Senin. Hari setelah hari minggu. Hari sebelum hari selasa. Hari yang membosankan.
Hari dimana seluruh siswa harus berpanas-panasan di lapangan sekolah untuk melaksanakan upacara bendera.
Areta. Masih ingatkah kalian pada perempuan berambut sebahu ini? Ya. Si sekretaris OSIS ini sedang membacakan teks Pembukaan UUD 45 dengan lantangnya.
"Undang- Undang Dasar 1945. PEMBUKAAN.
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka...."Setelah selesai membacakan Undang-Undang tadi, Areta kembali ke tempat bersama dengan rekannya yang bertugas membacakan janji siswa.
Pak Jafar—selaku guru BK— berjaga-jaga di belakang barisan kelas sebelas untuk memastikan tidak ada yang membuat keributan saat upacara bendera berlangsung.
Apa kalian mencari Fajar? Jika kalian mencarinya di salah satu petugas upacara, jawabannya tidak ada. Jika kalian mencarinya di barisan terdepan, jawabannya juga tidak ada.
Fajar. Pria—yang mereka sebut cupu—itu berada di barisan paling belakang. Barisan orang-orang yang hampir terlupa. Bukan hampir, bahkan memang terlupa.Setelah pak Mahmuda—kepala sekolah SMA Bunga Bangsa— memberikan pidato yang cukup panjang, seluruh siswa dibubarkan.
Sebagian besar siswa dan siswi pergi ke kantin karena sudah merasa haus dan lapar. Tapi terkecuali murid kelas XI IPA 3. Mereka semua langsung kembali ke kelas. Sebab hari ini mereka akan menjalani ulangan dari pak Anjang—guru Kimia.
"Baiklah anak-anak. Sekarang simpan semua buku paket, catatan, latihan dan...
Kertas contekan kalian dalam tas!" titah pak Anjang"Yah... Bapak..." jawab sebagian murid merasa lemas. Mengapa tidak. Tipu muslihat mereka sudah lebih dulu ketahuan oleh guru bertubuh jenjang ini.
Mereka bersikedap mengeluarkan contekan mereka. Ada yang menulis contekan di pergelangan tanganya yang tertutup jam, terlihat juga siswi perempuan yang menggosok-gosok kukunya sebab ia menulis contekan di sana. Ada yang mengeluarkan kertas kecil dari dalam kantong. Ada juga dari selipan kaos kaki. Dan yang paling terparah ada yang dari celana dalamnya.
Mereka melakukan itu semua karena takut akan hukuman yang diberi pak Anjang jika ketahuan mencontek. Terakhir kali yang mereka ingat adalah seorang siswa laki-laki yang harus membersihkan toilet dan halaman belakang sekolah selama satu bulan. Ditambah lagi harus mengerjakan makalah tentang pelajaran yang telah bapak itu berikan. Tiba-tiba bulu kuduk mereka bergidik karena harus mengingat nasib lelaki itu.
Ulangan berlangsung khidmat. Meski ada beberapa siswa yang tidak mengerti soal yang gurunya itu berikan, tetapi mereka tetap menjaga ketertiban.
Ketika waktu ulangan sudah hampir habis, berangsur-angsur para murid megantarkan kertas jawabannya pada pak Anjang. Tanpa terkecuali Areta. Dia yang paling pertama meletakkan benda tipis itu di atas meja.
Jangan tanya bagaimana Fajar. Ia sedari tadi memang sudah frustrasi dengan soal-soal asam-basa ini. Dari sepuluh soal yang diberikan, ia hanya mampu mengerjakan satu soal saja. Sedangkan waktu sudah hampir habis.
Kringgg
"Baiklah anak-anak. Waktu kalian sudah habis. Silahkan mengumpulkan kertas ulangan!" perintah guru yang berusia 35 tahun itu.
"Ya pak bentar lagi lah." nego para siswa.
"Iya pak, susah banget ni." keluh beberapa siswa yang duduk di barisan belakang.
"Tidak ada penambahan waktu. Kalau kalian tidak mau mengumpul, bapak akan keluar sekarang dan tidak mau menerima selembar kertas pun!" tegas pak Anjang
KAMU SEDANG MEMBACA
Remarkable❤
Подростковая литература"Ketika Fajar takkan bertemu dengan Senja. Ia hanya dapat diam menunggu dalam ricuh. walau ia tahu, itu sebuah kemustahilan." . . . Fajar tak pernah menyangka akan bertemu dengan Senja. Senja selalu menarik perhatiannya. Senja mampu menghipnotis Fa...