Dibalik "Cadar"

361 10 2
                                    

 Aku Nurul, Nurul Azkiya (Cahaya bagi orang yang bersih hatinya) itulah nama lengkap pemberian Abah dan Ummiku. Aku tumbuh dan besar dalam lingkungan "Aktifis Dakwah", Abah dan Ummi sering keluar daerah untuk berdakwah, menegakkan panji-panji islam di tanah yang masih "primitif". Jiahh...! ^_^

     Semenjak masuk SMP, tak ada yang mau berkawan denganku, itu semua karena selepas SD aku memutuskan memakai burqa atau CADAR. Masuk SMP pun aku sempat menjadi bagian dari agenda rapat penerimaan siswa baru.. :'( Awalnya aku tidak di terima tapi karena IQ-ku yang 200, akhirnya aku di terima masuk sekolah, (bukannya ane sombong nih, afwan ya ikhwah fillah, hehehehe...

     Aku bingung dengan mereka semua. Salah gak sih kalo' aku pake Cadar? Arrgh*^##@
Selepas SMP, yups... ketika di SMA pun aku mengalami hal serupa, Nasib.. nasib,!
Dan hingga aku berusia 19 tahun, aku masih kagak punya temen!
Inilah awal semua kebalikan dari nyata dalam hidupku, Let's Check This Out..!
Aku dikuliahkan di salah satu Universitas swasta di suatu daerah tempat nenekku menetap. Awalnya aku ragu dengan keputusan itu, Tapi kumantapkan hatiku untuk menerimanya. Apa aku bisa diterima?
Dan benar saja! Di kampus aku selalu dipandang sinis oleh kawan yang lain. Terlebih semenja aku masuk LDK (Lembaga Dakwah Kampus). Memang! Di dalam pikiran mereka kata cadar telah diidentikkan dengan yang namanya teroris. Padahal gak ada sangkut pautnya!
Aku sungguh merasa di diskriminasi oleh senior dan oleh teman satu anggota LDK.

***

     Di dalam kamarku yang mungil aku hanya bisa menangis, menangisi hidupku yang kontroversial. Dalam benakku yang halus terbersit keinginan untuk menanggalkan cadar yang selama ini aku kenakan. Tapi... aku tak bisa! Apa yang harus aku katakan pada abah dan juga Ummi.. terlebih kepada sang ilahi robbi, bagaimana aku harus menjelaskannya?
Ku coba memupus keinginan bodoh tersebut. Buatku burqa bukan hanya pelengkap berhijab tapi bagian dari jiwa dan pribadi. Satu komponen hijab yang tak ada, akan memberikan nilai minus untuk suatu kesempurnaan berbusana juga beribadah.

     Dalam tahajjud yang hening "Ku sujudkan seraut wajah tak berharga ini Ya Allah, hanya padaMu aku meminta jawaban dari segala Tanya" "Tuhan, apa yang harus aku lakukan?"
Bulir hangat yang mewakilkan semua beban-beban ini terus mengalir hingga ku tak sadar aku terpejam.
Ku telepon Abah dan Ummi bermaksud menyampaikan segala sangkutan dalam hati.
"Assalamu'alaikum.." . "Wa'alaikumussalam.. Nurul!" suara teduh dari seberang sana. Sejenak pikiran yang kalang kabut menjadi tenang.
"Ummi, Nurul ingin bicara tentang suatu hal."
"Ada apa nak?"
Kuutarakan semua maksud hati dan tujuanku, ternyata abah mendengarnya, Abah begitu geram ketika abah mengetahui bahwa aku akan menanggalkan cadar ini.
"Apa! Tidak salah? kau ingin menanggalkan cadarmu?!" abah yang dengan geramnya
"Abah, Nurul harus beradaptasi dengan semua hal baru yang ada saat ini."
"Jadi dengan alasan bodoh itu kau mau menanggalkan hijabmu!?"
"Astagfirullahaladzim... Abah, sekalipun tiada niat hati ini untuk menanggalkan tameng yang sudah mendarah daging ini. Nurul hanya akan menanggalkan cadar saja! Untuk menanggalkan Hijab Nurul tidak akan pernah.. sekali-kali tidak akan pernah..!" terangku pada abah.
"Nurul, apapun alasannya kau tidak boleh menanggalkan hal yang sangat luar biasa itu..." Dan seterusnya abah tidak akan pernah mengizinkan aku untuk melakukan hal yang mungkin menurut abah diluar toleransi.

     Sungguh, aku bingung! Baru kali ini aku merasakan dilemma yang teramat sangat. Satu dari bagian hijabku akan kutanggalkan, apa yang akan kukatakkan kelak kepada tuhan. Walaupun insya'Allah tak akan berpengaruh terhadap Iffah dan Izzah tapi perasaan yang menolak atas keputusan yang telah kubuat.
Oleh karena kebimbangan yang teramat sangat kutelepon kakaku yang lucu tapi bijaksana. Khaerul Umam (Pemimpin yang baik, moga aja bener...! yang biasa ku panggil "bang Yoli" ^_^
082145356*** nomor yang kupencet.
"Hallo! Assalamu'alaikum, napa dek?" bang Yoli
"Wa'alaikumussalam... bla.. bla.." kuutarakan semua maksud hatiku. Ternyata Bang Yoli juga sedikit tidak setuju akan hal itu. Bagaimana kalau hal itu berpengaruh terhadap dakwah yang ku jalani, aku takut kalau nantinya aku dbilang munafik! Na'udzubillah...

antologi cerpen remaja islamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang