyengat hidung dan bau busuk menggelitik perutku, tiba-tiba aku merasa ingin muntah kemudian  aku segera berlari menuju  toilet kamar dan..

huekkkkkkkkkk

huekkkkkkkk

Akhirnya aku muntah diwastafel kamar mandi, ketika aku berdiri untuk meraih tissu di didekat wastafel aku melihat bayangan yang menakutkan didalam kaca akupun berteriak histeris.

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

Avora melompat dan berlari kedalam kamar untuk membekap mulutku, mataku melotot melihat bayangan pemandangan didalam kaca diatas wastafel, dengan cepat Avora memecahkan kaca itu dengan tangannya. 

"Jangan berteriak Daria, kekuatan mereka akan tumbuh  dari rasa ketakutan"

Larang Avora, akupun menggelengkan kepala kemudian dia melepaskan bekapannya. 

Tap-tap-tap

Dia berlari keluar dan akupun mengikutinya karena ketakutan. Bangkai-bangkai itu tiba-tiba hidup satu persatu dan terbang menuju kamar Daria.

"Daria!!!!!, tutup kamar dan kunci termasuk pintu beranda,cepat!!!!!" 

akupun menutup kamar dengan cepat dan menguncinya, lalu aku melangkah keberanda dan kulihat banyak sekali lalat hitam berukuran besar mendengung sambil mengetuk ngetuk pintu kaca beranda.

Aku melangkah  mundur dan berusaha menahan diri dari rasa takut. kuputar tubuh dan melangkah mendekati pintu kamar. aku tempelkan mataku di lubang kunci pintu dan aku melihat Avora berusaha menebas serbuan burung gagak yang berusaha mematuknya. Kakinya lincah menghidar dan tanganya sangat cepat dalam mengayunkan pedang. 

Tidak berapa lama kemudian mataku samar melihat sebuah asap hitam yang tiba-tiba muncul dan kemudian berubah menjadi sosok wanita yang sangat menyeramkan, kemudian menusuk avora dengan sebuah pedang dari arah belakang. wanita itu menyeringai menakutkan kemudian menoleh dan  terbang dengan cepat kearah pintu kamarku.

Air mataku berlinang tidak tahu apa yang harus aku lakukan, terbersit pemandangan yang aku lihat dikaca wastafel dan tiba-tiba aku sangat merindukan mama. Aku jatuh pingsan tak sadarkan diri, terakhir kali aku melihat Avora menyumpal mulutnya dengan potongan kain hitam dari bajunya. 





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Beranda Apartemen 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang