10

32 5 0
                                    

Jika kalian bertanya malamku hari ini seperti apa? Maka akan ku jawab, tidak ada apapun -- itupun jika kalian bertanya, jika tidak? Yasudah lewati saja.

Namun sepertinya, seingatku 10 menit yang lalu Devan mengirimiku pesan bahwa ia akan sedikit terlambat datang kerumahku dengan membawa se-bucket kentucky dan dua porsi kentang goreng ukuran jumbo. Tapi, 10 menit sebelum waktu janjian yang telah disepakati, ia dengan tanpa dosa sudah menguasai seluruh permukaan kasurku menikmati game diponselnya dengan begitu histeris.

Sedangkan aku? Terduduk manis di lantai dengan kepala bersandar di kaki ranjang kasurku dan sebuah buku yang menjerit seharian akibat aku tinggalkan saat istirahat di sekolah tadi siang.

Dari sini menurut kalian, siapa tuan rumahnya? Sudahlah.. kalian pasti pernah merasakan hal yang ku rasakan saat ini.

'Daakkk!!!'

Aku terdiam. Terdiam cukup lama, bahkan Devan yang sedari tadi heboh dengan game-nya pun ikut terdiam. Hingga aku dapat mendengar detik jarum jam yang terus menggerogoti sunyi malam di kamarku.

"Or.. ?" Ucap Devan perlahan dan sangat hati-hati, sepertinya.

"Lu.. gapapa kan?" Kini bagian kepala dan kaki Devan bertukar posisi -- Maksudku, jika tadi kepala Devan ada di bagian kepala ranjang, maka sekarang ia berpindah posisi hingga kepalanya berada di kaki ranjang, di samping kanan kepalaku, jadi jangan memikirkan hal yang sadis atau di luar nalar-. Kedua alisnya bertaut dan terdengar sedikit ringisan ketika ia berbicara dengan pandangan seperti meminta maaf, dan ingin tertawa yang mengarah ke arahku.

Aku terdiam. Sungguh aku hanya terdiam.  Lalu ku tolehkan perlahan wajahku ke arah Devan dan sedikit ku tarik kedua ujung bibirku agar terlihat seperti tersenyum.

'Pletaakkk!!!'

"Ya, aku gapapa." Ucapku setelah melayangkan buku yang ku baca tadi ke pelipisnya.

"Lu ada dendam apaan si Or ke gua? Kejam amat sama gua" Ucap Devan sok memelas dengan tangan yang mengusap ciuman buku setebal 2cm di pelipisnya itu.

"Sadis amat ..." Lanjutnya dengan kedua sudut bibir yang tertekuk kebawah. Mirip seperti anak kecil yang melihat es krim favorit-nya menyentuh lantai tanpa ijin darinya.

'Tok tok..'

"Kak! Makan." Ucap suara laki-laki dari balik pintu setelah ketukan pintu terhenti. Biar kutebak, Arleon. Tentu! Tak ada laki-laki lain di rumah ini selain aku, dan dia. Tapi jika Devan termasuk laki-laki, maka ia masuk ke dalam hitungan.

"Oh iya. Ada si Devan kan di kamar? Ajak aja sekalian. Biar bisa kita siksa berjamaah." Lanjut suara itu yang terdengar lebih pelan dari sebelumnya. Sepertinya aku harus segera turun sebelum suara wanita dengan toa alami di pita suaranya yang menarikku.

Akupun beranjak dari dudukku, dan mengembalikan buku yang ku baca ke jajaran koleksi bukuku di rak.

"Impas kan?" Sebelah alisku terangkat menatapnya yang masih setia mengelus pelipisnya. Apa tadi terlalu keras? Yah.. sudahlah. Kakiku perlahan melangkah keluar kamar, menuju ruang makan di lantai satu. 'Hmm.. enak sekali bau masakan ibu.'

Devan yang daritadi bertahan dengan sikap merajuknya, kini mulai beranjak dari kasur dan berjalan di sebelahku seperti biasa. Tapi sebelum itu, sepertinya ku dengar ia menggerutu yang membuatku terkekeh pelan.

"Kakak, adik sama-sama ga punya hati!"

.
.
.
-Line__

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Line_: SicknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang