3

121 10 0
                                    

Gerbang di depanku kini menjulang tinggi dan kokoh. Namun bagiku, ia terlihat begitu arogan, arogan akan sejumlah piagam sombong di raknya, arogan akan fasilitasnya yang mendewa, dan penghuninya. SMAN BAKTI SURYA. Meski terhitung sekolah baru, namun sekolah ini telah mencetak prestasi baik dalam bidang akademik maupun non-akademik.

Yahh,,, kini sekolah tempatku menimba ilmu telah menjadi sekolah favorit dalam kurun waktu 2 tahun. Hebat!

Kumasukkan tangan kananku kedalam saku celana abu ini, dan tangan kiriku memegang erat tas selempang di bahu kiriku. Aku berjalan memasuki gerbang dengan harapan 'Semoga tidak akan ada yang menggangguku hari ini'.

"Oii!!"
Ucap seseorang disertai tepukan di bahu kiriku. Ku lirik asal suara itu, kulit kuning langsat, dasi longgar, rambut berantakan. Devano Alvaero. Dari sini aku sadar, harapanku untuk tidak terganggu pupus seketika.

"Lu tau kan, entar abis sekolah ada bimbingan"
Ucapnya, ia berjalan santai mengikuti langkahku. Lagi-lagi aku melihatnya dari ekor mataku. Spekulasiku saat ini, jika aku jawab ia akan semakin gencar berbicara, jika tidak dia tetap akan berbicara.

"Lu ikutkan? Bu Berta Berharap banget sama lu"
Sambungnya, aku tetap berjalan di koridor tanpa menanggapinya. Kelasku XI IPA 1, sebentar lagi.

"Jawab kek! Diem diem bae!!"
Ucap Devan Jengkel karena aku mengacuhkannya. Ku lepas tas selempang dari pundakku Dan kuletakkan di atas meja. Kutatap ia yang setia berdiri disampingku menunggu jawabanku.

"Aku tak peduli"
Ucapku acuh, ku dudukkan diriku di bangku no.3 dari depan tepat di depan papan tulis.

"Hahh,, kau ini, ikutlah! Kau pintar dalam hal itu".
Ucapnya frustasi, tangannya bergerak kasar mengacak rambutnya. Tunggu, yang dipaksa ikut siapa yang frustasi siapa.

"Kau saja yang terlalu bodoh."
Ucapku menatap datar dirinya yang kini bermuka masam, melihat responku yang seperti itu ia mengerang frustasi. "Lagian, aku yang dipakasa, kau yang ribet" lanjutku.

Kini ia mendudukkan dirinya di bangku no.2 tepat didepanku, ia condongkan wajahnya menatapku lekat.

"Aku ga homo"
Ucapku dengan nada dingin. Seketika ia membulatkan matanya menatapku, seolah ia tersadar akan kelakuan bodohnya.

"Yee.. Lu kok keras kepala sih. Gini ya, kalo misal lu nolak buat ikut, Entar sasaran Bu Berta itu bakal beralih ke Idris. Lu taukan ketua kelas kita yang caper banget itu. Pingin gua injek-injek tampangnya." Ucap Devan kesal, ia melipat tangannya dan menatap sinis lelaki di barisan pojok depan. Aku melipat tangan malas di atas meja, kuikuti arah pandangnya dengan sudut mataku. Ku rebahkan malas kepalaku di atas lipatan tanganku.

"Aku tak peduli."
Ucapku bodo amat. Seketika ia melotot ke arahku, bebarengan dengan bunyi bel jam pelajaran pertama.

'Selamat!!'

.
.
.
-Line__

Line_: SicknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang