"Bagaimana tempat kerja barumu?"
Sakura mengembuskan napas dan terdiam sesaat sebelum menjawab. Menghabiskan enam hari seminggu di kafe yang hening membuatnya merasa sesak karena terlalu hening dan ia merindukan konversasi layaknya manusia normal, namun di saat yang sama ia mulai merasa bahwa lingkungan di sekitarnya terasa terlalu berisik.
Sore ini ia memutuskan menikmati kue dan kopi di salah satu kafe yang berada di salah satu pusat perbelanjaan kelas atas bersama kedua sahabatnya. Ia merasa tertarik mencoba kue wijen hitam dengan rasa butter cream yang sedikit manis serta latte cantik dengan rasa kopi yang kuat namun sama sekali tidak manis.
Kafe tersebut merupakan kafe dari salah satu negara di Asia yang cukup populer dan cukup ramai meskipun ia datang pukul setengh tiga sore. Ia bahkan harus berbagi satu meja panjang dengan dua pengunjung lainnya yang untungnya berjarak lumayan jauh darinya karena terpisah kursi.
"Oke juga. Tak kusangka semua pegawainya baik. Setidaknya tidak ada senioritas," jelas Sakura seraya memotong kue pesanannya.
Tenten menatap gadis yang duduk di seberangnya dengan tatapan iri. Ia sendiri bekerja di korporat dan merasa lelah dengan situasi kerja yang penuh senioritas. Ia bahkan masih ingat dengan perpeloncoan terselubung yang dialaminya ketika baru masuk kerja. Saat itu ia diperlakukan layaknya pesuruh, mulai dari membuat kopi, membelikan makanan, hingga membuang sampah ke tempat sampah.
"Serius? Tempatmu bekerja milik orang Jepang, kan?" tanya Tenten dengan raut wajah terkejut.
"Kenapa kau berpikir kalau bosku bukan orang Jepang?" Sakura balik bertanya.
Ino tak menghiraukan kedua sahabatnya dan memilih menikmati sepotong kue coklat hangatnya. Entah kenapa pendingin udara di pusat perbelanjaan terasa lebih dingin ketimbang biasanya hari ini sehingga ia memesan coklat hangat dan kue coklat yang juga disajikan dalam temperatur hangat. Untungnya minuman dan kue itu tidak manis berlebih.
"Dasar anak ini," keluh Tenten seraya merengut. "Memangnya kau bukan orang Jepang, ya? Kau tahu sendirilah bagaimana budaya senioritas di negara kita."
"Bukan," sahut Sakura. Ia sedikit menyeringai dan menjawab, "Aku orang Kutub Utara. Bagaimana, dong?"
"Kutub Utara? Bagaimana keadaan di kampung halamanmu? Kau berteman dengan penguin di sana?" tanya Ino setelah mengunyah kuenya.
Sakura memutuskan mengikuti permainan kedua sahabatnya. Rasanya menyenangkan menjahili kedua wanita itu sesekali. Entah kenapa konversasi secara normal juga terasa seperti sesuatu yang spesial baginya karena ia tak bisa melakukannya di tempat kerja.
"Cuacanya semakin panas, nih. Pemanasan global mengerikan, es di tempatku mulai mencair," jawab Sakura seraya berpura-pura mengipas dengan tangan.
Tenten tersenyum, begitupun dengan Ino. Kemudian Ino melirik Tenten dan berkata, "Tahu, nggak? Beberapa hari yang lalu Sakura memintaku mengajari bahasa isyarat demi pekerjaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
In Silence (Sasuke.U x Sakura.H Fanfiction)
Fanfiction✅PDF Ready Isi : 44 chapter + Epilog + 2 Bonus Chapter Total 300+ Halaman Harga : Rp. 20.000 . . Sakura, seorang penulis amatir, memutuskan berkunjung ke sebuah kafe bertema keheningan dan jatuh cinta dengan kue yang memiliki rasa anti mainstream se...