Sore ini tidak terlalu cerah dan tidak terlalu mendung juga. Hanya saja ada segumpal awan hitam yang mengepul di arah timur. Memang terlihat masih jauh, tapi nampaknya sekitar satu jam-an lagi si hujan akan turun dan menciumi bumi.
Fajar. Lelaki itu baru saja memasuki ruang ATM setelah memarkirkan motor maticnya tak jauh dari tempat yang di kunjunginya saat ini. Ia mulai memasukkan benda pipih berbentuk persegi panjang yang berwarna biru ke mesin ATM di depannya. Setelah ia memilih pilihan bahasa indonesia dan mengetikkan sejumlah pin rahasia, mulailah ia melihat saldo tabungannya. Ada sejumlah angka di sana, 3 angka ganjil di depan dan 6 angka nol di belakang.
Ya tepat! Sekitar ratusan juta lah isi dari kartu tipis tadi.
Fajar teringat sejenak ketika sebelum neneknya meninggal, beliau pernah mencairkan semua isi tabungannya tersebut. Kemudian mengalihkannya ke tabungan milik Fajar. Tanpa banyak tanya dan bantah, Fajar menyetujuinya. Alhasil, tabungannya yang semula hanya berisi 10 juta sekarang telah menjadi ratusan juta rupiah.
Menurutnya semua ini cukup untuk biaya kehidupannya beberapa tahun mendatang. Tapi ia juga tidak bisa hanya mengandalkan isi saldonya saat ini. Suatu saat, perlahan-lahan jumlah digit yang tertera di monitor biru ini pasti akan menyusut apabila ia tidak menambahnya apalagi tidak menggunakannya dengan baik. Hingga lelaki bermata empat ini sempat berpikir ingin mencari sebuah pekerjaan, yah paling tidak bisa menambah sedikit keuangannya.
Ia segera menekan opsi penarikan dan menekan beberapa angka menjadi satu kesatuan angka yang dapat dibaca.
"Dua juta."
Tapi sebenarnya ia bukan memerlukan 2 juta, melainkan 6 juta. Jadi ia berpikir untuk melakukan transaksi sebanyak 3 kali untuk itu. Fajar segera menekan 'Ya', dan bunyi khas mesin ATM itu langsung terdengar.
Krrkkt.... Krrkkt...
Seeeett...
Dan bersamaan dengan bunyi terakhir juga mengeluarkan sejumalah uang yang Fajar inginkan.
Ia harus membayar keperluan bulanan; gaji mbok Jum, gaji mang Ujang, biaya makan sehari-hari, biaya listrik, biaya air, biaya sekolah, uang jajannya. Entah cukup atau tidak, ia tak tahu. Karena baru kali ini ia mengurus keperluan rumah tangga. Ah.. Apakah sekarang dia sudah hampir seperti ibu rumah tangga yang harus memanagemen uang dengan sangat teliti.
"Segini cukup kali ya?"
Lelaki ini menggerak-gerakkan jarinya, seperti sedang menghitung sesuatu.
"Ah bismillah cukup lah!"
Ucapnya sembari melangkah ke luar.
"Eittts...!" langkahnya menggantung, ia melupakan sesuatu, dan langsung membalikkan tubuhnya.
"Hampir aja lupa." cengirnya sambil mengambil kartu yang masih menempel di benda kotak itu.
⭐⭐⭐
Di perjalanan, Fajar harus mendapatkan kesialan yang tak diduganya. Motor matic kesayangannya tiba-tiba harus mogok. Kemudian mau tidak mau ia harus menepikan motornya.
"Duh, lo kok mogok sih tic?" sambil berjongkok di samping si matic.
Lalu ia berpikir untuk mencari bengkel terdekat. Dan dengan terpaksa harus mendorong motornya ini.
Suasana jalan yang di lewatinya untuk mendorong si matic cukup sepi. Tidak ada banyak rumah di sana, dan hanya beberapa pohon besar yang mengiringi jalanan sepi itu. Jelas saja karena ini bukanlah jalan raya, tetapi jalanan dekat perkomplekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remarkable❤
Ficção Adolescente"Ketika Fajar takkan bertemu dengan Senja. Ia hanya dapat diam menunggu dalam ricuh. walau ia tahu, itu sebuah kemustahilan." . . . Fajar tak pernah menyangka akan bertemu dengan Senja. Senja selalu menarik perhatiannya. Senja mampu menghipnotis Fa...