21: Manhaj Salaf

1K 69 16
                                    

Setelah mengenalnya, aku merasakan sesuatu yang tak pernah aku rasakan sebelumnya.

_DewiMaharani_




"Apa? Salafi? Apa itu?" tanya Zikri yang mencoba membuatnya bersandar di ranjang rumah sakit.

"Iya!" jawab Zulfa sembari menunduk.

"Tolong jelaskan, aku benar-benar tidak mengerti Zulfa!" Zikri mulai menampakkan raut wajah tak mengertinya. Berharap besar pada wanita di depannya agar mau menjelaskan dengan rinci.

"Sebelum ke Salafi, aku bakal jelasin dulu tentang Manhaj Salaf!" Zulfa mengambil napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Mencoba menetralkan degup jantung yang abnormal ketika akan berbicara tentang ini pada pria yang baru saja bangun.

"Silakan! Buat aku sangat mengerti tentang apa yang akan kamu ucapkan!" Tarikan kedua ujung bibirnya membuat lelaki yang masih berada di ranjang rumah sakit itu sangat tampan.
Zulfa dibuat terbius beberapa saat oleh ketampanan wajah Zikri.
Laki-laki itu benar-benar tampan. Begitulah apa yang ada dipikiran Zulfa, detik selanjutnya pikiran itu langsung ditepis dengan ucapan istighfar.

Jika dilihat dari segi nafsu seorang wanita, dengan bangga nafsunya akan berkata 'iya' saat Zikri mengkhitbah dia beberapa hari yang lalu. Secara jelas, Zikri masuk kategori pria idaman. Pria yang nyaris sempurna, dia memiliki; kulit putih, tinggi yang kira-kira mencapai 185 cm lebih, bulu mata lentik, bola mata cokelat, hidung mancung, alis hitam tak terlalu tebal, seorang hafidz sekaligus qori, jago olahraga terutama basket, bisa mainin gitar. Pria yang benar-benar nyaris sempurna, sangat disayangkan jika menolaknya. Tapi, pilihan menolaknya adalah yang terbaik untuk Zulfa. Zikri tidak se-akidah dengan Zulfa. Jika Zikri se-akidah dengan Zulfa, tak ada alasan untuk dia menolaknya.

Zulfa tertunduk, lalu melakukan cara bernapas dengan baik.

"Manhaj adalah sebuah metode beragama. Sedangkan Salaf, adalah para generasi terdahulu. Tiga generasi terbaik, yaitu, para shahabat, tabi'in dan tabiut tabi'in. Para generasi yang memegang teguh Sunnahnya Rasullullah Shalallahu alaihi wasallam. Tanpa menciptakan sebuah perubahan atau menciptakan sesuatu yang baru dalam urusan agama."

Zikri berdehem cukup keras, dengan cepat Zulfa yang mengerti deheman itu berhenti berbicara.

"Maaf, memotong pembicaraan! Apa Manhaj Salaf itu sebuah golongan atau sekte tertentu?" Dengan wajah bingung diakhiri senyuman, Zikri memberanikan diri bertanya.

Zulfa membuang napas gusar. Mencoba tetap sabar menghadapi makhluk di depannya yang pernah singgah di hati dan pernah didoakan ketika salat malam.

"Manhaj salaf itu bukan golongan, bukan kelompok, bukan organisasi dan bukan aliran atau sekte-sekte tertentu. Sekali lagi aku jelaskan bahwa Manhaj itu adalah metode beragama atau jalan, sedangkan Salaf adalah terdahulu atau salafussaleh. Yang berarti ittiba atau tuntunan jalannya para pendahulu. Seperti; Rasullullah, shahabat, tabi'in, tabiut dan tabi'in di atas akidah murni dengan manhaj yang mulia. Kembali ke islam yang sempurna di atas tuntutan para pendahulu berdasarkan Alquran, hadits sahih dan ijma!" Ucapan Zulfa terhenti lagi karena mendengar deheman dari Zikri.

Ittiba adalah menempuh jalan orang yang (wajib) diikuti dan melakukan atau jika engkau mengikuti suatu perkataan seseorang yang nampak bagimu kesahihannya.¹

"Maaf, memotong! Apakah para ulama Madzhab itu termasuk?"

Zulfa tak langsung menjawab. Dia sedang asyik menikmati suasana Zikri yang selalu bertanya tentang manhaj salaf. Tunas yang pernah terkubur itu seakan mencuat kembali ke permukaan. Membawa angan dan harapan baru untuknya. Akankah Zikri menjadi seorang salafi? Pertanyaan itu berhenti terpikirkan saat suara bariton Zikri memanggil namanya.

"Zulfa?"

"Oh, iya, maaf!" Gadis berkerudung maroon itu menunduk menutupi pipinya yang sedang memerah.

Setelah jantungnya yang tadi berdetak di atas batas normal kembali seperti semula, Zulfa langsung menarik napas dan membuangnya.

"Iya, Zikri. Semua imam madzhab malah. Imam Syafi'i رَحِمَهُ اللهُ berkata, "Setiap apa yang aku katakan, lalu ternyata ada hadits yang shahih dari Nabi ﷺ yang bersebrangan dengan pendapatku tersebut, maka hadits tersebut lebih utama (untuk diikuti), karena itu, janganlah kalian bertaklid kepadaku."² Semua imam madzhab menganjurkan agar kita memilih sunnahnya Rasullullah jika dalam pendapat mereka ada yang bersebrangan dengan Sunnah beliau," papar Zulfa dengan berharap Allah membuat lelaki di depannya mengerti.

Taklid menurut istilah adalah mengikuti perkataan yang tidak ada hujjahnya atau mengikuti perkataan orang lain tanpa mengetahui dalilnya.³

Zikri yang mendengar ucapan Zulfa tersenyum. Senyuman yang memiliki arti, tapi sayangnya Zulfa tak mengetahui arti tersebut.

"Kamu tau Tashawwuf, Zulfa?"

Zulfa hanya diperbolehkan mengangguk karena detik berikutnya Zikri langsung memaparkan apa itu Tashawwuf.

"Tashawwuf itu adalah kelompok yang para penganutnya sering memakai pakaian wol yang melambangkan kezuhudan. Kami mempercayai karamah para wali, orang shalih dan sebagainya. Kami juga memiliki zikir khusus yang dibuat oleh para guru-guru kami. Zikir yang lebih utama daripada membaca Alquranul Kariim. Manusia dalam kelompok kami dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu; syari'at, tarekat, hakikat, dan ma'rifat. Menurut kami apabila seseorang telah mencapai derajat ma'rifat maka orang itu bebas dari kewajiban syari'at dan tidak perlu lagi salat, puasa, dan lainnya. Kita juga tidak perlu lagi menjauhi larangan seperti zina, minum khamr dan lain-lain. Orang yang telah paham Tashawwuf, terutama yang telah mencapai tingkatan ma'rifat itu adalah orang-orang yang suci. Bersih!" papar Zikri dengan bangga.

Zulfa tau apa yang Zikri maksud, karena sebelum mengenal Manhaj salaf, dirinya pernah menjalankan apa yang dilakukan para shufi atau orang-orang yang menjalankan ajaran Tashawwuf. Misalnya berdzikir Laa Ilaaha illallaah bersama-sama dengan suara yang keras, beserta kepala yang diputarkan ke kanan, kiri, atas dan bawah. Alhamdulillah-nya, ajaran Tashawwuf yang Zulfa dapat tidak sekental Zikri. Karena Zulfa belum pernah masuk pesantren manapun. Lain halnya dengan Zikri, yang selalu berada dalam lingkungan shufi. Lagipula saat Zulfa masih menganut paham shufi, dia selalu merasa aneh. Mungkin ini cara Allah untuk meletakkan hidayah Sunnah untuknya. Diawali dengan kesesatan terlebih dahulu.

Kata 'kami' yang dilontarkan Zikri membuatnya sangat yakin, bahwa Zikri seorang shufi yang kental.

"Suci? Tidak harus salat, puasa dan yang lainnya? Kamu pikir mereka itu lebih baik daripada Rasulullah? Salat itu wajib! Rasullullah ajah belum pernah ninggalin salat wajib, sedangkan umatnya? Masa mau bilang suci!" ucap Zulfa selembut mungkin. Mencoba menahan tangisan yang akan keluar. Bagaimana tidak, Zikri yang tadinya membuat tunas itu mencuat saat bertanya, detik ini menghancurkan harapan itu. Dengan beberapa kalimat yang tak pernah terduga sebelumnya. Sungguh, itu sangat menyakitkan. Seakan memporak-porandakan relung hatinya.

Benar apa yang dikatakan imam Syafi'i رَحِمَهُ اللهُ, "Kalau seorang belajar Tashawwuf di pagi hari maka pada waktu siang dia telah menjadi orang yang paling dungu."⁴ Bagaimana tidak, mereka telah berkata bahwa manusia biasa tidak perlu lagi salat dan yng lainnya.

"Itu kata guru aku! Mana mungkin seorang guru mengajarkan yang salah kepada muridnya. Kamu juga di sekolah gak mungkin ngajarin murid-murid buat salah kan?" Suara Zikri mulai terdengar jelas. Sangat jelas, terdengar seperti orang yang mengejek. Matanya menatap Zulfa tajam. Sedangkan wanita itu hanya mampu tertunduk.

"Lalu kamu anggap guru kamu itu lebih baik daripada Rasulullah? Kan sudah aku bilang bahwa para imam madzhab saja pernah berkata jika ternyata ada hadits shahih dari Rasulullah yang bersebrangan dengan pendapatku tersebut, maka hadits Nabi tersebut lebih utama (untuk diikuti), karena itu, janganlah kalian bertaklid kepadaku. Kan? Itu ucapan para imam yang menjadi panutan dalam bidang fikih. Mereka merujuk pada hadits shahih Rasulullah. Berpegang pada Alquran dan Sunnah, tanpa ditambah dan dikurangi.

"Jelas saja, aku tidak akan memberikan pelajaran menyesatkan pada muridku. Terutama mengajarkan kebodohan di atas kebodohan! Aku mengajarkan apa yang aku tau. Lagi pula aku mengajar pengetahuan umum!" Napas Zulfa benar-benar memburu ketika mengatakan itu.

"Nah itu tau, jadi guru aku juga gak bakalan ngajarin aku buat salah! Kamu ngaco Zulfa. Nolak aku gara-gara hal sepele gini? Jelas-jelas Allah itu ada di mana-mana!" Lelaki yang menyandar di sandaran tempat tidur itu tertawa meremehkan.

"Aku cuman mau bilang alasan aku yang sebenarnya ajah. Gak perlu lagi bahas shufi, aku udah muak!" Kepalanya mulai mendongak, sedangkan tatapannya tertuju pada tembok bercat putih. Tidak ada niatan untuknya menoleh pada Zikri.

Terdengar embusan napas kasar dari Zikri, sepertinya dia sedang marah.

"Oke, kalau gitu terima ajah aku!"

Mata Zulfa membulat sempurna mendengar kata-kata yang terlontar dari bibirnya. Tapi tetap saja pandangannya masih tertuju pada tembok. Detik selanjutnya tatapan itu beralih pada Rafa dan Rafi yang menatapnya lekat, yang memiliki arti tak mengerti pembahasan.

"Alasannya apa?" Zulfa menarik kedua ujung bibirnya, lantas kembali menatap tembok.

"Karena kamu istimewa. Kamu yang bisa buat aku bahagia! HANYA KAMU!" ucapnya dengan penekan di akhir kalimat.

Jujur, Zulfa merasa tersanjung dengan ucapannya. Seakan dibuat terbang, tapi tak berlangsung lama. Karena dihempaskan ke jurang paling dasar dalam realita.

"Apa istimewanya aku Zikri? Aku terlihat istimewa karena kamu belum memilikiku. Jika sudah, tak akan ada keistimewaan itu. Kamu tak perlu bersedih karena aku menolakmu! Kamu terlalu mencintaiku hingga melupakan niatmu untuk menyempurnakan separuh agama. Zikri, di luar sana masih banyak jutaan wanita yang mengharapkanmu menjadi imamnya! Zikri, aku tahu kamu lelaki baik. Tapi maaf, aku tetap menolakmu! Kamu sudah tahu alasannya! Tolong berhenti mengejarku, jika kita benar-benar jodoh, Allah akan satukan kita sejauh apapun jarak memisahkan!" Zulfa menjeda kalimatnya dengan tarikan napas.

"Bahagia bersama aku? Kamu bisa dapetin itu tanpa aku, kok! Bahagia itu bukan diukur saat kita bisa hidup dengan orang yang kita sayangi saja. Tapi kebahagian itu lahir dari jiwa yang selalu bersyukur. Jiwa yang selalu dengan dengan sang pencipta. Bukan hidup bersama orang yang dicintai. Tapi dari diri kita sendiri!" jelasnya yang mulai tersulut emosi.

Memang benar, kebahagiaan itu mudah didapat. Bahagia juga lahir dari diri sendiri, ketika kita selalu mensyukuri apa yang kita punya dan merasa senang atas itu. Jika ditanya kebahagiaan seseorang ada di sana, bersama dia! Itu tidak benar. Justru kebahagiaan ada dalam dirinya sendiri. Terkadang manusia selalu melangkah terlalu jauh untuk sebuah kebahagiaan, tapi dia melupakan apa yang ada dipikiran, digenggaman, apa yang ada di hati, bahkan sampai membuat dia lupa pada sang pemilik segalanya, karena hanya ingin mendapat kebahagiaan yang masih belum tentu dia dapat di tempat yang sekarang ditujunya. Cukup dengan bersyukur, membuat orang lain bahagia dengan merelakan orang yang dicintai sepenuh hati bahagia dengan pilihannya saja itu sudah baik. Kita juga akan itu bahagia walau sulit untuk menerima, tapi percayalah Allah sang pembolak balik hati manusia. Lama kelamaan Allah akan buat kita bahagia dengan cara mengikhlaskan yang dimulai dari rasa berat untuk mengawali.

"Apa kamu cinta sama aku, Zulfa?" Suara itu terdengar lembut, tapi membuat Zulfa ingin tertawa. Jika tak punya rasa malu, bisa saja dia tertawa mendengar perkataan Zikri. Hanya saja, dia memiliki rasa malu. Dan hasilnya, dia hanya bisa tersenyum kecil tanpa menoleh Zikri.

"Jangan tanyakan lagi aku mencintaimu atau tidak, karena kamu tahu jawabannya! Jawabannya adalah Ya! Untuk sekarang, aku tak mementingkan siapa dia, apa profesinya! Polisi, pilot, qori, guru, atau dokter sekali pun aku akan menolaknya jika dia tidak menyakini bahwa Allah bersemayam di atas Arsy! Yang terpenting untuk aku sekarang adalah Manhaj! Hanya itu, tidak butuh yang lain!

"Jika ditanya kenapa hanya mementingkan Manhaj? Aku akan menjawab, karena aku ingin berada di bawah pimpinan suami yang lurus akidahnya. Berada pada Islam yang murni tanpa ditambah dan dikurangi! Islam adalah agama yang benar! Lurus, tapi sekarang Islam telah menjadi 73 golongan. Dan hanya satu yang akan memasuki Surga-Nya. Karena 72 golongan yang tadi adalah sesat! Itu bukan perkataanku, tapi ucapan Rasulullah!" jelas Zulfa dengan cukup keras walaupun suaranya bergetar.

"Bukannya itu akan sulit, jika dilihat dari budaya sekarang? Bukankah Islam yang murni itu banyak aturan? Dan itu sangat sulit!" cela Zikri yang mencoba tetap tenang dalam keadaan menahan rasa sakit dalam diri sekaligus ucapan Zulfa.

"Sulit? Tentu saja tidak! Justru mereka yang menambah-nambah aturan dalam Islam padahal agama ini telah sempurna, yang membuat mereka sulit! Rumit! Aku, bukan mencari agama yang mudah, tapi mencari agama yang benar. Paling benar! Dan hanya Islam dengan berpegang teguh pada ajaran Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin adalah yang paling benar! Tanpa ditambah dan dikurangi. Mereka hanya menambah-nambah aturan, padahal mereka belum menjalankan seluruh sunah-sunah yang Rasulullah kerjakan!" Zulfa yang tadi hanya menjawab dengan tenang, sekarang kembali terpancing emosi. Nada bicaranya saja sekarang sudah cukup lantang.

"Bukannya kamu seorang qori? Seharusnya kamu tahu tentang ini jauh sebelum aku! Dalam Alquran telah dijelaskan secara gamblang tentang Allah berada di Arsy! Lebih dari satu, Alquran menerangkan tentang itu. Salah satunya surat Thaha ayat 5. Ar-rohmaanu 'alal-'arsyistawaa.

"(yaitu) Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas 'Arsy."

Jika kamu mempercayai bahwa Allah bersemayam di atas Arsy, dan mengkhitbahku kembali, tak ada alasan lagi untuk aku menolakmu! Jika tidak, jangan harap aku akan menerimamu!" Dadanya mulai terasa sesak. Mengutarakan kalimat itu benar-benar membuatnya kehabisan oksigen. Padahal dari kenyataan, oksigen banyak terdapat di sini. Tapi rasanya oksigen itu belum cukup untuk dia hirup beberapa menit ke depan.

"Kenapa harus itu? Tolong Zulfa, terima aku! Aku mohon! Jangan lagi bahas tentang itu! Aku benar-benar cinta sama kamu!"

Mendengar penuturan Zikri, Zulfa hanya bisa beristighfar. Dia mulai merasa kesal dengan Zikri yang sepertinya tidak mendengarkan dengan jelas ucapan Zulfa. Apalagi mendengar kata mohon darinya. Itu membuat dia ingin tertawa.

"Sudah aku bilang kan, hanya ingin akidah yang sama!"

Zulfa tersenyum kecil menatap tembok, lantas tatapannya menatap Zikri yang mengeluarkan ekspresi memohonnya dengan durasi sepersekian detik, lalu menatap tembok kembali.

"Mana gelar hafidz-mu itu, Zikri? Bukannya harga dirimu turun ketika mengemis kepada wanita hina seperti aku?"

Hening beberapa saat. Hanya terdengar suara degup jantungnya yang abnormal serta suara angin yang mondar-mandir menabrak ventilasi udara.

"Aku juga mencintai kamu, Zikri!" Jawaban yang terlontar dari bibirnya membuat Zikri senang. Amat senang. Seperti dibawa naik ke langit ketujuh.

"Tapi sepertinya, jika ada aku akan membeli penghapus perasaan. Atau bahkan jika ada, aku akan membeli antiseptik yang sangat banyak untuk menghapus rasa cinta ini!" jelasnya dengan nada suara lembut, tapi mampu memporak-porandakan hati Zikri yang tadi sempat merasakan kesenangan sesaat.

Biarlah Zikri menganggap rasa cinta untuknya seperti virus. Karena Zulfa tak mau Zikri terus berharap padanya. Berharap pada manusia itu sungguh tak enak. Benar-benar tak enak. Walaupun sebenarnya kata-kata itu berat diucapkan, tapi dengan suara lembut Zulfa mampu mengutarakannya. Zulfa tau itu akan membuat hati Zikri sakit, tapi itu lebih bagus jika dibandingkan dengan Zikri yang akan terus mengejarnya dan mendapat penolakan terus menerus. Zulfa harap, ucapan itu mampu merubah sikap Zikri padanya. Seperti menjauhi Zulfa dan tak berharap lebih padanya lagi.

"Tapi, Zulfa-"

"Yang terpenting untuk aku adalah Manhaj! Ayo dek, kita pulang. Assalamu'alaikum!" Zulfa langsung melangkah meninggalkan Zikri. Dadanya lebih terasa sesak. Sedari tadi saat menjelaskan panjang lebar Zulfa menahan air matanya untuk jatuh. Dan sekarang, setelah dia keluar dari ruangan inap Zikri, air mata itu turun dengan angkuhnya.

***

"Pak, Rafa sama Rafi pamit dulu! Semoga bapak cepet sembuh!" ucap Rafa yang diangguki oleh Rafi.

"Maafin kak, Zul, ya, Pak!" ujar Rafa yang merasa tak enak dengan ucapan kakaknya pada Zikri yang berstatus sebagai gurunya.

Zikri hanya tersenyum dan mengangguk lemah.

"Assalamu'alaikum?"

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh!"

Setelah mendapat respons keduanya langsung menyalami Zikri, lalu berjalan keluar ruangan berwarna putih itu.

"Kakak kenapa?" tanya Rafa yang baru saja menutup pintu ruang inap melihat Zulfa menitikkan air mata.

Zulfa hanya terdiam, tangannya mengusap air mata yang turun. Lantas menggeleng cepat.

"Nanti kakak ceritain. Sekarang kita harus pulang!" Tatapannya langsung tertuju pada kedua adiknya. Mereka hanya mengangguk dan melangkahkan kaki menyusul Zulfa yang telah beberapa langkah berada di depan mereka.

"Semoga kak Zul, baik-baik ajah, ya, Fi?" ujar Rafa yang merasa ada sesuatu pada kakaknya. Sesuatu yang belum mereka tahu.

"Iya, Kak! Semoga saja!" balas Rafi yang menatap ubin rumah sakit.

Catatan kaki:

1 dan 3 silakan cek di almanhaj.or.id/2194-antara-taqlid-dan-ittiba.html

2. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Adab asy-Syafi'i hal. 93, Abu al-Qasim as-Samarqadandi dalam al-Amali sebagaimana juga terdapat dalam al-Muntaqa karya Abu Hafsh al-Mu'addab, 234/1, Abu Nu'aim dalam Hilyah al-Auliya, 9/106; dan Ibnu 'Asakir, 15/10/1 dengan sanad yang shahih. (Dikutip dari buku Sifat Shalat Nabi  ﷺ karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).

4. Manaaqib al-Imam asy-Syafi'i (II/207) dinukil dari Manhajul Imam asy-Syafi'i fii Itsbaatil 'Aqiidah (Ii/503). (Dikutip dari buku Mulia Dengan Manhaj Salaf karya Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawas).

Maaf baru bisa publish karena kemarin-kemarin disibukin sama acara di sekolah. Btw ada yang kangen sma cerita ini, gak?

Tolong dong komen, ini feelnya udah berasa belum?

Cuman mau kasih info kalau cerita ini udah 1k readers bakalan ada giwe away. Jangan lupa pantengin, ya! Semoga beruntung!
InsyaAllah besok dikasih tau giwe awaynya apa. Sambil publish lagi.

~Sabtu, 22 Juni 2019~

🌸Jazakumullaahu Khayran🌸

Dear Ikhwan [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang