19: Hati Yang Tersakiti

753 58 0
                                    

Apakah keputusan yang kuambil itu salah? Hingga menyebabkan hati orang-orang yang kusayangi tersakiti?

-Zulfa Salsabila Putri-



Zulfa duduk termenung di kursi tunggu. Menunggu keluarnya seseorang berjas snelli yang tengah berada di dalam.

Zulfa sekarang berada di rumah sakit. Dia dikabari orang tua Zikri, bahwa Zikri kecelakaan. Dan sekarang, kekecewaan yang teramat dalam malah menghinggapinya.

Zulfa kira kejadiannya tak akan seperti ini. Karena dia lihat, Zikri sangat tegar mendengar keputusan Zulfa. Ternyata, penilaiannya salah. Seseorang yang tegar bisa jadi dia menyimpan luka yang teramat dalam, bisa jadi ketegarannya adalah pura-pura.

Setelah Zulfa berkata 'tidak' pada Zikri, dia langsung beranjak dari tempat duduk dan mengayunkan kakinya menuju taman belakang. Saat itu juga, Zikri berdiri dan mengekori Zulfa. Lelaki itu benar-benar tak menyangka jika dia ditolak Zulfa.

"Zulfa, apa bener aku ditolak sama kamu?"

Zulfa hanya diam. Wanita itu hanya mengamati langit malam bertabur bintang ditambah dengan pantulan cahaya bulan purnama.

"Kenapa, Zulfa?"

"Apa ada laki-laki lain yang udah khitbah kamu sebelum aku?"
Sebelum mendapat jawaban yang jelas, Zikri terus menghujani Zulfa dengan pertanyaan.

Zulfa hanya menggeleng. Zikri yang melihat itu langsung mengerutkan dahi. Hatinya bagai tertusuk ribuan belati runcing, relung hatinya benar-benar sakit. Remuk redam. Patah Tak berdarah. Sakit tak terlihat. Hanya dirinya dan Allah saja yang tau.

"Nggak, Zikri! Nggak ada seseorang di hati aku selain kamu!" Jujur Zulfa karena mendapat hujan pertanyaan tanpa henti dari lelaki yang berada di belakangnya.

"Terus, kenapa kamu nolak aku, Zulfa?"

"Ada alasan kenapa aku harus nolak kamu. Dan aku belum bisa jelasin sekarang. Suatu saat nanti aku bakalan kasih tau kamu."

"Ceritakan semuanya sama aku, Zulfa! Aku mohon!"

"Nggak, Zikri! Aku nggak bisa."

"Ceritakan semuanya sekarang, Zulfa!" Zikri terus membujuk, berharap Zulfa tidak berkata 'tidak' untuk yang kesekian kalinya.

"Nggak, Zikri! Nggak bisa!" bentak Zulfa dengan suara yang naik beberapa oktaf.

Detik itu juga, Zikri langsung memutar badan. Kaki jenjangnya melangkah cepat ke ruang tamu.
Sesampainya di ruang tamu, tangannya langsung meraih kunci mobil yang ada di meja dengan gusar.
Tanpa pamit, lelaki itu langsung keluar. Menuju mobil Avanza putihnya.
Tangannya langsung membukanya pintu mobil kasar, begitupun tubuhnya yang didaratkan pada kursi dengan gusar.

Kakinya langsung menginjak pedal gas kencang. Tangannya tak henti-henti memukul stang. Amarahnya ia salurkan pada tangan dan kaki. Hingga membuat kesadarannya saat berkemudi lengah.

Kakinya tak menginjak rem ketika lampu merah menyala. Hingga terdengar suara hantaman yang sangat keras karena mobil Zikri bertabrakan dengan sebuah truk yang melaju sangat keras dari arah yang berlawanan.

Kejadian itu membuat dia terbaring di kasur rumah sakit. Jika saja tidak segera Zikri dilarikan ke rumah sakit, kemungkinan besar nyawanya tak tertolong.

Terdengar suara pintu IGD dibuka. Perempuan yang sedari tadi menenggelamkan wajahnya pada telapak tangan mendongak dan langsung bergegas berdiri, mengayunkan kakinya pada seorang pria berjas snelli.

"Gimana, Dok, keadaan teman saya?" tanya Zulfa dengan suara yang sebisa mungkin ditenangkan.

Dokter berusia muda dengan name tag Arjuna Sanjaya, diam sejenak. Hatinya sedang mengolah kata agar ucapannya tidak menyakiti hati orang yang berada di depannya.

"Keadaan pasien masih koma, Mbak!"

"Boleh saya masuk, Dok?"

"Tentu saja boleh. Kalau gitu, saya permisi dulu!" Dokter Arjuna langsung pergi, meninggalkan Zulfa yang masih mematung.

Setelah punggung dokter itu benar-benar hilang dari pandangan matanya.

Zulfa lantas melangkahkan kakinya ke ruang IGD. Dia berharap agar Zikri segera membuka matanya.

"Assalamu'alaikum," ucapnya ketika memasuki ruangan IGD.

Matanya menatap sesosok pria yang ia cintai, tengah terbujur kaku di atas ranjang rumah sakit.
Tubuhnya penuh dengan perban, juga kabel-kabel rumah sakit yang tak Zulfa ketahui fungsinya.

Zulfa menarik kursi agar duduk di samping tempat tidur Zikri.
Wanita itu hanya bisa menatap kelopak mata Zikri yang masih tertutup rapat dengan lekat.

Dalam hatinya tunas bersalah malah semakin banyak dan membesar. Melihat lelaki yang selalu membuatnya tersipu malu kini terbaring lemah membuatnya hanya bisa merutuki kesalahan yang telah terjadi.

"Zikri, maafin aku! Aku nggak bermaksud buat kamu kaya gini!" Zulfa berucap sembari menahan bendungan air mata yang akan tumpah.

"Maaf, Zikri, aku udah buat kamu kaya gini! Aku sebenarnya sayang sama kamu, tapi aku nggak bisa nerima kamu jadi pelengkap agamaku!"

Terdengar suara langkah kaki yang mulai mendekat. Zulfa mengalihkan pandangannya pada pemilik langkah kaki itu.

Pemilik langkah itu ternyata, orang tua Zikri dan adiknya.
Di belakang juga terdapat orang tua Zulfa.

Ketika langkah kaki mereka semakin dekat, Zulfa lantas berdiri. Mempersilakan orang tua Zikri agar duduk.
Tapi, kursi itu malah diduduki Widya duluan.
Tangannya langsung menari-nari di atas smartphone.

Tak lama kemudian, Widya menyerahkan ponselnya pada Zulfa.
Zulfa hanya mengembangkan senyumnya tanpa meraih ponsel Widya. Dia benar-benar tak tahu apa maksud Widya yang tiba-tiba langsung menyodorkan ponsel miliknya.

Terdengar suara gitar dari handphone Widya, tangannya juga tak henti-henti menggerak-gerakkan hp ditangannya.
Mendengar suara nyanyian dari ponsel Widya yang sangat Zulfa kenali, lantas perempuan itu meraih benda pipih yang dipegang Widya.

Layar ponselnya menampakkan punggung seseorang. Pikirannya langsung tertuju pada lelaki yang terbujur kaku di ranjang. Walau hanya punggung yang terlihat, tetapi suara itu sangat Zulfa kenal, dan itu suara Zikri.

Di video itu, Zikri degan kaus merah sedang bermain gitar. Mulutnya bernyanyi lagu Janji Suci dengan suara yang sangat merdu.

Video itu sengaja diambil Widya ketika kebetulan Zikri tengah berada di balkon dengan mata yang memandang layar ponselnya. Tak ingin menyia-nyiakan suara merdu sang kakak, tanpa pikir panjang Widya langsung memvidio Zikri dari belakang.

"Jangan kau tolak dan buatku hancur. Kutakkan mengulang tuk meminta. Satu keyakinan hatiku ini, aku lah yang terbaik untukmu."

Widya mengikuti lirik lagunya. Sedangkan Zulfa yang mendengar, hatinya terasa tersayat pisau. Pedih. Hatinya benar-benar tersakiti.

"Mas Zikri pernah bilang sama aku kalau dia ditolak sama Mbak Zulfa, dia bakalan bunuh diri!" Ucapan itu membuat Zulfa kaget, matanya langsung menatap Widya tak percaya.

Segitunya kah seorang Zikri? Hatinya bertanya-tanya tak percaya.

"Tapi, katanya di tangkal toge!" Widya mengeluarkan suara tawa getirnya.

"Tapi, kenyataannya kok jadi gini, ya?"

Ucapan Widya bagai anak panah yang tepat sasaran. Kata-katanya membuat hati Zulfa sangat teriris. Sekuat tenaga, wanita itu hanya bisa menarik napas dalam lalu mengeluarkannya perlahan. Mencoba menahan emosinya agar selalu stabil.

"Ini semua gara-gara, Mbak Zulfa! Mbak Zulfa nolak Mas Zikri, jadi kaya gini kan?" Widya mulai terisak, melihat Zikri terbujur kaku. Seorang kakak yang paling ia sayangi berbaring gara-gara ditolak oleh perempuan yang dia sayangi.

"Ini gara-gara, Mbak Zulfa!" bentuknya dengan suara yang naik beberapa oktaf.

Zulfa masih terdiam, kepalanya hanya bisa tertunduk.

"Nggak, Wid, ini bukan salahnya Mbak Zulfa kok!" Ibu Zikri berusaha menenangkan anak perempuannya yang masih saja menyalahkan kejadian ini pada Zulfa.

"Nggak, Bu! Ini semua emang gara-gara Mbak Zulfa! Ini semua gara-gara Mbak Zulfa!" Ucapan yang tadi lembut kini malah berteriak.

Zulfa yang tadi hanya bisa tertunduk, mendengar perkataan Widya sekarang merasakan sakit yang luar biasa. Dadanya mulai sesak, bendungan air matanya akan menetes tanpa izin sebentar lagi. Dirinya masih mematung, namun matanya seperti didekatkan dengan bawang merah. Matanya semakin panas. Buliran air bening mulai mencelos membasahi pipinya yang mulus.

"Permisi!" Zulfa langsung melangkahkan kakinya untuk menjauh dari kerumunan itu.

Kakinya langsung melangkah cepat, sedangkan matanya menyapu seluruh sudut rumah sakit. Hingga dia menemukan sebuah tempat yang cukup gelap.
Perempuan itu langsung melanjutkan langkahnya menuju tempat itu. Dia duduk di sana. Kedua tangannya langsung ditutup kan pada muka.
Sekarang, wanita itu menangis sesegukan mendapat perlakuan Widya.
Ini cukup aneh baginya, karena biasanya Zulfa tidak seperti ini. Baru kali ini Zulfa merasa sakit yang teramat dalam mendapat perlakuan dari adik yang kakaknya telah dia tolak.

Hatinya benar-benar hancur.
Apakah keputusannya membuat banyak hati terluka?
Padahal jika mereka tau alasan sebenarnya, mereka tak akan membuat hati Zulfa sakit. Mereka juga tidak akan sakit hati.

Dia hanya bisa berpasrah pada Rabb yang bersemayam di Arsy. Dia sangat yakin, apapun yang Allah hadirkan untuk jalan hidupnya itu adalah yang terbaik. Apapun yang terjadi, semuanya akan membekas kan hikmah yang tak sia-sia. Semuanya ada pelajaran berharga. Dan dari pelajaran itu dia akan berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Bukankah masa lalu adalah guru terbaik?

****

Assalamu'alaikum. Alhamdulillah bisa publish walaupun besok mau UkK.

Jangan lupa doain, biar Ukk-nya lancar. Hehehehe.

Kalo Hiatus bbrpa hari nggak ppa kan?

Mau kangen juga nggak papa.

Jangan lupa tinggalkan jejak, ya!
Ajak juga orang-orang terdekat buat baca, ya!

~Senin, 20 Mei 2019~

🌸Jazakumullaahu Khayran🌸

Dear Ikhwan [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang