Chapter 7

1.8K 260 129
                                    

Benda langit terdiri atas gas menyala seperti matahari yang hanya tampak ketika langit kehitaman mendominasi angkasa kini, bertaburan dengan indahnya menemani sesosok pria berkulit Tan yang saat ini tengah mendudukkan dirinya termenung sendirian pada bangku di halaman kecil pekarangan rumahnya.

Hari sudah sangat larut, akan tetapi Singto tak bisa melakukan apapun kecuali terdiam di tempat ini, memikirkan hidupnya yang semakin lama makin memburuk.

Tidak ada siapapun yang kini menemaninya, Singto sendirian. Tidak ada lagi sosok Krist yang selalu bersamanya, menemaninya di dalam segala waktu. Hidup Singto berubah menjadi hampa ketika Krist tidak ada. Banyak pemikiran yang kini berkecamuk di dalam benaknya, meskipun segalanya mengarah kepada anaknya.

Pria itu menatap bintang yang kini bertaburan di langit dalam kebisuanya. Hanya terpaan angin yang menjadi temannya, tidak ada hal membuat Singto tenang, apapun yang dia lakukan tidak akan pernah membuatnya melupakan sosok remaja manis itu. Singto selalu memimpi jika Krist menangis dan memanggil namanya, mencoba meminta pertolongan akan tetapi begitu Singto menghampirinya, anaknya itu perlahan berjalan pergi dan tidak lagi menengokkan kepalanya pada Singto.

Setiap tempat di kota ini sudah Singto singgahi hanya untuk mencari sang Anak, entah sudah ada berapa puluh orang yang dirinya temui, ketika menanyakan tentang sosok yang selalu ada di dalam benak Singto selama ini. bayangan Krist selalu menghantuinya.

Tinggal di mana Krist sekarang? Apa di luar sana? Bagaimana jika hujan turun? Singto tidak mau Krist kedinginan. Siapa yang akan memberikan anaknya makanan? Singto takut Krist kelaparan. Apakah Krist baik-baik saja? Singto cemas anaknya jatuh ke dalam tangan orang jahat.

Dunia luar itu keras, orang akan melakukan apapun untuk bertahan hidup, bahkan tidak banyak dari mereka yang mengorbankan orang lain. Banyak berita tentang buruknya dunia ini terpampang jelas pada saluran televisi. Singto tidak mau Krist sampai menjadi salah satu dari mereka, di tambah dengan kekurangan yang anaknya miliki mempermudah orang lain jika mereka mempunyai niat jahat nantinya. Meskipun tidak semua orang itu jahat, beberapa dari mereka mungkin punya hati yang tulus, tetapi jarang ada orang lain yang peduli dengan nasib orang asing yang bahkan tidak di kenalnya.

Mengingat cemoohan orang lain pada anaknya, Singto hanya bisa semakin mencemaskan keadaan Krist di luar sana. Krist tidak mengerti apapun, dia hanya terbiasa dengan dunianya sendiri.

Kadang Singto berpikir kenapa ibunya sangat tega padanya, ingin menjauhkan Singto dari Krist padahal beliau tahu jika Krist itu sangat berarti di dalam hidupnya.

Kalau Singto bisa, dia ingin memindahkan segala rasa sakit dan hinaan yang di berikan kepada anaknya, karena Krist tidak pernah tahu apapun. Dia hanya hidup di dalam dunianya sendiri, sesuatu hal yang tidak bisa di sentuh orang lain. Bukan karena dia aneh ataupun tidak normal, akan tetapi karena anak sepertinya itu spesial, sebab itu Tuhan memberikan sesuatu yang orang lain tidak berikan pada orang lain.

Krist hanya sedikit berbeda, tetapi bukan berarti ketika orang lain memakinya dan mengatakan tentang hal buruk, bahkan menggunjing segala keterbatasannya, dia tidak akan sakit mendengarnya. Hati anak sepertinya sangat rapuh hanya bisa di mengerti oleh orang yang benar-benar tulus padanya. Krist tidak idiot, dia hanya membutuhkan waktu mencerna sedikit lebih lama dari kebanyakan orang. Hanya saja orang lain tidak tahu itu dan menganggap jika Krist tidak akan pernah merasa sakit, berpikir kalau Krist tidak bisa berpikir normal. Padahal mereka salah, Krist sama seperti orang lain. Namun, hanya sedikit berbeda dari orang kebanyakan.

Jadi kenapa seseorang seperti Krist harus di kucilkan, harus di jadikan bahan candaan, dan juga rentan dengan hinaan serta tidak di inginkan. Tidak bisa melihat sosok Krist lebih dalam lagi, seperti apa anaknya sebenarnya. Walaupun seperti itu sampai detik ini, Singto tak pernah malu mempunyai anak seperti Krist.

[31]. AFEKSI: Come to meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang