Chapter 3

2.5K 303 96
                                    

Cicitan burung yang bertengger di atas dahan pohon di dekat rumah yang terletak pada pinggiran kota itu terdengar jelas oleh setiap indera seseorang yang menangkapnya.

Pada sebuah ruangan--dapur. Singto tengah sibuk menyiapkan sarapan untuk sang anak, membuatkan Krist omelette kesukaannya dan juga mengambil susu strawberry yang kemarin sempat di beli oleh Singto.

Sebenarnya ini hal paling mudah Singto lakukan, karena tidak ada makanan khusus yang tidak di sukai Krist kecuali sayuran, meskipun demikian terkadang Singto memaksa putranya untuk memakan sayur-mayur, karena bagus untuk kesehatan.

Sesuai menyiapkan sarapan dan juga bekal Krist, dengan segera ayah muda itu melangkahkan kakinya menuju kamar sang putra, di bukanya kenop pintu yang menghalangi pandangannya kini, hingga terlihatlah remaja itu tengah berbaring di atas tempat tidurnya, sembari memeluk boneka kura-kura di dalam pelukannya, di balik pintu kayu yang Singto dorong perlahan.

"Kit..," Panggil Singto dengan lembut sambil mendudukkan dirinya pada sisi tempat tidur sang anak, seraya mengusap pipi Krist pelan, berusaha untuk membangunkan putranya, "bangun Kit, nanti kamu bisa terlambat ke sekolah."

Gerakan pelan keluar dari Krist, meskipun sang anak tidak membuka matanya sepenuhnya, hingga Singto berusaha lagi untuk mencoba membangunkan sang putra.

"Bangun, nanti Kit terlambat lagi."

Di bantunya sang anak untuk bangkit, menunggu Krist untuk ke alam sadar beberapa saat, sebelum mengajak sang anak untuk masuk ke dalam kamar mandi, melepaskan seluruh pakaian yang melekat pada anaknya, lalu memandikan Krist di dalam bathtub.

Setelah selesai langsung membantu anaknya berpakaian, mengingat kondisi Krist yang seperti ini, banyak hal yang tidak bisa putranya lakukan sendiri, tetapi Singto sudah mengajarkannya sedikit demi sedikit, berharap Krist akan mengerti.

Singto yakin Krist pasti akan mengerti, hanya saja memerlukan waktu cukup lama untuk sampai ke saat itu, namun bukannya memang tidak ada hal instan di dunia ini jika ingin meraih hasil yang baik?

Sampai kapanpun itu Singto akan terus mencoba, terus berusaha hingga titik terakhir yang pria tadi mampu, tidak mencoba untuk menyembuhkan Krist, tidak berharap Krist akan bisa seperti anak normal, sebab itu beban yang cukup berat jika Singto terlalu berharap pada anaknya, tidak baik untuk pertumbuhan Krist, yang Singto ingin lakukan hanya Krist bisa bertahan hari demi hari dengan kemampuannya sendiri.

Di sisirnya rambut Krist perlahan, sang anak hanya diam seolah tahu, kalau Singto tengah cukup kerepotan untuk mengurusnya hingga tidak membuat ulah seperti biasanya.

"Lihat siapa ini? Anak ayah terlihat sangat manis."

Jemari Singto mengusap pipi Krist pelan, lalu mengambil ransel dan juga topi sang anak, sebelum mengajak Krist untuk sarapan.

Krist berjalan lebih dulu ke arah meja makan, dan mendudukkan dirinya pada salah satu bangku. Remaja tadi menatap sarapan yang di buat ayahnya, Krist hanya diam sejenak sebelum tangannya membenarkan letak piring yang sedikit miring ke arah lain, membenarkan letak benda plastik bulat itu sejajar dengan peralatan makannya sebelum mencoba untuk menyendok makanannya sendiri.

Tentu sana Krist makan dengan berceceran, tetapi Singto yang duduk di hadapannya tidak tinggal diam dan membersikan wajah anaknya perlahan-lahan menggunakan tisu basah.

"Apa Kit suka?"

Tidak ada jawaban dari anak itu, yang menjadi fokus Krist hanya makanannya, semua yang di lakukan sang anak tidak luput dari pengamatan Singto, supaya Singto tahu apa yang suka di lakukan Krist dan apa yang Krist tidak suka.

[31]. AFEKSI: Come to meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang