Chapter 9

1.9K 242 76
                                    

Kedua manik oniks itu tak sama sekali melepaskan pandangannya dari sosok remaja manis yang kini mendudukkan diri pada atas rerumputan hijau di halaman belakang rumahnya sembari tanganya memutar-mutar bola yang ada di hadapannya dengan riang.

Singto hanya tersenyum samar melihat tingkah lucu Krist, tidak tahu sampai kapan dia akan terus bisa melihat momen seperti ini. Gelegan pelan keluar dari pria itu, mengenyangkan bayangan buruk yang kini bersarang di dalam benaknya, sesuatu yang membuat Singto takut, jikalau hal itu menjadi kenyataan, tak ingin mimpi buruk itu semakin menghantuinya.

Dilihatnya Krist yang bangkit dari permukaan tanah, ingin menendang bola yang ada di hadapannya. Namun, itu justru membuatnya jatuh telungkup tidak jauh dari tempat Singto berpijak. Dengan cepat pria tadi menghampiri sang Anak dan membantu Krist bangkit.

Dengan pelan Singto meniup-niup lutut Krist yang terluka padahal putranya hanya terjatuh pelan. Singto menjauhkan tangan Krist yang justru ingin mengaruk lukanya karena merasa tidak nyaman.

"Jangan di sentuh, Kit."

"Sakit."

"Ayah akan mengobatinya. Jangan kemana-mana."

Krist menganggukkan kepalanya, seolah mengerti apa yang sang Ayah katakan. Namun, begitu Singto tak ada anak itu mengaruk lukanya sendiri, seperti sudah mati rasa, tidak mengerti jika hal itu akan semakin membuatnya merasa sakit nantinya.

"Kit!"

Teriak Singto kesal, melihat apa yang dilakukan oleh Krist dan langsung memukul kedua tangan Krist pelan, akan tetapi itu membuat Krist sedikit terluka karena ayahnya memukulnya.

"Jangan lakukan itu lagi, mengerti!"

Intonasi Singto sedikit meninggi, daritadi dia sudah sabar bahkan Singto berulang kali mengatakan agar Krist main di dalam kamarnya saja dan bukan di sini, tetapi anak itu tidak mau mendengarkannya. Lihat apa yang terjadi setelahnya, Krist terluka. Sedikit benturan saja membuat kulit Krist sensitif, hingga akhirnya terluka. Singto tahu itu. Namun, Krist sama sekali tak mau mendengarkannya.

"Ayah...."

"Mengerti atau tidak?"

Krist hanya diam tak menjawab dan justru mengambil bolanya ingin kembali memainkannya, Singto mengambilnya dan melemparkan mainan bulat itu agak jauh dari Krist, agar remaja itu mendengarkannya.

"Ayah sedang bicara padamu, lihat ke sini."

Tangan Singto memegangi kedua pipi Krist untuk menatapnya, tetapi anak itu tak mau dan berjalan ke arah bolanya, ingin mengambil mainannya lagi. Hanya saja begitu meraihnya tangan Krist gemetaran, tidak bisa menyentuh bola itu dalam beberapa saat meskipun akhirnya setelah beberapa waktu semuanya kembali seperti sedia kala.

Singto yang sadar jika ada sesuatu tidak beres terjadi pada putranya itupun hanya bisa terdiam dan memilih untuk meninggalkan Krist ketika bel rumahnya berbunyi.

Lebih memilih untuk membuka pintu daripada terus disana dan membuatnya semakin merasa sakit. Merasa tidak berguna karena tak bisa melakukan apapun untuk mengangkat sedikit beban anaknya.

Ayah seperti apa dia ini, sekarang itu yang ada di pikiran Singto, hanya menjaga satu anak saja Singto tidak bisa, padahal Krist selalu bersama dengannya.

Saat pintu rumahnya terbuka, sosok ibunyalah yang terlihat berdiri di ambang pintu dengan membawa beberapa kantung belanjaan besar di sisi tangan kanan dan kirinya.

"Ada apa ibu ke sini?"

"Mond mengatakan jika anakmu sakit."

"Apa ibu sekarang senang karena Kit sakit?"

[31]. AFEKSI: Come to meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang