dua puluh delapan : damn

1.5K 259 4
                                    




"Darimana?"

Barusaja Mark masuk dan hendak pergi ke kamarnya, suara ayahnya berhasil menghentikan langkahnya.

Mark sama sekali tak menyahutnya  dia hanya menoleh sebentar ke sofa ruang tengah miliknya dimana lengkap ada orangtuanya disana.

Suasana begitu hening, semua pasang mata kini menatap Mark dari ujung kaki sampai kepala.

Mark hampir mengumpat namun dengan cepat dia menggantinya dengan menggeleng pelan.

Kepalanya terlalu pusing untuk memikirkan tatapan orang-orang itu, dia memilih menunduk dan memijit pelipisnya pelan.

"Astaga anak ini, bikin malu aja."

"Berani sekali pulang dengan keadaan mabuk, kenapa nggak nyewa hotel aja sekalian?"

Dari tempat beliau duduk, Ayah Mark berbicara terus terang di depan tamu yang bahkan 1 detik yang lalu baru saja Mark sadari.

Mark mendongakkan kepalanya cepat, menunjukkan dirinya santai dan tak memperdulikan omongan ayahnya barusan.

Malu? Kepalanya terlalu pusing untuk memprioritaskan kata malu sekarang.

Mark tidak bisa mengekspresikan apapun sekarang, hati dan pikirannya sedang tak karuan.

"Makan malam pertama kami tidak jadi."

Barusan yang berbicara adalah ibunya, dan lagi-lagi Mark baru menyadari sesuatu.

Buru-buru dia mengedarkan pandangannya ke arah tamu yang batal makan malam seperti kata ibunya.

Dia ingat kalau 3 jam yang lalu adalah pertemuan pertama keluarganya dengan keluarga calon istrinya.

"Mark..." Panggil Ibunya yang merasa anaknya itu mengabaikan omongannya barusan.

Tapi memang benar adanya, Mark sangat tak peduli.

Dengan wajah datar tanpa ada ekspresi, Mark hanya membungkuk sebentar sebagai isyarat 'Permisi'. Kemudian dia melesat masuk ke dalam kamarnya tanpa memperdulikan teriakan ayahnya.

Lagi pula teriakan ayahnya itu tak akan memperbaiki suasana hati dan pikirannya sekarang.

"Mark!"

"Anak ini benar-benar..."

Ibu Mark memilih menunduk dan ikutan memijit pelipisnya, menunjukkan jelas bahwa dia sedang mati-matian menahan malu di depan calon istri anaknya dan orangtuanya.

Sementara ayah Mark terus memikirkan cara yang tepat untuk memberi hukuman yang berat pada anaknya yang berhasil membuatnya malu bukan main.

"Sepertinya dia sedang ada masalah, biarkan saja dulu."

Mendengar itu, baik ayah Mark maupun ibu Mark langsung menoleh menatap Jane yang barusaja bersuara.

Wanita yang akan menjadi istri Mark itu tersenyum manis seakan-akan dirinya sudah memahami Mark dengan benar.

Ibu Mark ikut tersenyum, dia meraih tangan Jane dan menggenggamnya sebentar.

"Setahu ibu, Mark tidak pernah minum-minum. Kami sebagai orangtuanya selalu melarangnya." Ucapnya pada Jane.

Tentunya sebagai ibu yang sudah dipermalukan akan terus berusaha memperbaiki keburukan yang berhasil menghancurkan suasana itu.

Lagi-lagi Jane tersenyum manis dan mengangguk, membuat siapapun yang melihatnya akan mengira bahwa Jane adalah wanita yang selalu memahami pasangannya kelak.

Bitter Sweet ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang