Bab 6

36 15 2
                                    

Sebenarnya, aku mulai bimbang. Perasaan tak menentu antara gejolak cinta atau rasa cemburu. Ya, hanya itu yang ku rasa sekarang.

Ia terus berlari, sembari memegang kaki sebelah kanan yang terluka akibat tertusuk benda tajam. Bayangan itu, terus mengikuti kemanapun gadis itu berlari. Hingga akhirnya, ia terpojok di sebuah bangunan tua, ia pun masuk ke dalam nya dan mencari tempat persembunyian. Sayangnya, bayangan hitam itu terus mengikuti, memberikan sayatan pada tangan kiri gadis itu, membuatnya sedikit berteriak.

"To.. Tolong, lepasin gue. Gue gak tau siapa lu, please", rengek gadis itu. Tapi, tetap saja tak dihiraukan oleh bayangan hitam itu, ia terus membuat sayatan demi sayatan, ringisan pun makin terdengar, menjadi sebuah isakan kesakitan.

"Kalo kau nurut apa yang saya mau, kau akan saya lepaskan, tapi tidak sepenuhnya", ancam bayangan hitam itu.

Isakan gadis itu semakin menjadi, karena kini kaki kirinya yang disayat layaknya menyayat hewan yang sudah mati.

"Ahh, SAKIT!!!"

Zahra pun terbangun, mimpinya kali ini lebih seram dari yang sebelumnya, begitu mengerikan. Ia melihat lengan kirinya, bersih tidak ada sayatan, lalu beralih pada kaki kirinya, sama tidak ada sayatan. Tapi, kenapa begitu terasa. Air mata Zahra bahkan sudah bercucuran membasahi pinggiran mata dan pipinya.

***

Sinar mentari mencoba masuk ke sela-sela tirai kamar Zahra dan Elina. Mereka masih terlelap karena lelah yang tak kunjung selesai karena mereka begitu giat belajar agar perjalanan mereka kesini tidak terbuang sia-sia.

Dan seharusnya, hari ini Pak Joko sudah sampai di apartement seperti yang ia bilang kemarin malam. Di luar kamar, Riko dan Rafa sudah sibuk menyiapkan beberapa makanan ringan untuk dimakan pagi ini. Dirasa semua makanan siap, Rafa mengetuk pintu kamar Zahra.

"Ayo bangun, udah siap makanannya nih", ujar Rafa sedikit berteriak. Beberapa menit, Rafa masih mengetuk pintu kamar Zahra dan Elina. Masih tidak ada jawaban, sampai ketukan kesekian kalinya, pintu baru dibuka oleh Elina yang masih sedikit berantakan. Muka bantal masih terlihat di wajahnya.

Zahra, ia tengah duduk termenung hingga akhirnya menoleh ke Rafa yang sedari tadi sewot karena kelamaan mengetuk pintu. Ia berjalan menuju pintu dimana Rafa masih sewot dan nampak geram.

"Berisik, ini juga udah keluar kamar", cerocos Elina yang sedari tadi diam tak bersuara dicerocos Rafa. Rafa melengos pergi menuju meja makan dekat billyard. Riko, ya dia hanya memerhatikan pertikaian kecil antara ketiga temannya yang baru beberapa hari dikenalnya tapi sudah merasa begitu dekat.

Mereka berempat kini sudah menempati tempat masing-masing di meja makan. Hening, sampai akhirnya Elina buka suara.

"Hari ini plan kita ngapain?"

Rafa dan Riko menoleh secara bersamaan ke arah Elina.

"Gak tau, kayaknya gak ada plan khusus", sahut Riko.

"Mumpung lagi di Singapura, kenapa kita gak jalan-jalan aja. Kan beberapa hari ini kita belajar terus, kayaknya pas deh buat refreshing", ujar Elina.

"Kalo gitu kemana?" Tanya Rafa.

"Ke Universal Studios aja", sahut Zahra begitu senang, padahal sedari tadi dia diam tak bersuara.

Rafa, Riko dan Elina saling bertatapan. Dan senyum khas miliknya, Elina mengangguk setuju. Dan hasil akhirnya plan mereka hari ini pergi ke Universal Studios untuk Refreshing diri dan otak sebelum olimpiade.

Air, Api dan Angin ~TAMAT~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang