3A.M #6

2.2K 516 101
                                    

Penyesalan



It's such a shame for us to part
Nobody say it was easy
No one ever said it would be this hard
Oh take me back to the start.

Jam berganti hari, hari pun berganti pekan. Selama itulah aku menjauhi Jisung. Memalingkan muka, tak lagi makan di kantin, berusaha menghindari kontak dengannya. Teror yang aku alami lenyap. Tak lagi aku terbangun pukul tiga.

Bukankah ini yang aku inginkan? Tapi mengapa sebagian diriku memberontak?

Rambutnya masih berantakan. Mata coklat itu tak juga ingin menutup. Dipandangnya jendela yang mengarah ke kamar anak gadis yang mencoba menjauhi nya beberapa waktu terakhir.

Di punggunginya pemandangan itu, kini ia beralih pada bagian dalam kamarnya yang meremang. Sayup-sayup terdengar alunan indah biola yang menggesekan instrumen kebanggaan Yiruma, kiss the rain.

Sesegera mencari sumbernya, tak perlu susah dia langsung mendapatkannya.

"Haechanie.."

Jisung tertegun. Keduanya melempar pandang penuh haru. Udara seakan menyempit membuat Jisung sedikit kesulitan bernapas.

Mencoba meraih Haechan yang berbentuk bayangan, muka itu menampakkan kesedihan. Dahi Jisung menyerengit. Saat hampir menyentuhnya, bayangan itu menghilang, meninggalkan sebuah biola disana.

Diraih dengan hati-hati biola itu oleh Jisung, seakan benda kayu yang akan rusak oleh sentuhan-sentuhan kecil. Saat di angkatnya biola itu, permainan kecil terputar di kepalanya.

Mengerti, Jisung mengambil buku gambar yang dipenuhi sketsa hal-hal yang akan membantu memecahkan misteri Black Pearl Residence ini.

Tak lupa, Jisung menuliskan tulisan beserta artinya di bagian akhir.

Hanya ini yang bisa dia lakukan.

Tepat pukul tiga pagi.

Jisung seolah siap menyongsong kedatangan seseorang di balik pintu. Seperti menunggu malaikat bersayap, tangannya di rentangkan meminta sebuah pelukan pada seseorang di balik sana.

Seseorang itu mematung untuk beberapa menit sebelum ia mengeluarkan sebilah pisau dari balik jubahnya. Jisung tidak terkejut tidak pula ia hendak menghindar.

Rela rasa baginya menyerahkan nyawa demi dia yang tercinta. Tak ada tanda bahwa Jisung akan kabur dan membatalkan rencananya.

Pembunuh itu kini telah berdiri tepat di depannya. Mulutnya bergerak meninggalkan pesan sebelum pisau menghunus dalam tubuhnya.

"Jaga dirimu. Setelah ini bertobatlah, aku dan Haechan menyayangi mu."

Lagi, tubuh si pembunuh diam mematung. Sempat terjadi perdebatan dalam dirinya sebelum bisikan-bisikan kembali mengambil alih pikirannya. Begitu kejam, penguasaan seluruh jiwa.

Sosok yang tak lagi di kenal Jisung, bengis.
"Aku sudah memaafkan papa, juga akan memaafkan kalian."

Jisung melirik pintu yang sedikit terbuka di ujung sana. Si empunya menutup sedikit mata dengan air membasahi pipinya.

[✓] Tiga Pagi - Chensung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang