Chapter 5 (Direvisi)

2.6K 412 11
                                    

Sakura berjalan dengan menyeret langkah setelah keluar dari minimarket tempatnya bekerja. Dadanya terasa sesak dan air mata yang sejak tadi ditahannya mengalir begitu saja.

Beberapa pejalan kaki yang berlalu lalang menatap Sakura secara sekilas, bertanya-tanya dengan apa yang terjadi dengan gadis berambut merah muda itu di dalam benak mereka. Namun Sakura segera menundukkan kepala begitu menyadari bahwa orang-orang memperhatikannya.

'Penjualan karyamu semakin menurun. Kau harus lebih sering promosi. Kalau kali ini tidak sampai 100 eksemplar, untuk selanjurtya kau tidak bisa menerbitkan gratis di penerbit ini lagi. Aku membantumu cuma karena aku pembaca karyamu sejak dulu.'

Pesan dari editor penerbit indie tempatnya menerbitkan tiga novel sebelumnya membuatnya tertohok. Sebelumnya ia menulis di platform online sebelum ditawari menulis di penerbit indie dan memasarkannya sendiri. Bukannya ia tak pernah mencoba di penerbit mayor, hanya saja karyanya tak pernah lolos.

Nasibnya tak jauh-jauh antara tidak mendapat kabar setelah lebih dari tiga bulan atau mendapat email kalau naskahnya ditolak. Ia sudah mencoba di beberapa penerbit dan beberapa kali ditolak hingga akhirnya menyerah dan memilih menerbitkan di penerbit indie kenalannya di platform menulis.

Sakura merasa dirinya begitu menyedihkan saat ini. Setelah dipikir-pikir, sepertinya ia memang tidak berbakat untuk menulis. Entah kenapa, karyanya tak begitu banyak digemari orang. Bahkan mengikuti lomba menulis juga jarang menang.

Bisa-bisanya ia menghabiskan waktu tiga tahun terakhir setelah lulus kuliah untuk fokus menulis. Ia bahkan memilih kerja sambilan untuk mencukupi kebutuhan hidup selain mendapat sokongan dari kedua orangtuanya. Ia merasa egois telah membuat mereka sia-sia berkorban.

Mank emerald Sakura tanpa sengaja mendapati sosok lelaki yang tak asing baginya. Ia merasa heran karena mendapati lelaki itu di tempat seperti ini ketika seharusnya lelaki itu berada di kafe, namun ia memutuskan untuk menyapa lelaki itu.

"Sasuke."

Sasuke mengangkat tangannya, membalas sapaan gadis merah muda itu tanpa kata.

"Ah, kau ngapain di sini? Tidak ke kafe?"

Sasuke meraih saku celananya dan baru teringat jika ia keluar tanpa membawa memo maupun pena. Ia segera mengeluarkan ponsel dan menekan aplikasi notes serta mengetikkan pesan balasan.

----------------------------------

Beli rokok. Kau?

----------------------------------

"Pulang kerja. Kau sudah makan? Kalau belum, mau makan bareng?"

Sasuke terkejut untuk sesaat dan ia hanya menatap gadis itu tanpa bereaksi.

Sakura seketika menyadari ucapannya dan merasa malu. Ia pasti dikira perempuan aneh yang agresif dan mengenaskan hingga berusaha sok kenal dengan lelaki asing. Seandainya waktu bisa diulang, Sakura akan memilih untuk kembali ke lima menit yang lalu dan ia akan pergi setelah menyapa lelaki itu, bukan berhenti dan melakukan konversasi tak penting.

"Eh... umm... kau jangan salah paham. Aku cuma mentraktirmu sebagai ucapan terima kasih atas kue yang waktu itu."

Sasuke menatap Sakura lekat-lekat dan menyadari jika terdapat bekas air mata di wajah gadis itu. Ia menduga jika gadis itu begitu frustasi dan membutuhkan seseorang untuk diajak bicara sekarang juga hingga mengajaknya untuk makan bersama meski tidak begitu kenal.

Ia segera mengiyakan tawaran gadis merah muda itu. 

-Bersambung-

In Silence (Sasuke.U x Sakura.H Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang