6

80 8 0
                                    

Putih, serba putih. Hal pertama yang kulihat setelah aku membuka mata adalah tembok putih di atas kepala dan sebelah kiriku, serta tirai hijau muda yang mengelilingiku di sisi yang lain.

Ku dudukkan diriku di tepi ranjang, aku melihat ada beberapa buah seperti apel, anggur, pisang, juga satu botol teh, serta roti lapis di meja kecil sebelah ranjangku. 'Kelihatannya lezat'. Aku menggelengkan kepala karena pemikiran bodohku.

Ku lirik sisi meja yang agak jauh dari kasurku, dan seketika aku terkejut

'Aku belum mati,, kan?'

Itulah hal pertama yang ada di pikiranku. Kupandangi sekitarku, lalu ku sibakkan tirai hijau muda ini, ku tajamkan indra pendengaranku.

"Ini terlalu hening untuk ukuran neraka"
Gumamku lirih. Karena berdasarkan apa yang pernah kubaca, bahwa neraka itu dipenuhi oleh jeritan dan rasa sakit.

Ku tarik napas panjang lalu kuhembuskan dengan lelah. Selama delapan tahun yang kuingat, baru kali ini hal seperti ini membunuhku. Sungguh tidak etis, dan sedikit melukai harga diriku. Inginku berteriak tak terima pada sang kuasa, namun durhakanya diriku bila melakukan hal seperti itu.

"Sungguh tidak etis, kau memalukan R!"
Ucapku lirih sembari menggelengkan kepala prihatin. Aku jujur untuk setidaknya kematian ku kali ini.

"Krieettt..."
Suara derit pintu terbuka membuyarkan lamunanku. Kuperhatikan daun pintu yang terbuka perlahan. Oke, aku sudah siap jika yang membuka adalah malaikat dengan berbagai rupa aneh seperti di khayalan liarku.

Ku tatap lekat seseorang yang membuka pintu barusan.

Heran.

Ku tautkan alisku di sertai kepalaku yang miring sembilan puluh derajat ke kanan.

"Kenapa lu?"
Ucapnya skeptis, ia mendekat ke arahku dengan santai tanpa di buat-buat. Mana ada malaikat mau memakai wujud orang bodoh di depanku ini? Atau memang dia yang ikut mati bersamaku?

"Kau..." Ucapku terputus, ku tatap ia yang kini berdiri di depanku dengan ekspresi bingungnya.

"Ikutan mati?"
Lanjutku lirih dengan alis tertaut heran. Seketika matanya melotot tak terima pada ucapanku barusan, dengan tangannya yang kini secara refleks menjitak kepalaku sambil berkata dengan uap di kepalanya

"Mati pala lu meledak?!!"

.
.
.
-Line__

Line_: SicknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang