#Cinta_Datang_Terlambat 3
Tidak terasa tujuh hari sudah aku di Jogja. Dan itu berarti liburanku telah selesai. Ah andai saja tiket pulang belum dipesan, rasanya aku ingin extend liburan disini. Secara kuliahku masih satu minggu lagi masuknya.
Sebagian teman-temanku ikut melepas kepulanganku sampai ke stasiun Tugu. Tentunya aku diantar oleh Mas Haris. Dia terlihat sangat khawatir karena peraturan stasiun yang tidak mengizinkan pengantar masuk sampai ke kereta. Dia hanya mengantar sampai ke pintu pemeriksaan karcis saja.
Dia benar-benar menunggu hingga aku berangkat dan keesokannya menelpon untuk memastikan aku sudah sampai di Jakarta dan sudah dijemput. Mungkin karena rasa tanggung jawabnya atas amanah yang diberikan oleh mamaku. Aku jadi semakin terkesan dibuatnya.
Selama sisa liburan aku sesekali berkirim whatsapp dengannya meski tidak intens. Yang membuatku cukup geer adalah kakak-kakaknya tiba-tiba mengajakku berkenalan.
Bahkan di hari terakhirku libur kuliah, aku janjian bertemu dengan kakak-kakaknya di Mall. Mereka sangat baik dan welcome padaku. Di pertemuan pertama saja kakak laki-lakinya sangat royal mentraktirku dan kakak yang perempuan membelikanku dress lucu.
Anehnya, setelah aku cukup dekat dengan kakak-kakaknya, aku merasa Mas Haris agak membuat jarak denganku. Entah karena kesibukan tugas akhirnya, atau pertimbangan lain.
Ada yang hilang rasanya setiap kali kulihat chat terakhir kami yang belum berlanjut. Aku tipikal perempuan yang meskipun suka tapi tetap tahu diri. Aku tidak mau memaksakan perasaan atau pendekatan jika sang pria tidak ada tanda-tanda ketertarikan sama sekali denganku.
Meskipun hatiku masih terasa mengganjal. Kalau dia sama sekali tidak ada perasaan padaku, kenapa dia repot-repot mau memperkenalkanku pada keluarganya. Memang sih belum dikenalkan ke orangtuanya, tapi menurutku untuk ukuran teman biasa itu tindakan yang tidak perlu. Jatuhnya malah memberikan harapan padaku.
Lusa aku ada janji bertemu abangnya Mas Haris. Dia sedang menyelesaikan skripsi, dia meminta tolong aku mengajaknya ke perpustakaan universitasku untuk menambah referensi skripsinya.
Iseng-iseng aku coba peruntungan dengan memulai chat Mas Haris duluan.
"Mas, lagi sibuk ya?"
"Ga juga sih di, kenapa?"
"Oh engga, aku besok mau nganterin Bang Mirza ke perpus univ-ku.
"Ooh iya sih, dia sempat bilang. Maaf ya jadi ngerepotin kamu".
"Engga kok mas, kan mas juga udah baik banget jadi tour guide aku selama di Jogja, hehe"
"Santai aja di, hehe. Yowis kamu istirahat, udah malem. Selamat tidur ya".
"Selamat tidur juga mas".
Padahal aku masih ingin mengobrol. Aku rindu. Tapi aku malu, hihi.
Di perpustakaan, aku membantu Bang Mirza mencari buku yang dia butuhkan. Dan kubiarkan dia fokus membaca dulu. Saat dia mulai terlihat senggang, baru kulancarkan aksi kepoku, hihi.
"Bang, Mas Haris tu orangnya gimana sih?"
"Ya dia mah gitu orangnya lempeng-lempeng aja"
"Ya kalo itu sih aku tau bang. Tapi maksudnya dia tu suka cw yang kayak gimana?"
"Nah gitu dong, yang jelas pertanyaannya", sungut Bang Mirza.
"Iya iya, buruan dong bang kasih bocoran".
"Yee, lo kira ujian pake bocoran segala. Jadi gini, adek gue itu orangnya pasif. Dari jaman jebot juga dia mah pasrahan. Dan ga peka. Jadi selama ini selalu cw yg deketin duluan. Tapi ya ga semuanya jadi. Buktinya mantannya cuma satu".
"Hah serius bang mantannya cuma satu? Waduh makin susah aja malahan nih kalo saingannya the one yang tak tergantikan"
"Elah, lebay lo cuy"
"Saran gue kalo lo suka ya ikutin aja cara cewek-cewek yang lain. Lo nya harus jelas menyatakan sikap dan nunjukin perhatian lo ke dia".
"Yah, tapi kayak bukan aku banget bang kalo ngejar cowo duluan".
"Ya terserah lo, gue kan cuma ngasih saran doang kalo lo mau jadi sama adek gue".
"Oke deh bang, aku mungkin bakal pertimbangin saran abang".
Bersambung
Kira-kira Diana yang sebetulnya cukup pemalu berani ga ya ikutin sarannya Bang Mirza?