Setelah sibuk mengamati berbagai piagam penghargaanku. Ibu mempersilahkan Abi,Ummi dan Razak untuk menikmati hidangan yang telah tersaji.
"Yuk, mari diminum dulu tehnya, entar dingin jadi nggak enak"
Mereka pun duduk kembali di sofa ruang tamu lalu menikmati hidangan yang tersedia. Ummi memuji kue-kue yang dihidangkan Ibu. Ibu memang terkenal jago masak. Razak dan Abi juga mengangguk-angguk setuju. Ibu terlihat tersipu-sipu dengan pujian itu. Biasanya kalau sudah dipuji begitu Ibu akan mengeluarkan semua variasi kue-kue andalan lainnya. Dan dugaanku sepertinya benar.
"Tunggu di sini ya Ustadzah, saya punya kue yang lain yang gak kalah enak," kata Ibu.
"Eh, gak usah repot-repot Bu. Ini sudah cukup kok," ujar Ummi mencegah.
"Ah enggak repot kok. Biar sekalian untuk dibawa pulang," kata Ibu sambil bergegas masuk ke dapur. Meninggalkan kami di ruang tamu.
"Bagus deh Ummi, kita bisa bawa banyak-banyak. Enak gini," ujar Razak sambil melahap cookies buatan Ibu. Ummi nampak menyikut perut Razak.
"Huss... yang sopan dong," seru Ummi.
"Aku sopan kok Ummi. Yang gak sopan tuh Safira. Lihat tuh. Dari tadi sibuk sama hape-nya aja," kilah Razak sambil melihat ke arah Safira. Ditegur seperti itu Safira langsung cemberut.
"Biarin aja. Kan masih adaptasi," kata Ummi membela adiknya.
"Adaptasi... adaptasi... Duh, bener-bener nih anak. Udah nikah gak berubah. Masiiihhhh aja sibuk sama teman-temannya. Adit, emang selama di sini kerjaan dia main hape aja ya?"
"Yaa... gak juga sih Kak. Sering ngebantu Ibu juga," jawabku diiringi dengan celutukan Safira ke Kakaknya.
"Tuuuh kan. Wee..." katanya sambil meledek manja.
"Terus itu main hape ngapain? Disimpan dulu kek!" kata Kakaknya menekan.
"Udah, biarin aja. Kali aja ada yang penting," kata Ummi membela.
"Iya Ummi. Hape ku kayaknya udah rusak deh. Waktu itu Ummi janji kan mau beliin yang baru?" kata Safira manja.
"Rusak apanya? Masih mulus aja tuh," celutuk Razak.
"Emang luarnya masih bagus. Cuman, kadang-kadang kayak ngetik sendiri gitu," kata Safira menjelaskan.
"Ngetik sendiri? Emangnya ada jinnya? Ada-ada aja kamu" celutuk Razak sambil terkekeh.
Aku menyeruput teh hangatku pura-pura tidak mengerti percakapan mereka. Bodohnya aku yang kadang-kadang tidak bisa menahan keisengan jari-jariku saat meretas akun sosial chat Safira.
"Iihhh... beneran deh. Kadang-kadang ngetik sendiri emot-emot macam-macam yang love love gitu. Padahal aku gak ngetik"
"Hmmm.... kayaknya kena hack deh. Biar sini Kakak bawa ke temen Kakak. Kayaknya dia tahu tuh soal yang beginian"
Brrtttss.... teh yang kuseruput membuatku tersedak tiba-tiba. Bisa gawat kalau aku ketahuan meng-hack handphone Safira. Ummi nampak kuatir melihatku tersedak tapi aku berdalih karena tehnya kepanasan.
"Gak usah deh Kak. Lagian aku juga udah mau ganti," kata Safira menolak tawaran kakaknya. Syukurlah. Hampir saja aku ketahuan.
"Terserah deh. Yang penting kamu rutin ganti password biar enggak gampang di-hack," ujar Razak menasehati. "Oh iya, Adit. Kapan balik ke Jakarta?"
"InsyaAllah hari Sabtu Kak. Soalnya Senin sudah harus masuk kantor," jawabku pada Razak.
"Bareng aja yuk. Kebetulan aku belum beli tiket. Aku sama Dwi dan anak-anak juga udah mau balik ke Depok,"ajak Razak. Aku pun mengangguk setuju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Perawan (Telah Terbit)
General FictionSebuah kisah yang menyuguhkan cinta dan dilema pernikahan yang tidak biasa. Adalah sebuah keistimewaan tersendiri bagi seorang lelaki untuk menikahi wanita yang masih perawan. Tentu saja, dia menjadi orang pertama yang menyentuh sang Istri. Namun ap...