"Tenang, ada aku di sini."
"Ma-makasih..... Senja." Fajar tergagap namun senyumnya tetap mengembang. Ia sangat terharu sebab dalam semua rasa kalutnya tadi, seseorang datang menenangkannya.
"Haa?? Senja?"
"Woi sadar! Gue Bima."
"Ahh apa?" Fajar mengerjapkan matanya beberapa kali. Kali pertama masih terlihat wajah Senja, namun kali kedua berubah menjadi sosok teman lelakinya yang tak lain adalam Bima.
"Ah udah. Ngehalu aja lu! Yok pulang!"
Fajar yang baru tersadar segera mengikuti Bima menuju parkiran. Ahh entah apa yang ia pikirkan. Bisa-bisanya ia berkhayal bahwa Senja ada di sana. Mungkin karena terlalu rindu, pikirnya. Tetapi tak apa. Ia sudah cukup dengan semua khayalan tadi. Setidaknya itu menghilangkan semua sesak dan sakit dalam dadanya.
Motor Fajar melaju meninggalkan sekolah. Ia berencana untuk belajar seperti biasanya di rumah Bima. Dan tanpa mereka sadari, seseorang tersenyum di balik pagar hitam. Seorang gadis dengan rambut hitam terurai. Ia menatap motor Fajar yang telah menjauh dengan tatapan teduhnya. Tatapan yang membuat Fajar begitu terpesona.
"Tenang. Aku ada di sini." lirihnya dan kemudian menghilang dari sana.
✨✨✨
"Ayo Jar! Lu pasti bisa!!" teriak Bima dari pinggir lapangan.
Gubrak
Fajar tersungkur karena kehilangan keseimbangan tubuh saat mencoba mengambil bola dari tangan Ami.
"Haha. Payah lu Jar!!" olok Ami disambut oleh kekehan Bima.
Sedangkan Fajar yang menjadi korban akibat lemparan bola Ami hanya terlentang menatap langit berawan hari ini. Ia tak sanggup untuk bangkit lagi. Ini sudah yang kesekian kalinya ia kalah oleh permainan basket Ami. Ya! Kini ia sedang diajari bermain basket di rumah Ami.
Sebuah cairan merah mengalir begitu saja dari dalam hidung mancungnya. Ia menyeka cairan kental itu dengan punggung tangannya. Sejenak ia teringat kembali kejadian beberapa hari yang lalu, saat dia ditertawakan oleh Bams dkk. Maka mulai saat ini ia tak ingin mendengar tawa menjengkelkan itu lagi, ia tak ingin membiarkan bola dikuasai di tangan lawan. Ia menginginkannya juga. Bukan hanya menguasai benda bunda itu, melainkan juga menguasai lapangannya. Dan kemudian ia bangkit. 'Ok baiklah! Cukup main-mainnya.' batin Fajar begitu menggebu.
"E-eh Jar... Sorry. Gue gak sengaja." Ami terkejut melihat Fajar yang mimisan. Ia merasa bersalah.
"Iya Jar. Mendingan lo minum dulu nih." pinta Bima dari sudut lapangan.
"Yuk lanjut. Gue gak akan nyerah gitu aja!" dengus Fajar yang sangat kentara bahwa semangatnya tengah berkobar-kobar.
Kadang kita butuh rasa iri untuk membuat kita bangkit dari rasa takut.
Bima dan Ami bingung dengan semangat Fajar yang tak putus-putus. Beberapa hari yang lalu ia memohon pada Ami untuk mengajarinya. Karena yang diketahuinya dari Bams, bahwa Ami adalah ketua klub basket putri di sekolahnya yang akan mewakilkan kotanya bermain tingkat Nasional. Ia tak pernah mau menyerah bila gagal. Jatuh–bangkit. Jatuh lagi–bagkit lagi. Itu, itu dan itu saja setiap hari sampai hari ini. Namun semangatnya tak pernah sirna. Sangat berbeda dengan sifatnya dulu yang sangat pesimis dan takut mencoba. Ah bahkan mencoba saja takut. Bagaimana bila sudah merasakan takut? Entahlah.
Kali ini bukannya Ami membiarkan Fajar mengambil bola dari tangannya yang lihai. Melainkan memang ia tak bisa lagi berkelit meski menampilkan gerakan tipuan di depan Fajar.
Beberapa kali drible sambil berlari dan jump shoot. Yeahh!! Masuk. Tak ada pelanggaran sama sekali karena kini ia sudah tahu banyak mengenai peraturan-peraturan dalam bermain basket. Ia siap. Bahkan sangat siap....
"Untuk apa?"
"Hmm?" Fajar mengerutkan keningnya saat Ami melontarkan satu pertanyaan itu padanya.
"Untuk apa lo ngelakuin semua ini Jar? Gue tau kalo alasannya bukan karena lo emang tertarik sama basket." jelas perempuan yang memakai celana training dan kaos oblong di depan Fajar.
"Em... Untuk ngebuktiin sama Bams kalo gue bisa ngalahin dia?"
"Terus?"
"Yah gitu aja sih. Biar dia tau kalo gue juga bisa kaya dia. Bahkan lebih. Dan dia gak bisa semena-mena lagi sama gue." tutur Fajar dengan pandangan kosong. Seperti sedang memutar memori saat ia sering di bully dulu.
"Jar... Punya sifat kompetitif itu bagus sih. Tapi pesan gue sebagai sahabat elu cuman satu sih, jangan karena menang lo jadi sombong dan jangan karna ingin menang lo jadi ngehalalin segala cara. Cukup jadi diri lu aja." nasehat Ami sebelum pergi dengan menepuk pelan bahu Fajar.
Deg
Hati Fajar serasa dicubit mendengar nasihat kecil dari Ami.
'Apa aku melakukan kesalahan? Apa aku sudah merasa sombong? Atau aku terlalu berambisius untuk mengalahkan seseorang. Apa yang aku dapatkan setelah ini? Pengakuan? Itukah yang aku inginkan? Lantas setelah itu? Ahhh mengapa aku bisa seserakah ini?!'
Tatapan Fajar kosong. Hatinya berkecamuk akibat kalimat pendek dari Ami. Ya memang beginilah sisi lain Fajar. Ia terlalu banyak berpikir karena sedikit kalimat orang lain. Mau itu kalimat baik atau pun kalimat buruk.
"Jangan terlalu dipikirin Jar." ucap Bima sambil memberikan sebotol air mineral. "Lo tau Ami kan?! Dia emang agak sensitif kalau menyinggung soal basket." sambungnya dan hanya mendapat anggukan dari Fajar.
✨✨✨
Pukul 7.30
Seorang laki-laki dengan celana boxernya yang sudah basah tengah duduk di pinggir kolam renang. Entah apa yang ia lamunkan sedari tadi hingga ia tak menghiraukan hawa dingin yang menusuk tubuhnya. Tatapannya hampa ke arah air kolam yang jernih. Terlihat jelas dasar kolam yang berkeramik biru muda.
"Cih, bagaimana gak kepikiran?!" gerutunya seketika.
"Eh den, kok gak pakai handuk sih. Ntar aden masuk angin." ucap wanita paruh baya sambil memakaikan handuk putih di kedua pundak pria itu. Pria itu pun sontak menatap wanita di depannya. Wanita yang sudah dianggapnya sebagai keluarga sendiri.
"Makasih mbok Jum." ia menampilkan senyum manisnya.
✨✨✨
-TBC-WithLove❤
MasitohRdn
KAMU SEDANG MEMBACA
Remarkable❤
Teen Fiction"Ketika Fajar takkan bertemu dengan Senja. Ia hanya dapat diam menunggu dalam ricuh. walau ia tahu, itu sebuah kemustahilan." . . . Fajar tak pernah menyangka akan bertemu dengan Senja. Senja selalu menarik perhatiannya. Senja mampu menghipnotis Fa...