Bab 9

20 14 0
                                    

Keadaan yang mulai membaik, dan perasaan yang mulai tak menentu. Kini hati itu membutuhkan sebuah penjelasan.

Zahra langsung memasuki kamarnya setelah sampai di rumah, Luna yang melihat anaknya pulang cepat dan diam saja sedikit khawatir, ia menghampiri kamar Zahra dengan makanan yang ada di nampan.

Luna membuka pintu kamar Zahra, melihat anaknya tidur dengan pakaian sekolah yang masih di tubuhnya. Luna meletakkan nampan di atas nakas, lalu meletakkan telapak tangan miliknya ke dahi Zahra untuk mengetahui apakah suhu tubuh Zahra panas atau tidak.

Tapi, suhu badannya biasa saja, tidak panas dan tidak dingin juga. Mungkin sedang kecapean, nanti setelah Zahra bangun ia bisa memberikan makan dan obat agar cape nya hilang, pikir Luna.

Luna beranjak keluar dari kamar membawa lagi makanan yang ada di atas nampan itu. Saat pintu kamar tertutup, Zahra bangun dari posisi awal ke posisi duduk. Pikiran nya masih tidak terkendali, entah apa yang ia rasakan sekarang.

Semuanya campur aduk, hatinya kini tak menentu, orang yang dari awal ia benci, kini mengklaim bahwa dirinya adalah pacar dari orang tersebut.

***

Malam menyambut, angin semilir masuk ke dalam kamar yang pintunya dibuka, seakan membiarkan semua yang ada di luar masuk ke dalamnya.

Zahra terduduk di bangku belajarnya, melamun, hingga tidak mengetahui bahwa Boy sudah berada di tempat tidurnya.

Dengan iseng, Boy memutar kursi yang diduduki Zahra hingga lamunan Zahra buyar dan terkejut melihat Boy ada di tempat tidurnya.

"Kok lu bisa disini?"

Boy malah mengarahkan dagunya ke arah pintu balkon. Seakan mengerti, Zahra juga ikut menoleh.

"Lu mau maling masuk apa? Pintu dibuka lebar banget", ujar Boy sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Terus lu ngapain disini?"

"Gue cuma mau ngasih ini aja", Boy menyerahkan buku yang disampul nya bertuliskan 'kimia'.

Zahra mengerutkan keningnya, "Ini dari Alexa, gue mana mungkin ada di kelas pas kimia", ujar Boy santai mengetahui kebingungan Zahra.

Zahra hanya mengangguk, mengambil buku di tangan Boy, lalu tiduran agak jauh dari Boy. Tapi, Boy malah tiduran disamping Zahra.

Ia menatap langit-langit kamar Zahra,
"Ra, gue mau ngomong sesuatu sama lu"

Zahra menoleh ke arah Boy, "Ngomong aja"

"Eum", Boy bangun dari tidurnya. Menahan sebentar perkataan nya, lalu melanjutkan kembali perkataan nya. "Gue mau ngomong serius sama lu"

Zahra langsung duduk karena tidak biasanya Boy yang abstrak ini berbicara serius apalagi nada bicaranya berbeda. Boy menatap lekat Zahra yang tidak jauh dari dirinya, memperhatikan setiap pesona di wajahnya.

"Gue, gue suka sama lu. Udah lama gue pendem ini, dan mungkin sekarang waktu yang tepat buat gue utarain semuanya ke lu. Mau gak lu jadi pacar gue?"

Mendengar itu, Zahra membelalak tidak percaya, sahabat yang bahkan sudah ia anggap seperti saudara sendiri kini menembaknya. Dan entah mengapa, ia malah mengingat kejadian yang terjadi di sekolah, kalimat yang diucapkan Rafa pun kembali terngiang.

Air, Api dan Angin ~TAMAT~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang