Mama mengusap dahiku dengan penuh kasih sayang, aku lihat tatapan seorang ibu yang benar-benar kuat dan berkarakter, sosok yang selama ini selalu melindungiku sepenuh jiwa raga.
Matanya sungguh teduh, berkulit cokelat muda sangat kontras dengan kulitku yang putih dan bersih, mama bilang anugerah kulit itu dari papa. Badannya yang atletis dan lengan yang kuat sering aku gunakan untuk bergelayut seperti ayunan, dan dia tidak pernah mengeluh lelah.
" You are my diamond, Daria, I will protecting you until my last breath", Dia tersenyum tegar seperti biasanya.
"Tidak perlu khawatir dengan Peristiwa atau kejadian aneh yang terjadi akhir-akhir ini, semua akan baik-baik saja, jangan biarkan siapapun menyentuh kunci kamarmu karena sangat berbahaya". Saran mama dengan nada yang menekan, seolah menyuruhku untuk mematuhinya apapun yang terjadi, sambil memegang batu liontin yang melingkar di leherku, sekilas kulihat matanya berkaca-kaca.
Aku mengangguk, dan mencium punggung tangan wanita mengaggumkan itu, dia tidak pernah mau menikah meskipun aku memintanya berkali-kali dan mengatakan bahwa hidup bersamaku lebih dari cukup.
" Sebulan lagi adalah ulang tahunmu" ujar mama singkat.
" Aku sudah tidak sabar ma, menunggu next gift from you", jawabku sambil tersenyum.
Mama melarangku membersihkan bangkai burung gagak dengan darah yang terus menetes dan tertancap di atas pintu kamarku. perintahnya masih tergiang saat memintaku untuk berdiri di beranda dan mengeluarkan teleskop refraktorku yang lama. teleskop ini merupakan hadiah dari mama 3 tahun yang lalu saat usiaku masih 13 tahun dan memiliki magnifikasi hingga 70x.
"Tidurlah sekarang Daria, ada tugas untukmu nanti malam". Perintah mama sambil menggenggam tanganku erat, kulihat sebuah tato kecil bergambar pedang di pergelangan tangan kirinya.
KRRRRIIIIIIINNNNNNGGGGG
KRRRRIIIIIIINNNNNNGGGGG
" Terima kasih sudah membangunkanku", ucapku sambil menepuk Benda yang biasanya aku benci karena selalu memaksaku untuk bangun. Aku segera duduk dan meraih tas berisi teleskop dan tripod yang sudah kusiapkan disamping tempat tidur, kemudian berlari menuju ke arah beranda. Tanganku gemetar saat merangkainya dengan sesekali melihat ke arah jam dinding.
"Lima menit lagi jam 12 malam, apapun yang terjadi jangan berteriak, Daria, tetaplah tenang dan berlatih untuk tegar dan kuat seperti mama". Kucoba memotivasi diri sendiri untuk menghilangkan rasa gugup dan takut.
Sudah tiga sosok manusia yang tertangkap lensa teleskop, dan semuanya memiliki wajah yang menakutkan dan mengerikan.
Kemudian....
Sosok yang aku tunggu datang menuju apartemen, bergaun hitam dengan ruffles dibagian dada dan leher, seperti gaun para bangsawan di abad 19. Gaunnya sangat panjang hingga menutupi mata kaki, sekilas dia seperti berjalan mengambang . Bulu Kudukku berdiri tegak, rasa ngeri menjalar di sekujur tubuh, ingin rasanya kembali ke atas tempat tidur dan menutup diri dengan selimut.
Jantungku berdegup kencang melihat dia berjalan menuju apartemen, sedikit lagi aku bisa melihat sosok aslinyanya lewat teleskop, satu,dua,tiga...
Blasttttttttttt
Tiba-tiba cahaya putih menutupi telesopku dan sosok itu lewat begitu saja, meninggalkan rasa kecewa dan sedih.
"Sialan, Aku tidak bisa menangkap wajahnya" . Aku tertunduk lesu dengan menahan amarah.
Ting-tong, Ting-tong
Segera aku rapikan teleskopku, dan berjalan cepat keluar kamar saat mama memanggil namaku. Hawa dingin menyerbu ruangan apartemen kami, membangunkan bulu kuduk, seperti alarm peringatan bahwa ada sesuatu yang aneh.
"Kenalkan ini Daria, putri saya". Mama memperkenalkanku kepada wanita pemilik apartemen, dengan tetap memegangi tanganku. Jujur aku sudah bertemu dengannya pagi ini di lantai satu.
Dia tersenyum sambil membuka topinya. lalu berjalan ke arah kamarku, tidak kudengar bunyi sepatu meskipun ku lihat dia memakai sepatu dengan heel sedang.
"Saya tidak tahu apa yang terjadi, karena penghuni sebelumnya tidak pernah mengeluhkan apapun". Ucapnya sambil melihat berkeliling, matanya berhenti sesaat cukup lama, saat menatap kunci dan teleskop di beranda kamar. Dia melewati pemandangan bangkai burung gagak diatas pintu dan mengusap darah yang sudah mengering diatas lantai.
Kemudian....
Kulit dijarinya berubah semakin pucat dan sedikit mengelupas, kukunya terlihat memanjang dan meruncing, beberapa bekas luka dengan darah yang sudah mengering di ruas-ruas jarinya.
Mama menggeserku kebelakang badannya dengan perlahan - lahan saat terlihat dengan samar kuku wanita itu perlahan-lahan mengusap lubang kunci kamar dan berusaha memasukkan kukunya kedalam lubang kunci.
"Apakah anda mau minum kopi" , tanya mama mengejutkan wanita itu, terdengar nada waspada dalam suaranya.
Wanita itu terdiam beberapa saat kemudian menoleh perlahan kearah kami dengan mengerikan, wajah cantik nya yang terlihat seperti wanita aristrokrat jaman kuno berubah menyeramkan, dengan senyum seperti seringai serigala. Aku berusaha menyembunyikan rasa takut ku yang sudah berada ditingkat dewa, dan mengendalikan mulutku untuk tidak berteriak, atau suasana akan semakin mencekam bila kulakukan hal itu.
"Tidak, terima kasih", Suaranya menggema seperti tercekik, sambil menoleh kearah jam analog di dinding kamar.
"01.30" ucapku dalam hati, berharap segera menjelang pagi.
Tiba-tiba dia keluar kamar dan mengatakan harus pulang secepatnya karena sudah terlalu larut. dia menatapku sesaat sebelum pergi.
BRUAKKKKKKKKKK
Pintu apartemen itu menutup sendiri bersamaan dengan suara angin yang bertiup kencang, buru-buru mama menguncinya dan menutup semua jendela dan pintu serta korden.
"Aku tahu kamu tidak bisa menangkap sosoknya dengan teleskopmu, tidak apa-apa semua baik-baik saja Daria" kata-kata mama menenangkanku.
"Apa yang akan terjadi besok, ma?" tanyaku
"Tidak tahu, Daria, berlatihlah untuk megelola rasa takut dan belajarlah untuk berani mulai saat ini". Mama memelukku dengan erat, kemudian udara kembali terasa hangat. Aku merasa mama banyak menyembunyikan sesuatu, dan dia tidak ingin aku mengetahuinya.
"Maafkan aku ma....", bisikku dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beranda Apartemen 3
Terror"AAAAKHHHH". Tanganku gemetar, jantungku berdegup kencang, sesaat setelah tubuhku terjerembab di pojok beranda, tidak percaya dengan sosok yang baru saja kulihat. Kuberanikan diri menuju teleskop untuk melihat kembali makhluk mengerikan yang beberap...