Nama: Safira Apriliani
Judul: Ramadhan Tanpa Dirimu, AyahSeorang gadis sedang berjalan dengan lesu disamping ibunya, sesekali ia mengucek matanya untuk menghilangkan rasa kantuk yang hinggap dimatanya. Wajar saja jika dirinya masih merasa mengantuk, sekarang masih pukul 02.30 dini hari, tetapi ia dan ibunya sudah harus pergi keluar rumah untuk membeli makanan sahur. Hari ini adalah sahur pertamanya dalam bulan Ramadhan tahun ini.
"Hana, awas!" teriak Luna --Ibu Hana-- saat melihat Hana hampir saja terjatuh ke dalam saluran air. Hana yang mendengar teriakkan dari sang Ibu hanya bisa menunjukkan deretan giginya yang putih.
"Kamu ini, jalan yang benar dong."
"Maaf, Bu. Hana masih ngantuk soalnya, hehe," balas Hana seadanya.
"Tadi ibu suruh tunggu di rumah aja gak mau sih," ucap Luna sambil menjawil hidung kecil Hana.
"Iya lah, masa nanti Hana sendirian di rumah, mending ikut Ibu beli makanan."
Mereka berdua mengentikan langkahnya ketika telah sampai di tempat tukang ayam bakar langganannya. Tempat tersebut lumayan ramai dipenuhi pengunjung yang memang sedang membeli ayam bakar.
Hana duduk di kursi yang ada di dalam toko tersebut, sedangkan Luna pergi untuk memesan. Ia memperhatikan sekelilingnya, toko bernuansa hitam putih ini sangat menarik pengunjung untuk datang, selain dikarenakan rasa ayam bakar buatannya yang memang sangat enak, pelayan-pelayan di toko ini juga sangatlah ramah kepada pembeli. Jadi, wajar saja jika toko ini sangatlah ramai."Ayah, kalau nanti Key sahur, berarti Key harus puasa dong, Yah?" tanya gadis kecil yang duduk tidak jauh dari tempat Hana berada kepada ayahnya.
"Iya dong, Key. Key harus puasa. Umur Key sekarang udah 10 tahun, kan?" jawab sang ayah.
"Kalau puasa, berarti Key gak boleh makan dan minum dari pagi sampai Maghrib ya, Yah?"
"Iya dong, namanya juga puasa, Sayang. Berarti gak boleh makan dan minum," jelas ayahnya lagi dengan sabar kepada sang anak.
"Terus nanti kalau Key haus, Key gak boleh minum gitu? Kalau Key mati gimana, Yah?" tanya Key lagi dengan polos.
"Puasa gak akan bikin orang mati, Sayang. Ayah janji deh, kalau hari ini Key bisa puasa sampai maghrib, nanti ayah belikan boneka beruang baru lagi buat Key."
"Wah, serius Yah?" tanya Key tidak percaya.
"Iya, Ayah janji, Sayang."
"Yaudah, kalau gitu, Key akan puasa sampai Maghrib hari ini. Makasih, Yah. Key sayang banget sama Ayah pokoknya," ucap Key sambil memeluk erat sang ayah.
'Andai aja Ayah Hana masih ada disini, pasti Hana juga bisa kayak anak itu, Hana kangen sama Ayah, Yah,' batin Hana bermonolog.
"Hana, kok melamun sih? Kamu ngantuk ya? Sabar ya sebentar lagi punya kita jadi kok," kata Luna yang sedari tadi memperhatikan anaknya melamun.
Perhatian Hana kini teralihkan dari yang awalnya memperhatikan seorang anak dan ayahnya yang sedang berbincang mesra, kini beralih ke ibunya yang sedari tadi memperhatikannya.
"Iya, Bu. Hana masih sedikit ngantuk sekarang," ucap Hana berbohong kepada ibunya. Padahal kantuk yang ada di dirinya sudah hilang sedari tadi.
"Sabar ya, sebentar lagi juga jadi. Nah, itu dia punya kita," ujar Luna saat melihat salah satu pelayan berjalan ke arahnya sambil membawa pesanannya.
Setelah mengucapkan terima kasih dan membayar di kasir, Hana dan Luna pun mulai berjalan untuk pulang ke rumah mereka.
Sesampainya di rumah, mereka berdua langsung menyiapkan makanan yang baru saja dibelinya. Hana sama sekali tidak membuka suaranya, Luna fikir, bahwa Hana masih mengantuk, jadi ia tidak mau mengganggunya.
Hingga sampai selesai sholat subuh berjamaah di kamar Luna, Hana masih tetap tidak membuka suaranya. Ia hanya menanggapi ucapan Luna seadanya saja. Luna yang merasa sudah tidak tahan dengan diamnya sang anak, akhirnya memutuskan untuk bertanya.
"Hana, ada apa Sayang? Kok dari tadi diam aja sih?" tanya Luna dengan lembut.
Hana menggelengkan kepalanya sebagai jawaban."Jangan bohong, Hana. Ingat, kamu lagi puasa lho. Nanti bisa batal puasanya."
Hana yang mendengar ucapan tersebut seketika terkejut, ia hampir lupa kalau hari ini ia sedang berpuasa, seharusnya ia tidak boleh berbohong, karena bisa mengurangi pahala puasa yang akan ia dapat."Hana cuma sedih aja, Bu. Andai... Ayah masih ada disini ya Bu, pasti..." ucapan Hana terhenti karena isak tangisnya keluar tanpa bisa ia tahan. Luna yang melihat hal tersebut langsung merengkuh tubuh kecil anak gadis kesayangannya. Luna mengusap-usap punggung anaknya dengan sayang.
"Udah sayang, itu semua udah takdir dari Allah. Allah mengambil ayah dari kita, itu berarti Allah lebih sayang sama Ayah," ucap Luna berusaha tegar, ia menahan air matanya yang sedari tadi sudah ingin jatuh membentuk sungai kecil di pipinya. Ia tidak ingin membuat anaknya semakin sedih melihatnya.
"Tapi Bu, andai aja waktu itu Hana gak minta jemput sama ayah, pasti ayah sekarang masih ada sama kita sekarang. Bisa sahur dan buka puasa sama-sama dengan kita. Ayah pergi karena Han—"
"Qodarullah wa maa syaa'a fa'ala, Sayang."
"Tapi, Bu, Allah jahat sama kita, Bu. Dia udah buat kita tinggal berdua aja. Dia jahat Bu, Dia udah ambil ayah dari kita selama-lamanya. Allah jahat... hiks... hiks..."
"Istighfar, Sayang. Jangan bicara kayak gitu lagi. Allah hanya mengambil satu kenikmatan kamu di dunia ini, tapi kamu bisa bicara seperti itu? Bagaimana jika semua kenikmatan yang Allah berikan kepada kamu, Dia ambil semuanya? Sudah terlalu banyak nikmat yang Dia berikan, jangan hanya karena satu Allah ambil, kamu jadi tidak mensyukuri nikmat lain yang Allah kasih kepada kamu. Dengan masih adanya Ibu disini, harusnya kamu syukuri itu, Hana. Allah masih baik sama kamu dengan tidak mengambil Ibu juga, apa kamu gak bersyukur dengan masih adanya Ibu disini, Hana?" ujar Luna panjang lebar kepada sang anak.
"Astaghfirullah, Maafin Hana, Hana selama ini kurang bersyukur."
"Insyaallah, Allah maafin kamu, Sayang. Tapi janji, jangan sampai kamu bicara kayak tadi," ucap Luna sambil menatap manik mata Hana dalam-dalam. Hana menganggukkan kepalanya dengan yakin.
"Yaudah, sekarang siap-siap, katanya ada acara di sekolah dan kamu nanti tampil baca tilawah, kan?"
"Iya, Bu. Makasih nasihatnya, Bu. Sekarang Hana mau mandi dulu ya," pamit Hana sambil membuka mukenanya dan beranjak pergi ke kamarnya untuk mandi.
Melihat sang anak sudah bisa tersenyum dengan ceria kembali, membuat Luna merasa lega. Hana hanya anak kelas 5 yang memang masih sangat membutuhkan dukungan dan pelukan hangat dari sang ayah. Luna memaklumi jika Hana bisa berbicara seperti tadi. Kenyataan bahwa sang ayah telah meninggalkannya untuk selama-lamanya memang sangat sulit untuk diterima oleh anak seusianya. Tapi, jika Allah sudah berkehendak, kita sebagai manusia yang hanya berperan sebagai seorang hamba bisa apa?
"Janganlah menyia-nyiakan sesuatu yang saat ini masih engkau miliki, sayangilah ia semestinya. Karena jika sesuatu tersebut hilang sebelum engkau menyayanginya, maka engkau akan dilanda dengan sebuah rasa penyesalan yang teramat besar."
-Safira Apriliani-"Jangan pernah menyalahkan apa yang sudah menjadi ketetapan-Nya, karena ketetapan yang sudah Dia tetapkan itu merupakan sesuatu yang sangat tepat. Apa yang menurut kita baik, belum tentu akan menjadi baik untuk kita kedepannya. Allah yang maha tahu segala sesuatu dan Dia akan selalu memberikan hal terbaik untuk hamba-hamba-Nya yang berada di alam semesta ini. Allah-lah sebaik-baiknya perencana. Keep Husnudzan!"
-Safira Apriliani-