Tiga Belas

2.6K 56 1
                                    

Pemeriksaan endoskopi lambungku dilakukan pada hari itu. Ada sensasi yang aneh saat dokter memasukkan semacam selang berkamera yang meliuk panjang ke dalam kerongkongan hingga ke lambung dan ususku.

Aku, dokter dan para perawat dapat melihat langsung kondisi lambungku di semacam televisi di hadapan kami. Dan dokter nampaknya optimis kondisi lesi di lambungku tidak terlalu parah. Hanya perlu diet sederhana, menghindari konsumsi makanan dan minuman yang pedas, berminyak, dan asam. Aku menarik napas lega meskipun kebiasaan minum kopiku harus kuhentikan.

Setelah prosedur endoskopi-ku selesai, dokter spesialis yang menanganiku lalu memberikan penjelasan kepadaku tentang kondisiku. Kuintip papan namanya yang bertuliskan dr. Irawan Sp.PD.

"Aku sudah cukup sering menemukan kasus semacam ini. Dan yang Anda alami termasuk gejala psikosomatis" ujar dr. Irawan yang membuatku mengerutkan dahi. Psikosomatis? Istilah apa pula itu.

"Kuat dugaan saya, Anda mengalami kondisi anxiety yang cukup kronis. Akut di sini maksudnya sudah berlangsung cukup lama sampai mempengaruhi alam bawah sadar, menggangu saraf autonom yang menyebabkan gangguan langsung pada fisik seperti nyeri dan sesak."

"Bisa tolong lebih diperjelas, Dok?" kataku belum begitu paham dengan perkataannya yang penuh bahasa ilmiah yang asing di telingaku.

"Jadi begini, Anda sedang mengalami depresi Pak. Stress berat yang sudah berlangsung sangat lama. Akal Anda mungkin tidak menyadarinya tapi tubuh Anda tahu"

Aku terdiam mendengar penjelasan tersebut. Menurutku kondisi stress seharusnya tidak berdampak buruk pada kesehatan sampai segininya. Tapi aku tidak bisa menafikan pendapat dokter yang sudah berpengalaman ini.

"Apakah Anda punya masalah berat? Masalah finansial mungkin? Masalah dengan orang tua? Anak? Pasangan?" tanya dokter tersebut berusaha mencari tahu.

Aku terdiam, kemudian mengangguk lalu menggeleng.

"Hmm... sebenarnya bukan kapasitas saya untuk menanyakan soal ini. Saya sarankan sebaiknya Anda membuat jadwal konsultasi dengan psikolog. Di RS ini punya psikolog yang bagus. Dan kalau perlu dilakukan hypnotherapy agar bisa ditemukan apa masalah yang mengganggu kejiwaan Andan agar bisa diatasi." jelas dokter Irawan.

"Baik, Dok" jawabku sambil mengangguk.

"Di samping itu, saya resepkan lorazepam. Obat ini sangat keras dan cenderung adiktif jadi saya minta Anda tidak bergantung dengan ini. Diminumnya kalau susah tidur saja. Juga anti nyeri kalau rasa sakitnya muncul. Tapi Anda harus ingat, obat-obatan ini hanya untuk mengatasi gejala yang Anda alami. Saya harap Anda bisa menemukan akar masalah depresi Anda dan segera menyelesaikannya" kata dokter Irawan sambil tersenyum ramah kemudian sibuk mencatat resep.

Aku mengangguk paham.

"Saya pikir hari ini Anda bisa dijadwalkan untuk pulang" ujar dokter Irawan mengakhiri penjelasannya.

Sejurus kemudian perawat mengantarku untuk kembali ke ruang perawatan.

-------

Dua hari kemudian Razak menelponku. Meminta bertemu karena ingin membicarakan sesuatu yang penting. Akupun mengiyakannya.

"Maaf aku tidak tahu kalau kamu habis dirawat di rumah sakit," katanya mengawali pembicaraannya malam itu.

"Gak apa-apa Kak. Cuma sebentar kok," kataku santai.

"Kenapa kamu gak bilang, rumahku ada di Depok. Aku bisa menemanimu di RS. Seharusnya kamu tidak usah merasa sungkan padaku" ujar Razak yang membuatku bingung harus menjawab apa.

"Kamu sakit apa?" tanya lagi dengan khawatir.

"Cuma kecapekan saja," jawabku pendek sambil tersenyum yang mungkin lebih mirip meringis.

Pengantin Perawan (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang