1. Fajar yang mendung

153 36 31
                                    

Brakkk

Seorang pria tersungkur ke lantai koridor menuju kelasnya.

"Maaf, SE NGA JA! Haha" tawa melengking wanita yang sengaja menjegalnya.

"Makanya, jalan tuh liat-liat dong! Percuma mata udah empat juga!! Haha" sahut pria kemayu di sebelah wanita berambut pirang tersebut.

"Iya. Aku minta maaf." ucap pelan seorang pria yang baru saja bangkit dari lantai. Ia sedikit mengusap-usap kacamatanya yang kini terlihat retak.

"Hahah CUPU!" ejek wanita di sebelah wanita berambut pirang tadi. Wanita yang satu ini agak lebih tinggi.

Si pria berkacamata tadi hanya diam tertunduk dan ia beranjak lari dari tempat itu. Meninggalkan tiga orang tak berperikemanusiaan yang sering, oh tidak... bahkan selalu membully-nya. Ia sebenarnya sudah terbiasa diperlakukan seperti itu, namun tetap saja meski ia seorang lelaki yang dalam kodratnya tidak boleh cengeng, namun ia juga memiliki hati. Menangis itu manusiawi kan?

Dan di sinilah ia. Di bawah pohon cemara belakang sekolahnya. Tempat ia biasanya menyendiri. Dan memang ia selalu sendiri. Terkadang ia berpikir dunia tak pernah berpihak padanya. Ayah ibunya telah lama meninggal. Dan sekarang ia harus tinggal bersama neneknya yang sakit-sakitan. Dari masa sekolah dasar bahkan sampai sekolah menengah sekarang ini ia tidak pernah memiliki seorang teman pun. Dan malah ia selalu menjadi bahan pembullyan Rika n the Gangs.

"Fajar yang mendung." ada sebuah senyum kecut di akhir kalimatnya.

Biasanya secara filosofi fajar itu melambangkan sebuah awal baru, semangat baru, dan harapan baru. Tetapi tidak untuk Fajar yang satu ini. Ia adalah Fajar yang mendung. Fajar yang pemurung. Dan selalu ada awan hitam yang menyelubunginya.

Dia mulai menyeka air mata dan membersihkan kacamata retaknya dari embun yang tercipta menggunakan ujung pakaian olahraganya. Meski retak, ia tetap bisa mengunakannya. Mungkin ini akan menjadi kesekian-ribu kalinya ia akan mengganti kacamatanya.

***

Bel istirahat telah berbunyi. Fajar telah berada di dalam kelas. Hari ini guru memberikan nilai ujian mid-semester minggu lalu.

"Areta Anatasya" seorang siswi terpintar kelas itu maju dan mengambil beberapa lembar kertas yang tercoreng beberapa angka tinggi pula.
"Fuji, Bima, Marco, Dian....." dan seterusnya. Wali kelas mereka membacakan sampai urutan ke-32. Dan ururan ke-33...

"Fajar Tantawi!" kali ini nada bicara guru ini terdengar meninggi.

Tap tap tap

Fajar melangkah pelan, agak menunduk untuk menghindari tatapan sinis teman sekelasnya. Kemudian...

"Ya Bu... "
Ia sedikit mendongak untuk melihat Bu Rita, wali kelasnya yang terkenal dengan sebutan 'Macan Betina'.

"Ketika pertama masuk dan melihat kamu, saya berpikir bahwa kamu salah satu anak yang pintar. Bahkan saya sampai menerka mungkin kamu bisa menjadi juara kelas atau bahkan juara umum di sekolah ini. Tetapi asumsi saya itu salah. Amat salah." ucap Bu Rita dengan nada datar.

"Kamu ternyata adalah NOL BESAR!!"

"Maaf bu." Fajar kembali tertunduk.

"Ah sudahlah. Nih ambil kertas tak berharga ini." ketus Bu Rita sambil melemparkan kertas ujian Fajar ke lantai.

Dengan sergap Fajar memungutnya. Semua siswa maupun siswi sekelasnya tertawa meledek. Dan kemudian ada bercak air di kertas putih itu.

Yahhh entah asumsi yang berasal darimana, "orang berkacamata itu pintar."
Padahal berkacamata itu karena ada gangguan pada mata. Bukannya sebagai simbol kejeniusan otak manusia. Orang-orang telah banyak salah persepsi. Merubah hal benar menjadi salah dan hal salah menjadi benar. Merutuki kekurangan dan memuja-muja kelebihan. Menyedihkan.

***

Sepulang sekolah, Fajar melihat rumahnya ramai oleh para tetangga. Dan di tiang depan rumahnya terpancang bendera kuning.


'Nenek?'

Ia langsung berlari memasuki rumahnya. Melihat orang yang yang selama ini mengasuhnya dengan penuh kasih sayang, terbujur kaku. Fajar berlutut. Terdiam. Ada perasaan seakan berada dalam ruang hampa tanpa dinding penyeka namun gelap. Kemanapun ia memandang, tetap saja terasa hampa. Dan sedetik kemudian ada benda berat yang menghimpitnya dan sangat menyiksanya. Benda itu lama kelamaan makin berat dan semakin berat. Seakan ingin memusnahkannya. Tetapi ia tak bisa menjerit. Ia hanya bisa meneteskan benda bening yang cair di pelipis matanya. Ia merasa telah kehilangan segalanya. Satu-satunya orang yang selama ini ia miliki, kini pergi meninggalkannya. Pergi dan takkan kembali.

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Hayy... Gimana? Dapat fell nya gak?
Semoga dapat yah. Tapi kalau gak ya gapapa😁

Karna ini cerita pertama aku (yang ku publish). Semoga kalian suka sama cast nya yahh. B'cause he is my Bias😘

WithLove❤
MasitohRdn

Remarkable❤ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang