#Cinta_Datang_Terlambat 11
Diana POV
Kutegarkan diriku saat mengucap salam perpisahan padanya. Aku tak ingin dia melihatku terpuruk dan sedih karenanya. Orang bilang wujud tertinggi dari tingkatan cinta adalah pengorbanan. Mungkin itu yang sedang kami jalani sekarang.
Untungnya aku membawa kacamata hitam. Aku bisa puas menangis tanpa malu diperhatikan oleh teman duduk di sebelahku. Syukurnya karena di gerbongku banyak kursi kosong, penumpang di sebelah memilih duduk di kursi lain agar bisa selonjor katanya.
Setelah melewati Jogja, aku lihat Pak Ferdy berjalan menuju toilet di dalam kereta. Dia melewati kursiku, aku tak sadar memanggilnya dengan cukup keras. Dia menoleh dan kaget juga melihatku. Sangat kebetulan bisa bertemu lagi disini.Dia izin untuk ke toilet dan kemudian duduk di sebelahku. Dia bertanya sedang apa aku di Solo, kenapa sendirian. Ekspresiku berubah seketika. Seolah mengerti telah terjadi sesuatu, Pak Ferdy bilang tidak usah cerita jika aku belum siap. Akhirnya kami membicarakan hal-hal lain seperti pekerjaanku sekarang, pergantian kajur di jurusan, dan lainnya. Aku senang setidaknya ada teman mengobrol di perjalanan yang membantu membunuh sepi dan menghalau air mataku luruh lagi.
Pak Ferdy ternyata dijemput oleh supir keluarganya, aku pun akhirnya diantar karena kami searah. Sebelum aku turun dari mobil, Pak Ferdy izin untuk memberi perhatian lebih lagi kepadaku. Aku katakan sejujurnya aku belum siap. Aku meminta padanya jangan menuntutku untuk bisa segera berkomitmen. Kalau kemarin aku tegas menutup celah untuknya, semata-mata karena aku memang hanya ingin bersama Mas Haris. Tapi sekarang, ketika jalan untuk kami bisa bersama sudah benar-benar tertutup, aku pasrah membiarkan Pak Ferdy melanjutkan usahanya mendekatiku.
-----------------------------------
Ferdy POV
"Pak Ferdy", panggilnya agak keras. Aku terkejut mendapati wajah cantik itu disini. Wajah yang sudah lama kuhindari untuk menyelamatkanku sendiri dari patah hati yang terlalu dalam.
Setelah menyelesaikan urusanku di toilet, aku kembali untuk duduk di kursi kosong sebelahnya. Kutanya sedang apa dia di Solo. Wajahnya kembali mendung. Ah, mungkin terjadi sesuatu yang menyakiti hatinya.
Meski aku begitu ingin memilikinya, tak tega rasanya melihatnya bersedih. Matanya sudah cukup bengkak saat aku lihat dia melepas kacamata hitamnya. Bukannya aku mencari keuntungan sendiri dibalik kesedihannya. Tapi aku merasa ini pertanda dari Tuhan kalau dia masih bisa kuperjuangkan. Meski di hatinya masih ada orang lain, masih ada kesempatan untukku perlahan-lahan menjadi penawar lukanya.
Aku memberinya perhatian cukup intens setelah pertemuan di kereta itu. Dan responnya lebih baik, dia mau membalas. Sesekali kami berbicara di telepon juga. Aku selalu menyempatkan diri untuk menjemputnya saat dia pulang tugas dari daerah.
Aku ingin dia terbiasa dengan kehadiranku meski hatinya belum terbuka sepenuhnya untukku.-------------------------------
Haris POV
Seminggu setelah percobaan bunuh dirinya yang kedua, Mirna akhirnya diperbolehkan pulang oleh dokter. Aku sudah mencarikan rumah sewa untuk Mirna dan Bu Risa.
Aku mengajak Mirna bicara dari hati ke hati. Aku berjanji untuk membantunya melewati masa kehamilannya. Tapi dia juga perlu tahu bahwa tidak diperbolehkan hukumnya menikahi wanita yang sedang hamil diluar nikah, apalagi hamilnya oleh orang lain.
Aku juga berjanji akan membantunya mencari mantan pacarnya yang tidak bertanggung jawab. Tapi anehnya Mirna tampak tidak suka dengan rencanaku. Entah karena masih ada hal yang dia sembunyikan atau karena alasan lain yang belum aku pahami.
Hormon kehamilan membuatnya semakin manja dan mood-nya naik turun. Ada-ada saja permintaannya ingin makan ini makan itu. Kadang juga di waktu yang tidak masuk akal. Aku harus mencari waffle kesukaannya pada jam dua dinihari. Astaga, kalau bukan karena alasan perikemanusiaan, aku sudah masa bodo saja dengan nasibnya.
Terkadang aku membayangkan, andai saja Diana yang sudah menjadi istriku dan hamil anakku, aku tentu akan ikhlas dan senang hati menuruti apapun yang dia inginkan. Hanya dengan membayangkannya saja aku sudah bahagia. Aku belum bisa menghubunginya, aku takut dia akan terluka walau aku belum menikah dengan Mirna. Karena saat ini tanggung jawabku pada Mirna tak ubahnya seorang suami terhadap istri.
Yang kadang membuatku semakin jengkel adalah Bu Risa yang seakan tidak tahu berterimakasih aku sudah membantu anaknya. Seolah-olah semua ini benar-benar tanggung jawabku. Dia kadang ikut mengomel kalau aku lama membawa pesanan Mirna.
Mirna tidak selalu menyebalkan. Ada kalanya dia berusaha untuk meraih hatiku lagi. Membuatkanku minuman, berusaha memasakanku makanan yang aku suka. Entah karena rasa terimakasihnya saja atau masih ada perasaan untukku, aku tidak bisa memastikan. Entahlah, hatiku sudah benar-benar mati untuknya.
---------------------------------
Mirna POV
Aku tahu hati Haris sudah bukan milikku lagi. Aku mungkin melewatkan banyak hal dalam hidup Haris. Termasuk Diana. Gadis lugu yang masih kuingat wajah kagetnya ketika menjumpaiku di kontrakan Haris beberapa bulan lalu. Tapi begitu aku keluar dari rumah sakit, aku tidak lagi melihatnya ada di sekitar Haris. Haris pun tidak mau bercerita apa-apa padaku.
Haris memang menolongku. Tapi aku merasakan hati dan pikirannya ada di tempat lain. Dia seolah menutup diri dan membangun benteng yang tinggi di antara kami. Namun terkadang saat dia menuruti ngidamku, dia suka memperhatikan aku makan sambil sesekali tersenyum. Aku menduga, dia membayangkan Diana yang sedang makan di hadapannya.
Entah kenapa hatiku sakit mengetahui sedalam itu perasaan Haris untuk Diana. Bahkan ketika raganya didekatku, tak sedikitpun aku berhasil membuatnya benar-benar melihat diriku.
Padahal dulu aku yang meninggalkannya demi bersama Raka. Namun sekarang aku baru menyadari betapa baik dan sopannya Haris. Pria yang kuanggap membosankan dan monoton, kalah dengan Raka yang selalu berhasil membuat adrenalinku terpacu mencoba segala hal baru dengannya. Hingga keberanian itu meninggalkan penyesalan karena adanya janin yang berada dalam rahimku sekarang. Aku kecewa dengan Raka yang pengecut. Dia bahkan menuduhku sudah tidur dengan pria lain. Padahal aku berani bersumpah bahwa dia adalah pria pertama untukku.
Katakanlah aku egois. Tapi selagi kesempatan ini ada, aku akan berusaha kembali meraih hati Haris. Membuatnya kembali mencintaiku seperti dulu. Aku dan anakku butuh sosok suami yang lembut dan mengayomi. Hanya Haris lah yang paling tepat menjadi ayah untuk anakku.
Bersambung
Greget ga sih buibu? Kzl ga sama Mirna?
Jadi kamu #timharisdiana atau #timdianaferdy?
Atau malah #timharismirna Hihi