82. Sisi Lain 2

12.6K 937 76
                                    

Zico duduk di sebuah bangku panjang di depan UKS. Ia menunggu Anastasya. Zico ingin tahu bagaimana keadaan Anastasya sekarang ini. Dan setelah sepuluh menit menunggu, sosok yang Zico cari akhirnya muncul juga. Anastasya berjalan dengan lesu. Matanya sembab karena semalaman ia menangis. Dan tak ada senyuman di wajahnya.

"Duduk dulu," ucap Zico menarik tangan Anastasya untuk duduk di sampingnya.

Anastasya pun menurut saja.

"Gimana? Lo udah tanyain ke dia soal yang semalem?" tanya Zico.

Anastasya mengangguk.

"Terus gimana respon dia?" tanya Zico.

"Dia ngelak. Dia bilang itu bukan dia. Dan kita berdua ribut semaleman. Saling tuduh," jawab Anastasya.

"Kenapa nggak lo putusin aja langsung? Dia udah nyakitin lo. Dia udah main cewek di belakang lo," ucap Zico.

Anastasya diam. Matanya melamun.

"Nas," Zico menyadarkan Anastasya dari lamunannya.

"Ya karena putus bukan cara buat menyelesaikan masalah," ucap Anastasya.

"Tapi kan lo udah dibikin sakit hati. Lo masih mau bertahan?"

"Kita udah sama-sama selama tiga tahun lebih. Dan tiga tahun bukan waktu yang singkat, Zi. Gue tipe orang yang males memulai hubungan baru lagi. Kalo tiga tahun itu harus berhenti karena satu masalah, gue ngerasa gagal dalam hubungan ini."

"Terus lo tetep nggak mau mutusin dia?"

Anastasya mengangkat bahu.

"Nas. Dia udah nyakitin lo, dan lo masih mau bertahan sama orang itu? Yang ada lo bakal lebih sakit. Lo masih cinta sama dia? Nggak ada yang berkurang setelah lo tau kelakukan dia kayak gimana?"

"Gue harus menyesaikan masalah ini pake kepala dingin. Dan dalam suatu hubungan, kalo ada masalah itu masalahnya yang harus diselesain. Bukan hubungannya. Gue yakin kalo Barra pasti punya alesan dia kayak gini. Gue baru pernah ribut besar kayak gini," tutur Anastasya.

"Mungkin ini kesalahan terbesar dia di hubungan kalian berdua. Lo mau maafin dia? Dia bisa aja ngelakuin hal yang sama lagi, Nas. Kalo udah terlalu nyakitin hati lo, putus bisa jadi jalan keluar yang terbaik. Masalah bisa diselesain kalo salah satu ada yang ngalah. Masalah juga bakal selesai kalo ada yang minta maaf dan yang memaafkan. Tapi maaf itu nggak menjamin seseorang nggak ngulangin kesalahan itu," jelas Zico.

Anastasya menatap Zico.

"Lo kenapa sih terus-terusan mendesak gue supaya mutusin dia?" tanya Anastasya dengan nada sedikit meninggi karena dia merasa sedang stress dan ucapan-ucapan Zico membuatnya lebih gelisah lagi.

"Ya karena gue nggak mau lo disakitin sama cowok brengsek kayak dia," jawab Zico dengan penekanan.

"Emang kenapa kalo gue disakitin? Ada hubungannya sama lo? Jadi masalah buat lo? Jadi urusan lo gitu?" tanya Anastasya.

"Ya karena gue nggak suka liat lo sedih, nangis gara-gara dia," jawab Zico.

"Kenapa nggak suka?"

"Gue suka sama lo. Dari dulu. Lo ngerti?!" jawab Zico mulai terpancing. Karena kalau lawan bicaranya bernada tinggi, Zico akan terpancing mengikuti.

Mendengar ucapan Zico barusan, ekspresi Anastasya mendadak berubah. Ia terkejut mendengar pengakuan Zico. Zico baru sadar kalau barusan dia mengungkapkan perasaannya yang selama ini dia simpan rapat-rapat. Zico sendiri merasa menyesal telah mengatakan itu. Kalau saja ucapan dapat ditarik, Zico pasti akan melakukannya. Andai saja ucapannya tadi dapat dihapus seperti fitur Whatsapp yang bisa menghapus pesan yang telah dikirimkan.

ALATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang