Suara Hati Sarah

117 2 0
                                    

     Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Para siswa Madrasah Aliyah segera berhamburan keluar kelas. Terlihat dua orang perempuan yang sedang sibuk mengeluarkan sepeda dari parkiran, sambil mengobrol.
"Sarah, ntar belajar bareng yuk, aku masih belum ngerti matematikanya nih."
"Iya boleh." Jawabnya singkat
"Okay, ajarin aku yah."
"Iya, gampang... ya udah, ayo pulang."
"Ayo"

     Kedua orang sahabat itu pulang dengan ceria, tanpa mempedulikan teriknya matahari. Ya, Jakarta saat ini memang sedang berada di puncaknya panas. Sebuah perjalanan yang cukup melelahkan bila harus berjalan kaki dengan ditemani teriknya matahari. Tetapi kedua sahabat itu masih dibilang cukup beruntung, karena mereka pulang pergi sekolah dengan menggunakan sepeda. Rumah Sarah dan Rani bertetanggaan, hanya terhalang 3 rumah.

     Setelah sampai, Sarah melihat Ibunya hendak keluar. "Ibu mau ke kondangan anaknya pak RT." jawab Ibu ketika tau sarah heran melihatnya berpakaian rapi. Kemudian Sarah masuk rumah dan segera berganti pakaian, berwudhu dan shalat. Dalam do'anya, ia bersyukur karena telah diberi kenikmatan yang luar biasa, terutama masih mempunyai ibu yang sangat menyayanginya. Selain itu, sarah juga bersyukur masih mempunyai tempat tinggal meskipun sederhana, yang ditempati oleh 3 orang. Bu Fatimah, Ibunya sarah yang bekerja sebagai penjual gorengan keliling; Amar, kakaknya sarah, yang sekarang sedang duduk di bangku kuliah Universitas Pendidikan Indonesia, dengan disambi mengajar les private; dan si bungsu sarah, kelas 3 Aliyah. Sedangkan bapaknya, sudah meninggal 10 bulan yang lalu karena kecelakaan.
"Saraaahh.. assalamu'alaikum, Saraahh."
"Iyaa, wa'alaikumsalam, masuk Raaan."
Mendengar suara Sarah, Rani langsung masuk menemui Sarah. Sambil melihat sekeliling, Rani bertanya, "Pada kemana sar, kok tumben sepi?"
"Ah, emang tiap hari sepi kan Ran, kamu tau sendiri, kalau jam segini rumahku sepi."
"Tapi kok aku gak liat ibu, kemana?"
"Tadi sih bilangnya mau ke kondangan anaknya Pak RT."
"Ooohh."
"Ran, makan yuk, ibu tadi masak tahu balado."
"Wah enak tuh, tapi sayangnya aku udah makan. Kalau kamu mau makan, makan aja dulu sana."
"Gak ah, gak enak masak makan sendiri, langsung belajar aja lah."
"Tapi kalau sakit, aku gak ikut tanggung jawab loh ya."
"Iye iye, takut banget sih."

     Sarah dan Rani mulai membahas soal-soal. Tapi tak lama kemudian, Rani mulai mengajak ngobrol Sarah,
"Eh, kamu inget gak sama..."
"Inget sama siapa?"
"Sama yayang kamu..."
"Yayang? maksudmu siapa Ran?"
"Alah, kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu, maksud aku itu Ardi."
"Ya inget lah, masa sama temen sendiri lupa."
"Temen apa temen, ngaku aja deh, kamu kangen kan sama Ardi."
"Udah ah, kamu itu sukanya menggoda, lagian gak ada pentingnya bahas Ardi, mending bahas soal-soal latihan aja lah, ini baru penting."
"Kata siapa gak penting, penting lah, buat masa depan."
"Sok tau kamu, udah ah, kalau mau bahas Ardi, bahas aja sendiri, aku mau belajar."
"Ah, kamu mah gak asik."
"Terserah." Jawab Sarah dengan singkat.
Rani melirik sahabatnya yang selalu tenang,
'ah, sarah... sarah, kamu dari dulu kalau bahas ardi selalu menghindar.' batin Rani

     Setelah selesai belajar bersama, Rani berpamitan pulang. Rani segera bersiap-siap mengajar TPA di masjid dekat rumahnya. Begitu juga dengan Sarah. Ketika Sarah hendak keluar, ibunya datang. Sekalian saja Sarah berpamitan kepada ibunya. Di jalan, Sarah bertemu dengan Rani. Mereka berdua pun jalan beriringan. Di teras Masjid, ada Ustad Heri yang sedang duduk, menunggu Sarah dan Rani datang karena sama-sama mengajar di TPA masjid. Ustad Heri terbilang cukup muda. Usianya baru 21 tahun, tetapi sudah sering berceramah di masjid-masjid, dan namanya juga sudah tersohor dimana-mana. Dikarenakan seringnya berdakwah inilah, ia disebut "Ustad" oleh masyarakat. Selain itu, Ustad Heri adalah temannya Amar, kakaknya Sarah, yang juga sama-sama kuliah di UPI.
"Ustad mudaa." panggil Rani dengan senyuman anehnya.
"Hush, Rani, bukannya ngucapin salam, malah manggil ustad dengan panggilan anehmu itu." kata Sarah sambil menyikut lengan Rani.
"Hehehe, assalamu'alaikum, ustad muda."
"Wa'alaikum salam Rani."
"Aduh maaf ya ustad, Rani emang suka gitu." sambung Sarah
"Ah, gak apa-apa kok, sudah biasa."
"Tuuhhh kan, ustad muda aja bilang gak apa-apa, ustad muda kan baik hati dan tidak sombong."
Ustad Heri hanya tersenyum mendengar ocehan Rani. Sementara Sarah menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil menatap aneh kelakuan rani.
"Ya udah, ayo kita masuk, kasihan anak-anak sudah menunggu."
"Okay ustad mudaaa." Sambil menyelonong masuk duluan.
Ustad Heri hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum melihat kelakuan Rani. Sarah dan Ustad Heri menyusul dari belakang.

antologi cerpen remaja islamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang