empat : don't go

3.2K 562 59
                                    





"Mark, udah 3 mingguan lo ngga masuk kuliah."

Mark memutar bola matanya jengah dan mematikan televisi yang sedari tadi mengisi kekosongan ruang tengah rumah Rose.

Mark bosan mendengar suara Rose barusan.

Itu bukan untuk yang pertama kalinya, tapi itu sudah dikatakan Rose berkali-kali sampai Mark kesal mendengarnya.

"Kenapa? It's up to me." Sahut Mark yang berusaha tak menunjukkan sisi marahnya.

Rose menggigit bibirnya, dia menjadi canggung tak karuan.

Niatnya dari awal memang dia ingin Mark pergi dari rumahnya, tapi kenyataannya sekarang laki-laki taiwan itu hampir 24 jam selalu ada bersamanya.

Rose sekarang bingung, bagaimana caranya lagi dia mengusir laki-laki itu.

"Tapi, apa lo ngga kasian sama orangtua lo yang ud—"

"Lagian gue kuliah atau ngga kuliah pun ngga bakal melarat." Mark memotongnya cepat,

Rose seketika membungkam mulutnya sendiri, dia benar-benar sudah kehabisan kata-kata lagi.

Memang pada dasarnya Mark adalah seseorang yang pandai dan tak akan mau kalah dalam hal berbicara.

Rose tahu itu, dan Rose hanya bisa menggerutu tak jelas dalam hati kecilnya.

Soal melarat, Rose tahu itu benar dan Mark tak akan pernah jatuh miskin hanya karena tak mau melanjutkan kuliahnya.

Tapi,

"Setahu gue, lo itu orang yang sangat berambisi, rajin, pinter dan ipk lo selalu bagus."

"Ngomong apa sih Ros."

Rose membeku di tempat, jantungnya seketika berdegup kencang.

Bukannya menjawab pertanyaan Rose dengan benar, Mark malah berbaring di sofa dan menjatuhkan kepalanya di paha Rose.

"Percaya ngga, gue berhenti kuliah malah sekarang banyak email masuk dari berbagai perusahaan disini."

Rose hanya tersenyum tipis tanpa menunduk untuk menatap Mark.

Sebenarnya Rose tak ingin menggubris omongan Mark itu, Rose saat ini dilanda kebingungan yang luar biasa. Bagaimana bisa saat ini dia merasakan detak jantungnya sangat cepat dari biasanya?

"Gue mau nyari kerja pas lo udah lahiran aja deh."

Rose hanya diam, dia antara mendengarkan dan tidak suara Mark itu.

Tentu saja, tak ada hubungannya dengan semua masalah yang Rose hadapi. Dan yang terpenting saat ini hanyalah bagaimana cara mengusir laki-laki berkebangsaan taiwan itu.

Rose tidak ingin memperparah dirinya sendiri,

"Mark, lo nggak pulang?" Setelah membungkam mulutnya cukup lama, Rose akhirnya buka suara.

Tapi sial, telinga Mark benar-benar tak suka mendengarnya.

"Gue ngga bodoh Ros." Ketus Mark sedikit menyentak.

Rose tak membalasnya, dia malah mendongak dan terkekeh tak jelas di sana. Tepatnya dia sedang menertawai dirinya sendiri.

Sudah dapat ditebak Rose dengan jelas bahwa Mark tahu apa alasan Rose ingin sekali mengusirnya.

"Kalau kayak gini gimana gue bisa mati, Mark..."

Mark segera meraih kedua tangan Rose dan menggenggamnya erat disertai kecupan ringan berkali-kali disana.

Bitter Sweet ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang