GL 8 - Talks with Them

18.1K 1.9K 288
                                    

GL 8. Talks with Them

🍁🍁🍁
"Jangan pernah menjadikan kesusahan
dan kesedihanmu sebagai tema pembicaraan.
Karena hal itu akan menghalangimu dari kebahagiaan."
-Dr. 'Aidh al-Qarni.


Bagi sebagian insan di bumi yang luas ini, malam akan menjadi waktu yang sangat berbeda. Ada yang bermunajat sembari menyerukan keagungan-Nya, ada yang terlelap untuk menghilangkan penat yang mendera raga, dan ada pula yang bersenang-senang di tempat maksiat yang terkadang membuat manusia lupa bahwa kematian bisa datang kapan saja.

Begitu juga yang dilakukan oleh pemuda dua puluh delapan tahun ini. Arva baru saja menyelesaikan hafalan Qur'an-nya. Menutup mushaf yang ia terima sebagai hadiah dari Qais beberapa tahun silam. Saat dirinya berangkat ke London untuk meneruskan kuliahnya.

Perpisahan yang membuat Arva sedikit kehilangan, karena Qais adalah sosok yang membuktikan padanya bahwa seperti inilah sahabat yang akan membawamu ke surga. Sahabat yang selalu mengingatkanmu akan kuasa-Nya, sahabat yang selalu mengajakmu ke jalan kebaikan. Seperti yang dikatakan oleh Hasan Al-Bashri dalam Ma'alimut Tanzil 4/268, "Perbanyaklah berteman dengan orang-orang yang beriman. Karena mereka memiliki syafa'at pada hari kiamat." Bahkan Mario dan Ervan tidak menyangkal pernyataan Arva, keduanya sama-sama menyetujui bahwa memang seperti itulah sosok Qais Rauf Al-Ghifary bagi mereka yang sempat terlena akan dunia.

"Jangan lupa tahajjud, ya, Va. Di London aku mana bisa tarik-tarik kakimu supaya bangun. Paling juga cuma bisa berisik via whatsapp buat bangunin kamu." Itu pesan yang dulu pernah Qais katakan padanya. Membuat Arva yang jarang sekali tersenyum, merasa sangat diperhatikan. Sahabatnya inilah yang mengajarkannya bahwa saat tak ada lagi bahu untuk bersandar masih ada lantai untuk bersujud. Kalimat yang membuktikan jika sang Khalik tak akan meninggalkan hamba-Nya sendirian di manapun mereka berada kelak.

Dan saat Arva kembali ke rumahnya, saat itu pula kebiasaannya kembali terulang. Balkon adalah tempat favoritnya. Di mana kali ini ia menikmati balkon kamarnya sendiri. Papa Hafish yang membangunkan itu untuknya. Karena Mama-nya pernah mengatakan pada Hafish bahwa suka menghabiskan waktu di tempat itu. Menikmati senja yang meninggalkan pelataran siang, menatap bintang yang bertebaran kala gulita datang, atau pun menyambut fajar yang menjadi waktu untuk memulai harapan.

"Mama sudah mulai berisik minta gue buat nikah." Hingga ucapan Angkasa membuatnya teringat percakapan mereka tadi siang.

"Ya nikah tinggal nikah, sih." Kali ini Qais yang menjawab. Berhasil membuat Angkasa mendelik pada temannya itu. Yang kemudian disambut positif oleh Mario juga Ervan kompak untuk menjahili Angkasa.

"Bener, tuh. Lo udah tua, Sa. Nikah sana! Masa kalah sama Qais. Ini akhi soleh bentar lagi melepas masa lajang, nih," ujar Mario yang berhadiah geplakan gratis dari Angkasa di sebelahnya.

"Berisik!"

"Lah? Mario bener kali, Sa. Lo udah tua, makanya Tante Acha minta lo buat nikah. Turutin aja, sih." Ervan menyengir pada Arva saat menyerukan nama Mama Angkasa. Karena Tante Acha adalah Tante-nya Arva, kakak Widuri.

"Kalau gue tua, lo semua apa? Bangkotan?" balas Angkasa kesal.

Qais, Mario, dan Ervan tergelak mendengar ucapan pemuda itu. Arva sendiri hanya menggeleng menatap sahabat-sahabatnya yang terkadang tak se-cool kelihatannya.

"Bunda Gee gak ikutan nyuruh lo nikah, kan, tapi?" Akhirnya Arva ikut bertanya. Sembari menyesap espresso yang dipesannya tadi.

Terlihat sorot menyendu di mata sepupunya. Arva tahu betul betapa Angkasa menyayangi ibu angkatnya, karena sejak kedatangan kembali Angkasa di rumah keluarga mereka. Hanya Arva yang bisa dekat dengan pemuda itu. Karena mereka memiliki sifat yang mirip di awal, keduanya tak terlalu suka bergabung dengan sepupu-sepupu berisik mereka lainnya.

Greatest Love ✔️ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang