Drama Penuh Drama!

10 2 0
                                    

Hari ini, di sekolah Michel, akan ada pentas seni dalam rangka memeriahkan perpisahan siswa kelas enam. Kebetulan, kelas Michel disuruh untuk berpartisipasi. Mereka menampilkan drama untuk menghibur para penonton. Tentu, tak ada yang serius dalam latihan.

Michel mendapat peran penting kedua setelah pemeran utama, walaupun dia adalah yang paling malas kalau latihan. Baginya, bermain bola atau mempelajari rakitan mesin aneh lebih berfaedah daripada latihan drama yang konyol seperti ini.

Mereka akan memerankan drama Cinderella, drama yang cukup pasaran di kalangan anak-anak. Karena saking pasarannya, anak-anak merasa tak perlu latihan keras. Hingga akhirnya, tibalah saat penampilan mereka.

Saffa dan Rizki selaku orang dewasa—padahal masih terhitung bocah—menonton drama ini dengan gembira. Mereka turut bangga bisa melihat Michel memainkan drama di atas panggung dan ditonton oleh banyak orang.

Saat-saat yang ditunggu pun telah tiba. Dramanya dimulai dengan dibacakannya narasi oleh sang narator yang berupa seorang bocah yang cengar-cengir dengan kostum pohon.

"Bapak-bapak dan ibu-ibu, mari kita saksikan drama yang berjudul Shinderella!" serunya sambil membentangkan tangan dan berputar-putar, "Jadi gini, pada suatu hari ada seorang anak bernama Shinderella, dan dia tinggal bersama seorang nenek sihir dan dua anaknya!"

Saffa pun terkekeh, Kok narasinya begitu? tanya nya dalam hati.

Lalu, muncul lah seorang anak perempuan berbaju cantik seperti tuan putri, namun anehnya dia membawa seember air dan sebuah pel.

"Pak, buk, saya pakai gaun biar nanti nggak ribet waktu disihir sama peri baik, kalo sekarang saya masih dekil dan belum disihir ya," ucap anak gadis itu sambil meletakkan ember nya, "Sekarang, saya akan mengepel karena disuruh oleh ibu tiri saya yang mirip nenek sihir."

Lalu, anak itu mulai mengepel. Kenapa ya ceritanya jadi seperti ini?

Datanglah dua saudara tirinya yang kelihatan bengis dengan kikikannya yang aneh.

"Heh, kalo kerja yang bener!" bentak salah satu saudara tiri itu, "Nanti dimarahin Mama mampus kamu!"

"Iya tuh!" seru yang satunya lagi sambil menotol-notol kepala si Shinderella. Sang korban pun merasa tak terima, lalu berbisik namun terlalu kencang.

"Heh, jangan di totok beneran! Sakit!"

Lalu, hadirin pun tertawa mendengar itu. Drama berlanjut dan muncullah ibu tiri yang membawa sepucuk surat.

"Anak-anak ku, akan ada pesta dansa di kerajaan. Ayo kita pergi!"

Kedua saudara tiri Shinderella mengangguk, lalu berseru, "Ayok!"

"Aku jugak mau ikut!" seru Shinderella, "nanti aku bakal pakai sepatu kaca!"

"Loh? Bukannya kamu nggak ku bolehin pergi ke pesta? Kamu kan kukunci di rumah?"

"Iya, tapi kan nanti aku disihir sama peri, terus ujung-ujungnya aku ikut juga! Jadi mendingan aku ikut sekarang daripada nungguin peri, aku juga sudah pake gaun!" oceh si Shinderella yang lagi-lagi mendapat gelak tawa penonton.

Kok ancur gini, ya? Tanya Saffa dalam hati. Malah mirip acara komedi jadinya.

Anehnya, si Ibu tiri mengangguk lalu mengajak Shinderella untuk pergi bersama. Dari sini saja sudah lain cerita. Bagaimana kira-kira endingnya?

Adegan berganti dan menampilkan aura yang sedih, yang harusnya menjadi saat-saat Sinderella menangis karena tidak diperbolehkan untuk ikut. Tetapi, disini hanya ada seorang Ibu peri yang duduk sambil memain-mainkan tongkat sihir bintangnya.

We Are Weirdos!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang