GL 10 - Memories of Alhambra

17.7K 2K 310
                                    

🔥 TUKANG PLAGIAT PERGI JAUH-JAUH DARI SINI! 🔥

🔥 TUKANG PLAGIAT PERGI JAUH-JAUH DARI SINI! 🔥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

GL 10. Memories of Alhambra


🍁🍁🍁
"Rasakan dan nikmati apa yang ada,
segala sesuatu pasti ada ujungnya
sampai kapan pun jua,
sebagaimana mereka ada pangkalnya."
-Dr. 'Aidh al-Qarni.


Tidak semua kejadian memang harus sesuai keinginan kita. Akan ada banyak hal tak terduga yang menyambangi namun mampu melahirkan degup dalam jantung ini. Sebagaimana yang gadis itu rasakan ketika pemuda tak jauh darinya terlihat santai mengenakan alas kaki. Hingga Qian lebih dulu tersadar dari lamunan dan berdiri lalu menarik Meta agar cepat meninggalkan pelataran masjid tanpa diketahui. Biarkan. Untuk kali ini ia masih ingin menjadi Qian yang tak terlihat seperti dulu. Rasanya menakjubkan saat memilih menatap dalam diam dibandingkan tergagap di depan sang pemuda.

Saat Qian sudah berbalik pergi, Mario adalah orang pertama yang menatap punggung gadis itu. Merasa kenal namun tak tahu pasti. Sebelum akhirnya Arva dan Ervan berdiri dan melangkah lebih dulu darinya.

"Van, itu ...." Ucapan Mario terpotong kala ponsel Arva berdering.

Pemuda berkemeja dark cokelat itu melipir membuat dua sahabatnya memilih menunggu di pos satpam yang ada di dekat mereka. Ervan yang masih menunggu kalimat Mario, mengernyitkan dahinya kala sahabatnya itu tidak menyelesaikan ucapannya.

"Kenapa, sih, lo?" tanya Ervan.

Mario menoleh lalu menggerakkan dagunya ke arah dua orang gadis yang hampir meninggalkan pelataran masjid. "Itu ada Qian," jawabnya.

"Mana?"

"Itu yang pakai hijab biru."

"Biru yang mane, mang? Di sana ada tiga orang yang pake hijab warna biru," omel Ervan tanpa menoleh pada Mario yang mendelik padanya.

"Noh!" Akhirnya pemuda itu menunjuk gadis berkhimar navy dan mengenakan ransel hitam kecil, yang kini sudah mengendarai scoopy putih dan mulai meninggalkan halaman parkir masjid tersebut.

"Ahhh ... kenapa gak bilang daritadi?"

"Mau gue kasih tahu. Tapi itu si curut keburu dapet telepon," ujar Mario.

"Menurut lo, kira-kira gimana reaksi Arva, ya, Yo?" tanya Ervan seraya duduk di bangku kayu yang disediakan di pos tersebut.

Mario ikut duduk di sebelah Ervan, sesekali melirik ke arah Arva yang masih menerima telepon tak jauh dari mereka. "Gak tahu gue. Qais juga gak bilang apa-apa sewaktu dua orang itu ketemu, kan?" ujarnya.

"Lo kayak gak tahu Qais aja, Yo. Mana mau dia ikut campur urusan pribadi orang. Lagian si kunyuk juga kayaknya gak inget sama Qian."

"Mana inget dia. Lo tanya tentang Vivian yang berita penolakannya terkenal banget di sekolah aja dia gak mungkin inget. Apalagi cuma Qian."

Greatest Love ✔️ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang