3A.M #2B

3.3K 755 28
                                    

Aku tidak bisa tidur. Seberapa keras usahaku aku tetap tak bisa memejamkan mata sialan ini yang hendak terus berjaga entah sampai kapan.

Hening. Hanya ada suara binatang malam dan detak detuk jam dinding bergambar panda. AC yang terpasang di kamarku pun menghembuskan udara sejuk seakan mengatakan padaku untuk segera tidur. Namun sayang, mata orang yang sedang ia bujuk ini masih setia berjaga.

Tiba-tiba saja bayangan anak perempuan yang terbunuh kemarin memunculkan trauma lama yang telah usang terpendam. Andai saja papa tidak membawaku ke psikiater mungkin aku telah mendekam di balik ruang isolasi rumah sakit jiwa.

Dulu, saat orangtuaku bertugas keluar negri aku akan tinggal bersama nenek. Masih terekam dengan jelas bagaimana kedekatan ku dengan nenek karena nenek yang penyayang dan sangat lembut.

Teringat olehku bagaimana nenek membuat hariku tidak kesepian dengan ceritanya yang lucu dan kadang menyedihkan saat orangtuanya meninggal sewaktu nenek kecil. Nenek juga sangat suka membuat kue. Hal itulah yang membuatku sangat menantikan hari raya bersama nenek.

Mendekor ruangan dan pohon Cemara, membuat minuman segar, dan menikmati malam sembari menunggu keajaiban hari raya di bawah selimut tebal.

Hari itu, beberapa hari sebelum hari raya terjadi keributan di lantai bawah. Hari sudah petang. Aku kira mama dan papa telah kembali. Aku segera berlari menuruni tangga menyambut mereka antusias.

Ternyata bukan.
Dia bukan mama
Dia juga bukan papa

Yang ku lihat hanya dua orang berjubah dengan muka yang di lapisi oleh topeng. Nenek berusaha melepaskan diri namun gagal. Ia juga mencoba meraih gagang pintu, mencoba mengambil telepon, namun tetap, dia tak tertolong. Nenek di pukuli terlebih dahulu sebelum akhirnya..

Tapi bukan itu bagian paling menyedihkan nya. Aku ingat dimana nenek melihatku di bawah meja, bersembunyi ketakutan dan dengan sengaja nenek menjauhi tempatku, mengalihkan perhatian sang pembunuh, dan sempat ia mengisyaratkan ku agar tidak bergerak dan bersuara.

Bulir air mata ku menetes. Nenek aku rindu nenek, apakah nenek melihatku tumbuh?

Dengan siluet ujung mata yang sanggup melirik. 02.55

Astaga!

Segera aku menutup tirai balkon kamarku. Ku tarik namun sangat sulit untuk menutupnya. Aku sedikit kesal karenanya.

"Ck. Cepatlah!"

Karena masih juga tak bisa di tutup, akhirnya aku membuka tirai itu lebar-lebar, saking kesalnya. Dan munculah kejutan selanjutnya pada pukul tiga pagi.

Kalian semua pasti tak pernah membayangkan sebelumnya. Haha

Anak perempuan, ah arwah anak perempuan itu berada di balkon kamarku. Badannya menelungkup dengan kepala yang di angkat menatap lurus ke arahku. Mulutnya menganga, sungguh mengerikan.
Tangannya mengetuk pintu kaca, meninggalkan jejak telapak tangan di atasnya.

Suara seraknya berkata, "Tolong .. tolong aku." Tatapannya berubah ketakutan, jari telunjuknya terangkat ke arah ku.

Gelap. Aku tolehkan kepalaku pelan-pelan. Lemas sudah badanku. Aku berteriak sekencang yang aku bisa.

Si pembunuh berada di belakangku. Ia berusaha mendekat. Ku jauhkan badanku. Mulutku membisu seolah kelu tak bisa berteriak meminta pertolongan. Hingga ia berada tepat di depanku, ku pejamkan mata.

Dan tepat saat itu ia menghilang. Si arwah perempuan memukul pintu kaca cukup kencang. Saat aku berbalik jarak kami sudah sangat dekat. Aku juga dapat mendengar nafas memburu dari balik topeng.

Pembunuh itu sudah ada di sana.
3.30

Udah sejauh ini masih ga mau bayar gajiku? Hih! Dasar kalian, menyebalkan:( sedih nih

[✓] Tiga Pagi - Chensung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang