9

33 6 1
                                    

Kini aku dan Devan berjalan beriringan menuju rumah kami. Jangan salah paham. Aku dan Devan adalah tetangga dekat, bukan seperti apa yang ada dipikiran manusia pecinta genre yaoi. Tentu aku berbeda. Jauh berbeda.

Ku lirik Devan yang berjalan disebelah ku. 'Apa apaan itu?!' batinku saat melihatnya dalam keadaan berbinar, dan apa itu? Merona?! Aku rasa kalian tidak akan percaya. Tapi apa yang aku lihat kali ini benar-benar nyata. Ekspresinya seperti seorang gadis yang akan di lamar kekasihnya--jika kalian tidak jijik membayangkannya, silahkan saja. Dan aku yakin, dia sekarang sedang bermain dengan imajinasi konyolnya. Kalian tahu? Dia bahkan pernah menyuruh ku untuk ikut membayangkan apa yang ada dalam imajinasinya, dan itu sukses membuatku mual bahkan tidak makan dua hari.

Jangan berlebihan. Manusia tidak akan mati hanya karna tidak makan selama dua hari berturut-turut. Setidaknya butuh waktu 7 - 14 hari untuk mati kelaparan.

"Or, coba deh sekarang lu bayangin. Hari ini kita pulang sekolah kaya biasa. Berdua, jalanan sepi, ga ada orang lewat, ga ada motor lewat. Trus tiba-tiba ada satu truk polisi yang gede itu lewat dengan kecepatan tinggi dan ugal-ugalan, lalu ga lama truk itu terguling di depan kita. Nah terus kita deketin truk itu, maksudnya mau nolongin orang yang selamat. Eh.. tiba-tiba ada zombi loncat ke arahmu dari dalam truk dan memakan separuh kepalamu hingga bolong."

Dan sialnya. Aku masih. Mengingatnya. Dengan. Sangat. Jelas. Setiap. Ucapannya. Waktu itu. Sialan!

"Or, . . " Panggil Devan, dan tanpa menunggunya melanjutkan ucapannya aku mulai berjalan cepat mendahuluinya. Karna aku rasa, aku cukup tau apa yang ada di ruang imajinasi kecilnya sekarang.

"Woi Or! Tungguin gua napa. Ada yang mau gua omongin!" Ucapnya kencang dengan langkahnya yang berusaha mengimbangi cepatnya langkah ku.

"Kalau yang ingin kau bicarakan mengenai perumpamaan kau menjadi istri atau kekasih gelapku. Lupakan!" Ucapku sarkas dengan menekan satu kata di akhir kalimat. Devan yang mendengar itu mulai tertawa terbahak-bahak. Sialan dia. Kalau bukan temanku, mungkin sudah ku tenggelamkan manusia itu di kubangan lumpur belakang sekolah.

.
.
.
-Line__

Line_: SicknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang