Wanita cantik penghuni Jannah bersama seseorang yang ingin dicintai adalah keinginanku, dan bisa jadi keinginanmu pula. Mencapai cita-cita butuh pengorbanan memang, seperti saat ini aku sedang berada dalam sisi sunyi kehidupan, menunggu seorang laki-laki yang paling cocok untuk menjadi pendamping hidupku, teman seperjuanganku, imam dan ayah dari anak-anakku.
"Kriteria yang kau tetapkan mungkin terlalu tinggi ya?" Kalimat yang selalu terdengar di telingaku sebagai penyerta pertanyaan sebelumnya ketika berbincang dengan teman baru. "Boleh tahu umurmu mba?"
Pertanyaan pertama kujawab dengan perasaan yang enggan namun intonasi datar, sedangkan pertanyaan selanjutnya aku hanya melebarkan bibirku agar membentuk senyuman sebagai jawaban.
Terkadang, dalam lamunanku terbesit pertanyaan yang sama dengan mereka tentang kriteria. Detik ini pun sama, pertanyaan itu muncul kembali.
Apakah salah dari sisiku, hingga sampai saat ini pangeranku tak kunjung datang? Aku akui diriku banyak kekurangan.Hari itu ketika aku mulai jatuh cinta. (SMU kelas 2)
"Wuiiihhh hebatnya, dapat 9,5 +++ (plusnya ada tiga)" teriak Setyo sambil menarik kertas hasil ulangan fisikaku.
Sembari berusaha merebut dari tangannya, dan meloncat karena tingginya kurang lebih 20 cm dari tinggiku "Iiiihhh... Balikin kertasnya, Setyooo... Aku marah nih!" kataku dengan wajah cemberut karena sudah putus asa menahan aksinya. "Kamu lebih bagus, nilaimu 100," tambahku.
Setyo yang sedang mempertahankan kertas ulanganku di tangannya dan berteriak-teriak bak seorang penyebar informasi "Wooiii... Susi dapat plusnya tiga niiihh... Liat nih... Ayo liat.." Seketika berhenti terdiam mendengar suaraku yang cukup mengagetkannya. Sementara itu Bu Ida (guru fisika) hanya tertawa manis melihat tingkah kami. Setelah itu, Bu Ida pun ikut bicara sehingga akhirnya suasana kelas yang sedang ramai dalam hitungan detik menjadi terkendali.
Dengan senyuman di bibir mungilnya beliau berkata "Tenang anak-anak, ayo kembali tenang." Ketika sudah tenang ia melanjutkan kata-katanya. "Iya, ibu berikan Susi nilai plusnya tiga karena setiap nomornya ia berikan argumentasi mengapa jawaban ini benar dan jawaban yang lainnya salah (ket : ketika itu soalnya adalah pilihan ganda), tapi sayang di nomor 20 Susi salah menyilang jadi membuat nilainya berkurang. Tapi kalau Setyo memang jawabannya betul semua"
Lalu suara Setyo lagi-lagi membuatku malu, "Cie-cie susi... Dapet plusnya tiga". Namun aku hanya terdiam.
Suara bel sekolah pun berbunyi menandakan waktu istirahat..Setyo adalah teman laki-laki ku yang cukup membuatku risih. Dia cukup manis, dan postur tubuhnya tinggi dengan kulit sawo matang, belahan rambut pinggir serta berpenampilan rapi. Setyo adalah sainganku di kelas ini untuk berprestasi. Seakan ada kesepakatan yang terjadi tanpa tertulis, kami menjadi teman dalam diskusi dan menyelesaikan soal-soal pelajaran eksak namun berkompetensi dalam meraih nilai. Sayangnya aku tak pandai pelajaran IPS, sedangkan ia cukup bisa di bidang itu.
Laki-laki yang sering membuatku kesal itu rupanya tanpa sadar memberikan setitik warna indah dalam hatiku. Perhatiannya, dan faktor pendukung lainnya bahkan tingkah-tingkahnya telah menyentuhku. Dan terus berlanjut hingga kami lulus. Dia di terima di perguruan tinggi Negri dengan jurusan tekhnik elektro sedangkan aku melanjutkan di bidang kesehatan namun swasta. Tanpa sepengetahuanku, setyo suka melintas di depan rumahku dengan bersepeda. Ya aku tau karena dia memberi taukan kepadaku ketika kami kumpul dalam acara reunian kelas SMU setelah 4 tahun kami lulus. Aku merasa dia bersikap berbeda, berbicara dengan santun penuh dengan senyuman menghiasi pertanyaan-pertanyaan yang di hujankan kepadaku. Setyo sudah bekerja di perusahaan pertambangan gas dan minyak bumi sedangkan aku bekerja di rumah sakit. Kami lanjut berbincang apapun yang menarik. Selanjutnya berpisah untuk bertemu kembali.
"Kring-kring... kring-kring..." getar dan nada hp memecahkan lamunanku saat ini. Ternyata ibu menelponku, seperti biasa beliau menanyakan bagaimana kabarku? Dan apakah aku sudah menemui seseorang yang akan di kenalkan ke keluarga?. Wajar saja, usiaku tidak bisa dikatakan muda lagi. Dan orang tua pun sudah tak sabar untuk menimang cucu yang belum ia dapat dari anak kandungnya. Karena aku dan 1 orang adikku belum menikah. Bagiku pernikahan adalah ibadah dan sebagai penyempurna agama. Menikah adalah awal dari sebuah organisasi yang perlu memiliki visi yang sama untuk kemudian menentukan misi dan strateginya bersama. Menyatukan dua pikiran yang bisa jadi memiliki wawasan dan framework yang berbeda dalam satu wadah yang disebut dengan 'rumah tangga'. Rumah tangga bukan hanya untuk satu bulan, satu tahun atau 10 tahun saja. Namun rumah tangga adalah sebagai jenjang karier kita untuk dunia dan akhirat. Tidak hanya selesai di dunia ketika kita meninggal namun juga sampai nanti ketika di jannah Allah dan berbahagia selama-lamanya dengan orang yang Allah ridhoi untuk mencintaiku dan akupun mencintainya.
"Sedang apa ndok? Hari ini kemana saja? Bertemu siapa?" pertanyaan yang sama seperti sebelumnya, dan jawabanku pun sama pula dengan sebelumnya. "aku sedang mengerjakan tugas bu, hari ini hanya bekerja dan bertemu pasien serta rekan kerjaku".
Setiap hari doa ibu dalam shalatnya, semoga hari ini anakku bertemu dengan jodohnya. Dan setiap malam pula menjelang isya beliau menelpon untuk menyidik apakah doanya terkabul hari ini atau belum.
KAMU SEDANG MEMBACA
antologi cerpen remaja islami
Cerita PendekHallo semuaa perkenalkan saya Nikma Tussholiha, siswi dari sekolah negeri di kota Surabaya. Salam kenal yahh kawan-kawan ;)