Part 13. Semakin Dalam.

3.1K 302 10
                                    

Part 13. Semakin Dalam


Waktu berjalan sangat cepat, Putri merasa baru kemarin mengenal teman-teman sekelasnya tapi sekarang mereka harus berpisah lagi. Hari pertama masuk sekolah tahun ajaran baru terdapat perolingan kelas dan Putri sedikit cemas namanya ada di daftar kelas mana.

Cewek itu melangkah tergesa melewati koridor kelas XI IPS, jangan tanyakan mengapa dia memilih IPS itu semua karena Zahra. Sebelum tahun ajaran baru, semua siswa kelas sepuluh diberi lembaran untuk menentukan jurusan dan kelas yang mana dia gemari.

Di IPA, ada kelas IPA 1 Unggulan Fisika, Kelas IPA 2 Unggulan Biologi, IPA 3 Unggulan Kimia, dan Kelas IPA 4 Unggulan Sastra dan bahasa, dan Kelas IPA 5 Unggulan Seni Dan Olahraga. Sedangkan di IPS, kelas IPS 1 unggulan Ekonomi, Kelas IPS 2 Unggulan Geografi dan Kelas IPS 3 Unggulan Sosiologi. Sebelum pembagian angket pemilihan jurusan, Putri dan Zahra sudah memilih kelas IPS 2 Unggulan Geografi karena memang diantara mata pelajaran hanya Geografi lah yang mereka
sukai, mereka sering penasaran dengan apa yang ada di alam dan apa yang disembunyikan olehnya, apa lagi jika materi sudah membahas tentang jagat raya, tingkat penasaran Putri akan berkali-kali lipat. Jika semua pelajaran akan Putri abaikan dan bersikap masa bodoh, tapi jika
Geografi, cewek itu akan antusias sendiri.

Makanya mereka pilih kelas itu.

Tapi saat hari pengumpulan angket pemilihan jurusan, Zahra menatap lekat Putri yang memperlihatkan angketnya.

"Loh.. Kok kamu pilih Kelas IPA sih? Aku sudah pilih kelas IPS." Cewek itu mengerucutkan bibirnya tanda bahwa dia kesal.

Putri menggaruk belakang rambutnya yang tidak gatal sama sekali. "Mau bagaimana lagi, nyokap gue maunya gue masuk IPA. Katanya biar mudah masuk perguruan tinggi."

"Isshh... Padahal aku sudah susah payah yakinin orang tua aku dan Kak Zahril. Tapi kamu nya malah pilih kelas IPA, dasar teman tapi tak setia kawan." Zahra berbalik dan duduk di
bangkunya dengan perasaan kesal.

Putri dengan cepat menghampiri Zahra dan memasang wajah memelas. "Maafin gue, ya? Ganti aja angket lo jadi IPA biar sama."

Zahra menatap Putri. "Angket aku udah dikumpulin tadi,"

Putri memperhatikan kelas, kebanyakan temannya masih sibuk dengan angket pemilihan jurusan.

"Eh, Rina! Lo masih ada angket kosong, nggak?"

Rina yang baru saja ingin mengisi angketnya berbalik. "Nggak ada lagi, tapi kalau lo mau fotocopy nih angket gue, masih belum terisi."

Putri mengangguk dan kembali menatap Zahra yang sibuk dengan ponselnya, mengabaikan Putri. "Ya udah. Nih gue mau fotocopy angket biar gue ganti jurusan gue jadi IPS, asal lo jangan marah sama gue." Mohon Putri sambil memegang kedua tangan Zahra yang menatapnya.

"Ya udah."

Putri dengan cepat menghampiri Rina dan menyeret cewek itu untuk menemaninya ke tempat fotocopy yang sudah disediakan sekolah untuk para siswanya. Hubungan Zahra dan Putri memang sudah sedekat itu, sebenarnya mereka bertiga sekarang menjadi sahabat, Rina juga ikut-
ikut aja saat Putri mengajaknya bersahabatan dengan Zahra.

"Lo sih, janji-janji tapi ingkar. Katanya mau pilih IPS eh angketnya malah IPA. Apa lo yakin mau masuk IPA? Otak lo kalau soal perhitungan kadang loading, bukan loading lagi sih tapi blank." Sarkas Rina saat mereka sampai di mesin Fotocopy,

Putri langsung menyerahkan
lembaran kertas angket kepada petugas.

"Mau bagaimana lagi, nyokap gue yang mau." Dengus Putri kemudian menatap Rina, "Kayak lo bisa perhitungan aja. Sok pilih kelas IPA padahal ulangan Fisika sama matematika remedi semua."

Rina menggeram kesal dan memukul pelan lengan Putri. "Jangan keras keras ngomongnya. Gue bisa malu."

Putri memutar mata, mengambil kertas angket yang disodorkan petugas fotocopy. "Udah?"

Petugas itu mengangguk. "Sudah, cuma satu lembarkan?"

"Iya. Makasih, kak!"

.
.
.
.
.

Zahril melangkahkan kaki masuk kelas XII IPA 1 dengan wajah dinginnya, wajah-wajah baru
yang ada di dalam kelas tidak membuat cowok itu terusik dan penasaran. Mengabaikan pekikan yang berasal dari teman sekelasnya, Zahril membanting tas di meja urutan ketiga dan langsung duduk di bangku, cowok itu menatap Zul yang berada di sampingnya yang entah sejak kapan tertidur dengan tas cowok itu sebagai penyangga kepalanya.

Mengabaikan Zul yang mendengkur pelan, Zahril mengaktifkan ponselnya dan membuka Aplikasi Instagram, membuka profil cewek yang sudah setahun ini menghuni hatinya.

PrincessPutri.

Zahril mengusap layar ke atas memperlihatkan wajah Putri yang dihias senyum dengan rambut
cokelat cewek itu menjuntai, membuat Zahril menahan nafasnya. Zahril sangat tahu hal yang dia kerjakan sekarang adalah hal yang tidak baik dan mendatangkan dosa, tapi keinginan untuk melihat wajah Putri setiap hari membuat cowok itu mengabaikan prinsipnya.

Pegangan pada ponselnya mengerat saat melihat story Putri menampilkan seorang cowok yang merangkul cewek itu. Adhi, siswa kelas XII IPA 2 yang membuat Zahril kadang lepas kendali karena rasa cemburu.

Dia sudah menahan kecemburuannya saat kabar Adhi dan Putri resmi pacaran dua bulan lalu, Zahril uring-uringan saat itu, merasa frustasi sendiri. Apalagi perasaannya selama ini hanya dia dan Allah yang tahu, setiap malam Zahril menyebut nama itu di dalam doa, berharap suatu saat
nanti dia akan mempersunting Putri sebagai pelengkap Imannya.

"Lo demen dengan Putri, Ril?"

Zahril tersentak saat tiba-tiba ponsel di tangannya direbut dengan paksa oleh Zul yang sedari sudah bangun memperhatikan layar ponsel sahabatnya yang menampilkan wajah seorang gadis.

"Kembali in ponsel gue." Desis Zahril tidak suka.

"Wihss.. Lo jatuh cinta sama Putri?" Celetuk Zul melirik Zahril yang menatapnya tajam. "Tapi ini cewek kan udah ada tamengnya? Siapa lagi namanya itu, cowok tetangga kelas bukan?"

"Adhi."

"Iya, Adhi." Ujar Zul membenarkan. "Lo beneran demen sama Putri?"

Zahril mengabaikan Zul, cowok itu langsung mengambil Ponselnya. "Bukan urusan lo."

"Beneran? Akhirnya pengeran dingin melabuhkan hati juga." Ujar Zul menggoda Zahril. "Nanti gue bantu deh, gue bilang ke Putri kalau lo suka dia."

"Gue udah bilang kan, jangan ikut campur." Dengus Zahril.

"Tapi kalau gue nggak ikut campur, gue yakin lo cuma diam. Nggak berani ngungkapin perasaan lo, coba minta Putri jadi pacar lo. Gue yakin cewek itu akan dengan senang hati putisin Adhi."

"Gue nggak mau ajakin anak orang buat dosa.”

Zul mendengus. "Terserah lo aja."

Zahril mendesah pasrah kemudian berdiri.

"Mau kemana lo?"

"Kantin."

TBC

PUTRI (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang