8

35 7 0
                                    

"Kayaknya kita pulang aja deh. Ini Udah jam tiga Lima belas , bentar lagi bel pulang"
Ucap Devan menatap arloji coklat di tangan kanannya. Aku yang masih sedikit linglung, berusaha mencerna setiap kata yang baru saja ia ucapkan.

'Ehh,, jam tiga? Pulang? Tunggu,..'
Sebenernya sudah berapa lama Aku tak sadarkan diri. Wow, ini di luar ekspetasi ku.

"Pulang?"
Tanyaku memastikan dengan suara yang hampir mirip seperti bisikan, Devan menatapku dengan sebelah alis terangkat seolah bertanya 'emangnya kenapa?', ia menutup mata dengan helaan napas panjang mengikutinya.

"Yahh.. Kalo masalah cewek yang ke gudang tadi, udah gua urus"
Ucap Devan dengan memasukkan apel dan roti lapis kedalam tas selempangku.

"Buat camilan di rumah" cicitnya sangat pelan, Andai aku tak memperhatikan gerak bibirnya sudah kupastikan cicitannya hanya akan ku anggap angin lalu. Lagi pula, kenapa harus tas ku yang menjadi korban dari aksi Devan yang seperti pencuri ini?

"Dan buat Bu Berta sama rencana bimbingan belajarnya..."
Devan menatapku dengan alis bertaut tak yakin serta meringis sesaat, "Juga udah gua urus, meski susah" Lanjutnya dengan nada bicara sedikit berbisik di akhir kalimat.

Kusimpulkan bahwa Devan setengah mati harus berjuang, karena seperti yang di katakan Devan sebelumnya bahwa apa yang jadi keinginan guru itu, harus terpenuhi. Seketika bayanganku menangkap Devan yang siap di mutilasi hidup-hidup oleh Bu Berta dengan garpu makannya karena gagal membawaku ke bimbingan belajar setelah usai sekolah. Oke, otakku kali ini memproyeksikan gambaran yang terlalu mengerikan.

"Yah intinya.." Devan menepuk bahuku lalu tersenyum samar "Lu tenang aja" Lanjutnya dengan ekspresi yakin.

Aku hanya terdiam menanggapi ucapan Devan, menatap langit-langit jauh di depanku. Untuk hal semacam ini, Devan memang orang pertama di sekolah yang bisa diandalkan.

"Thanks Bro"
Ucapku lirih tanpa sedikitpun berusaha menoleh ke arah Devan. Aku berusaha berdiri di tepi ranjang UKS ini, Devan membantuku perlahan.

"Anytime, and.. Sorry"
Aku menepuk bahunya dan menggeleng samar menandakan bahwa sekarang tidak ada yang perlu di khawatirkan.

Kuraih tas selempangku dari Devan dan menggoyangkannya perlahan. "Amankan?" Tanyaku padanya. Devan mengangguk samar

"Aman, cuma tadi gua ambil dua" Aku mengangguk, mengerti akan ucapannya. Ku ayunkan langkah kakiku keluar dari ruangan ini. Devan menutup pintu ruang UKS dan menguncinya, lalu memberikannya pada salah satu anggota PMR yang kuhafal wajahnya sedang melewati kami.

Aku berjalan melewati koridor dengan Devan yang berjalan di sampingku, serta tatapan setia setiap siswi yang menatap kami dengan pandangan kagum, yah mungkin.

.
.
.
-Line__

Line_: SicknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang